Usulan Partai Islam Tunggal Dinilai Mission Impossible
A
A
A
JAKARTA - Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menyatakan diskursus partai politik Islam tunggal guna menemukan formulasi terbaik agar bisa menguasai politik nasional merupakan hal yang wajar-wajar saja.
"Akan tetapi ini mission impossible," ujar Sulthan menanggapi usulan Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin yang mengusulkan partai Islam tunggal kepada SINDOnews, Jumat (28/2/2020). (Baca juga: Din Syamsuddin Usulkan Partai Politik Islam Tunggal )
Sulthan menganggap menyatukan ormas-ormas Islam saja sukar terjadi, apalagi partai politik yang isinya adalah percampuran ide dan pragmatisme kekuasaan.
"Sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, partai politik Islam tidak pernah menjadi pemenang. Apakah hal itu dikarenakan partai nasionalis cuma satu? Kan tidak demikian," jelasnya.
Lebih lanjut lulusan Fakultas Syariah UIN Jakarta ini menuturkan, hampir di setiap era mulai dari Orde Lama hingga 22 tahun sudah Reformasi berjalan, umat Islam dengan sekian banyak kelompok itu cenderung selalu terpecah.
Menurutnya, semua bisa melihat sejarah antara Partai Masyumi dengan Partai NU. Hingga saat ini genetika dua kelompok politik Islam itu mendominasi kader di setiap partai berbasis Islam. Bahkan ada juga kader NU di partai nasionalis.
"Saya melihat bahwa evaluasi terbesar justru di internal partai Islam yang masih eksis saat ini. Sebenarnya apa goal politik mereka partai Islam," tutur dia.
Kata Sulthan, sampai saat ini dirinya belum melihat ada pembeda antara partai Islam dengan partai berbasis nasionalis kebangsaan. Sehingga, jika ide saja sulit bertemu apalagi dalam ruang-ruang pragmatis.
Dengan demikian, ia menilai saat ini tidak terlalu penting lagi adanya partai politik berbasis agama. Jika yang menghuni cabang-cabang kekuasaan memahami secara komprehensif Pancasila dan konstitusi Indonesia.
"Prinsipnya adalah setiap orang harus difasilitasi oleh negara untuk menjalankan agamanya tanpa terkecuali. Di pikiran saya Politik Islam itu goalnya 'maqasid syariah. Substansi 'maqasid syariah' telah teratifikasi secara baik dalam pancasila dan konstitusi," imbuh lulusan S2 UGM ini.
Sulthan menambahkan, justru yang harus dikawal itu perilaku penguasanya, mau dari partai mana pun mereka berasal, supaya menjalankan kekuasaannya berdasarkan prinsip negara hukum bukan negara kekuasaan. (Baca Juga: Partai Islam di Indonesia Sudah Menjelma Menjadi Partai Sekuler).
"Dengan demikian insya Allah umat Islam Indonesia bisa merasakan 'Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur," pungkasnya.
"Akan tetapi ini mission impossible," ujar Sulthan menanggapi usulan Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin yang mengusulkan partai Islam tunggal kepada SINDOnews, Jumat (28/2/2020). (Baca juga: Din Syamsuddin Usulkan Partai Politik Islam Tunggal )
Sulthan menganggap menyatukan ormas-ormas Islam saja sukar terjadi, apalagi partai politik yang isinya adalah percampuran ide dan pragmatisme kekuasaan.
"Sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, partai politik Islam tidak pernah menjadi pemenang. Apakah hal itu dikarenakan partai nasionalis cuma satu? Kan tidak demikian," jelasnya.
Lebih lanjut lulusan Fakultas Syariah UIN Jakarta ini menuturkan, hampir di setiap era mulai dari Orde Lama hingga 22 tahun sudah Reformasi berjalan, umat Islam dengan sekian banyak kelompok itu cenderung selalu terpecah.
Menurutnya, semua bisa melihat sejarah antara Partai Masyumi dengan Partai NU. Hingga saat ini genetika dua kelompok politik Islam itu mendominasi kader di setiap partai berbasis Islam. Bahkan ada juga kader NU di partai nasionalis.
"Saya melihat bahwa evaluasi terbesar justru di internal partai Islam yang masih eksis saat ini. Sebenarnya apa goal politik mereka partai Islam," tutur dia.
Kata Sulthan, sampai saat ini dirinya belum melihat ada pembeda antara partai Islam dengan partai berbasis nasionalis kebangsaan. Sehingga, jika ide saja sulit bertemu apalagi dalam ruang-ruang pragmatis.
Dengan demikian, ia menilai saat ini tidak terlalu penting lagi adanya partai politik berbasis agama. Jika yang menghuni cabang-cabang kekuasaan memahami secara komprehensif Pancasila dan konstitusi Indonesia.
"Prinsipnya adalah setiap orang harus difasilitasi oleh negara untuk menjalankan agamanya tanpa terkecuali. Di pikiran saya Politik Islam itu goalnya 'maqasid syariah. Substansi 'maqasid syariah' telah teratifikasi secara baik dalam pancasila dan konstitusi," imbuh lulusan S2 UGM ini.
Sulthan menambahkan, justru yang harus dikawal itu perilaku penguasanya, mau dari partai mana pun mereka berasal, supaya menjalankan kekuasaannya berdasarkan prinsip negara hukum bukan negara kekuasaan. (Baca Juga: Partai Islam di Indonesia Sudah Menjelma Menjadi Partai Sekuler).
"Dengan demikian insya Allah umat Islam Indonesia bisa merasakan 'Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur," pungkasnya.
(kri)