Pengamat Sebut Wacana Masyumi Reborn Bukan Hal Baru
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo menilai wacana Masyumi Reborn atau menghadirkan kembali Partai Masyumi sejatinya bukan hal baru. Karyono menambahkan, pada pemilihan umum tahun 1999 sudah ada partai yang menggunakan nama Masyumi Baru.
"Partai ini gagal memperoleh kursi di parlemen karena hanya mendapatkan suara sebanyak 152.589 suara atau 0,14%. Partai ini sama sekali tidak mendapatkan kursi di DPR," ujar Karyono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/3/2020).
(Baca juga: Soal Masyumi Reborn, Ini Tanggapan Partai Bulan Bintang)
Namun kata dia, upaya untuk menghidupkan kembali kejayaan partai Masyumi sebagai upaya mewujudkan gagasan partai Islam tunggal merupakan hak konstitusional dan hak politik warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Dikatakannya, gagasan tersebut sangat ideal dan menjanjikan sebuah harapan.
"Gagasan Masyumi Reborn nampaknya dilatarbelakangi oleh kejayaan masa lalu, dimana Partai Masyumi pernah menjadi partai terbesar kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI) pada pemilu 1955," ujarnya.
Akan tetapi, kata dia, untuk mewujudkan kejayaan Masyumi di masa kini tentu tidak mudah. Apalagi, lanjut dia, menjadikan Partai Masyumi sebagai satu-satunya partai islam, akan menghadapi berbagai tantangan berat, terutama menghadapi sindrom tumbuhnya partai politik di tengah euforia demokrasi yang membuka ruang bagi siapapun termasuk tokoh-tokoh islam untuk mendirikan partai politik.
Karena itu lanjut dia, upaya untuk mewujudkan Partai Masyumi sebagai wadah tunggal umat islam diperlukan kerja keras dan waktu yang sangat panjang untuk menyatukan visi, kesamaan pandangan, dan satu kesamaan kepentingan umat Islam.
Gagasan tersebut ujar dia, bisa diakselerasi jika ada momentum yang dapat membuat tokoh dan pemimpin umat Islam bersatu. "Tapi sekali lagi, langkah tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengembalikan kejayaan Masyumi di masa lalu tidak bisa hanya dengan cara copy paste," imbuhnya.
Sebab kata dia, zaman sudah berubah, dinamika politik sudah berubah, cara pandang masyarakat telah mengalami pergeseran. Dia melanjutkan, di tengah liberalisasi dan perkembangan teknologi saat ini telah menjadi tantangan tersendiri bagi sebuah partai yang hanya menjual ideologi.
Lebih lanjut dia mengatakan, meski terkesan berlebihan, ramalan Daniel Bell dalam bukunya 'The end of Ideologies' patut menjadi bahan renungan. Daniel Bell berpendapat bahwa ideologi politik semakin tidak relevan di antara orang-orang masuk akal, dan bahwa pemerintahan masa depan akan didorong oleh penyesuaian teknologi sedikit demi sedikit dari sistem yang ada.
"Meski ramalan Daniel tidak seluruhnya menjadi kenyataan tetapi bisa menjadi bahan evaluasi bagi partai politik masa kini yang masih mengabadikan ideologi masa lalu agar tetap eksis dalam menghadapi tantangan saat ini dan akan datang," pungkasnya.
"Partai ini gagal memperoleh kursi di parlemen karena hanya mendapatkan suara sebanyak 152.589 suara atau 0,14%. Partai ini sama sekali tidak mendapatkan kursi di DPR," ujar Karyono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/3/2020).
(Baca juga: Soal Masyumi Reborn, Ini Tanggapan Partai Bulan Bintang)
Namun kata dia, upaya untuk menghidupkan kembali kejayaan partai Masyumi sebagai upaya mewujudkan gagasan partai Islam tunggal merupakan hak konstitusional dan hak politik warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Dikatakannya, gagasan tersebut sangat ideal dan menjanjikan sebuah harapan.
"Gagasan Masyumi Reborn nampaknya dilatarbelakangi oleh kejayaan masa lalu, dimana Partai Masyumi pernah menjadi partai terbesar kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI) pada pemilu 1955," ujarnya.
Akan tetapi, kata dia, untuk mewujudkan kejayaan Masyumi di masa kini tentu tidak mudah. Apalagi, lanjut dia, menjadikan Partai Masyumi sebagai satu-satunya partai islam, akan menghadapi berbagai tantangan berat, terutama menghadapi sindrom tumbuhnya partai politik di tengah euforia demokrasi yang membuka ruang bagi siapapun termasuk tokoh-tokoh islam untuk mendirikan partai politik.
Karena itu lanjut dia, upaya untuk mewujudkan Partai Masyumi sebagai wadah tunggal umat islam diperlukan kerja keras dan waktu yang sangat panjang untuk menyatukan visi, kesamaan pandangan, dan satu kesamaan kepentingan umat Islam.
Gagasan tersebut ujar dia, bisa diakselerasi jika ada momentum yang dapat membuat tokoh dan pemimpin umat Islam bersatu. "Tapi sekali lagi, langkah tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengembalikan kejayaan Masyumi di masa lalu tidak bisa hanya dengan cara copy paste," imbuhnya.
Sebab kata dia, zaman sudah berubah, dinamika politik sudah berubah, cara pandang masyarakat telah mengalami pergeseran. Dia melanjutkan, di tengah liberalisasi dan perkembangan teknologi saat ini telah menjadi tantangan tersendiri bagi sebuah partai yang hanya menjual ideologi.
Lebih lanjut dia mengatakan, meski terkesan berlebihan, ramalan Daniel Bell dalam bukunya 'The end of Ideologies' patut menjadi bahan renungan. Daniel Bell berpendapat bahwa ideologi politik semakin tidak relevan di antara orang-orang masuk akal, dan bahwa pemerintahan masa depan akan didorong oleh penyesuaian teknologi sedikit demi sedikit dari sistem yang ada.
"Meski ramalan Daniel tidak seluruhnya menjadi kenyataan tetapi bisa menjadi bahan evaluasi bagi partai politik masa kini yang masih mengabadikan ideologi masa lalu agar tetap eksis dalam menghadapi tantangan saat ini dan akan datang," pungkasnya.
(maf)