Pembentukan Omnibus Law Keamanan Laut Dinilai Mubazir
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah merancang Omnibus Law Keamanan Laut dinilai mubazir. Pasalnya, tidak ada aturan keamanan laut yang saling tumpang tindih. (Baca juga: Luhut Ingin Omnibus Law Bakamla Jadi Indonesian Coast Guard Dipercepat)
"Justru tak ada yang tumpang tindih dengan sejumlah aturan yang mengatur tentang keamanan di laut. Jadi, apanya yang mau di-omnibuslaw-kan?" kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis, Soleman B Ponto, saat dihubungi, Kamis, (5/3/2020).
Dia mencontohkan keberadaan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri. Ketiga aturan ini justru saling mendukung. (Baca juga: Mantan Ketua MK Setuju Omnibus Law Keamanan Laut)
UU tentang Wilayah Negara, kata Soleman, sudah sejalan dengan UNCLOS 1982, yakni membagi wilayah laut menjadi dua. Pertama, wilayah laut yurisdiksi dan wilayah perairan Indonesia.
UU TNI lantas mengatur bahwa pengamanan wilayah laut yurisdiksi merupakan wewenang TNI, dalam hal ini TNI Angkatan Laut. Sedangkan pengamanan di wilayah perairan Indonesia dilakukan oleh Polri, yakni oleh Polair. (Baca juga: DPR Dukung Penguatan Bakamla Lewat Perubahan UU Keamanan Laut)
"Belakangan dibentuklah Bakamla (Badan Keamanan Laut) yang justru tak jelas kewenangannya. Kewenangannya berada pada dua wilayah sekaligus, yakni wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi," kata Soleman.
Adanya dua wewenang sekaligus yang dimiliki Bakamla ini, kata dia, yang justru membuat alur keamanan laut menjadi tabrakan. "Keberadaan Bakamla justru menabrak wewenang TNI dan Polri yang sudah diatur oleh UU."
Secara kuantitas dan kualitas, lanjut Soleman, kelembagaan Bakamla belum sekuat TNI dan Polri dalam melakukan pengamanan. Dia mencontohkan level penyidik di Bakamla dan Polri yang berbeda jauh. "Dari segi waktu pembentukannya saja sudah terlihat. Bakamla baru dibentuk lima tahun lalu, sedangkan Polri sudah dibentuk 75 tahun lalu. Jadi, bagaimana mau menang," kata dia.
Soleman juga tak sependapat jika disebutkan ada belasan bahkan puluhan UU yang bertabrakan di ranah kelautan, sehingga harus ada Omnibus Law. "Tunjukkan pada saya mana UU yang saling bertabrakan itu," kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah tengah menyusun Omnibus Law yang bakal mengatur keamanan laut secara terpadu. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut setidaknya terdapat 24 undang-undang, dari sebelumnya disebutkan 17 undang-undang, tentang penanganan pengamanan laut yang harus dibereskan.
"Hari ini di meja saya ada 24 undang-undang yang menyangkut itu, ditambah dua peraturan pemerintah (PP) yang agak tumpang-tindih," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa, 3 Maret 2020.
Mahfud mengakui secara filosofi semua peraturan perundangan tersebut sebenarnya baik. Namun, tumpang-tindih menyebabkan kekisruhan penanganan kelautan. Tiap kewenangan penanganan didasarkan undang-undang yang berbeda-beda. "Akibatnya kadang timbul masalah sehingga perlu sinergi dengan Omnibus Law. Entah nanti cukup PP atau sampai ke undang-undang, tergantung hasil diskusi," ungkap dia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan berharap Omnibus Law ini segera disusun. Dengan adanya aturan ini, dia berharap kapasitas Bakamla diperkuat dan menjadi satu-satunya badan yang berwenang di laut atau Indonesian Coast Guard.
"Justru tak ada yang tumpang tindih dengan sejumlah aturan yang mengatur tentang keamanan di laut. Jadi, apanya yang mau di-omnibuslaw-kan?" kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis, Soleman B Ponto, saat dihubungi, Kamis, (5/3/2020).
Dia mencontohkan keberadaan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri. Ketiga aturan ini justru saling mendukung. (Baca juga: Mantan Ketua MK Setuju Omnibus Law Keamanan Laut)
UU tentang Wilayah Negara, kata Soleman, sudah sejalan dengan UNCLOS 1982, yakni membagi wilayah laut menjadi dua. Pertama, wilayah laut yurisdiksi dan wilayah perairan Indonesia.
UU TNI lantas mengatur bahwa pengamanan wilayah laut yurisdiksi merupakan wewenang TNI, dalam hal ini TNI Angkatan Laut. Sedangkan pengamanan di wilayah perairan Indonesia dilakukan oleh Polri, yakni oleh Polair. (Baca juga: DPR Dukung Penguatan Bakamla Lewat Perubahan UU Keamanan Laut)
"Belakangan dibentuklah Bakamla (Badan Keamanan Laut) yang justru tak jelas kewenangannya. Kewenangannya berada pada dua wilayah sekaligus, yakni wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi," kata Soleman.
Adanya dua wewenang sekaligus yang dimiliki Bakamla ini, kata dia, yang justru membuat alur keamanan laut menjadi tabrakan. "Keberadaan Bakamla justru menabrak wewenang TNI dan Polri yang sudah diatur oleh UU."
Secara kuantitas dan kualitas, lanjut Soleman, kelembagaan Bakamla belum sekuat TNI dan Polri dalam melakukan pengamanan. Dia mencontohkan level penyidik di Bakamla dan Polri yang berbeda jauh. "Dari segi waktu pembentukannya saja sudah terlihat. Bakamla baru dibentuk lima tahun lalu, sedangkan Polri sudah dibentuk 75 tahun lalu. Jadi, bagaimana mau menang," kata dia.
Soleman juga tak sependapat jika disebutkan ada belasan bahkan puluhan UU yang bertabrakan di ranah kelautan, sehingga harus ada Omnibus Law. "Tunjukkan pada saya mana UU yang saling bertabrakan itu," kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah tengah menyusun Omnibus Law yang bakal mengatur keamanan laut secara terpadu. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut setidaknya terdapat 24 undang-undang, dari sebelumnya disebutkan 17 undang-undang, tentang penanganan pengamanan laut yang harus dibereskan.
"Hari ini di meja saya ada 24 undang-undang yang menyangkut itu, ditambah dua peraturan pemerintah (PP) yang agak tumpang-tindih," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa, 3 Maret 2020.
Mahfud mengakui secara filosofi semua peraturan perundangan tersebut sebenarnya baik. Namun, tumpang-tindih menyebabkan kekisruhan penanganan kelautan. Tiap kewenangan penanganan didasarkan undang-undang yang berbeda-beda. "Akibatnya kadang timbul masalah sehingga perlu sinergi dengan Omnibus Law. Entah nanti cukup PP atau sampai ke undang-undang, tergantung hasil diskusi," ungkap dia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan berharap Omnibus Law ini segera disusun. Dengan adanya aturan ini, dia berharap kapasitas Bakamla diperkuat dan menjadi satu-satunya badan yang berwenang di laut atau Indonesian Coast Guard.
(cip)