Jokowi Dinilai Wajar Libatkan BIN di Omnibus Law

Rabu, 26 Februari 2020 - 12:15 WIB
Jokowi Dinilai Wajar Libatkan BIN di Omnibus Law
Jokowi Dinilai Wajar Libatkan BIN di Omnibus Law
A A A
JAKARTA - Pakar Geostrategi Ian Montratama menanggapi tudingan Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) memakai Badan Intelijen Negara (BIN) untuk meredam masyarakat yang menolak omnibus law. Ia mengatakan, tudingan Iwan tersebut merupakan hal yang tak elok.

Adalah hal yang wajar jika presiden meminta bantuan BIN. Sebabnya, lembaga intelijen negara tersebut adalah alat negara yang tugas dan tanggung jawabnya sudah diatur dalam Perpres 90 Nomor 2012. (Baca Juga: Omnibus Law Jadi Polemik, Ketum ISNU Dorong Pemerintah Perbanyak Sosialisasi)

Bahkan upaya yang dilakukan BIN semata-semata untuk memberikan pemahaman kepada publik soal sisi positif dari rancangan RUU Omnibus Law, bukan sebagai bentuk cerminan dari rezim Orba yang otoriter. “Itu Adalah hak presiden untuk memberi tugas Kepada BIN untuk melakukan penggalangan termasuk dalam menyampaikan hal-hal yang dianggap positif tentang Omnibus Law,” ujarnya dalam keterengannya, Selasa (26/2/2020).

Pernyataan Iwan pun dinilai bertentangan dengan hukum yang berlaku dan wewenang presiden dalam memberikan tugas kepada BIN. “Menyampaikan perihal bahwa Presiden memberi perintah pada BIN terkait omnibus law adalah hal yang tidak elok. BIN dapat diberi tugas apa saja oleh presiden sesuai hukum yang berlaku. Apa yang dilakukan Iwan Smule ini bagai memancing di air keruh,” katanya.

Ian mengatakan, penugasan yang diberikan Jokowi kepada BIN sudah menjadi hal yang normatif. “(Maka tindakan Iwan) menjadi kurang pas kalau membuka pada publik hal-hal yang diperintahkan presiden pada BIN. Bisa jadi hal itu melanggar prinsip kerahasiaan negara,” jelasnya.

Keterlibatan BIN untuk berkontribusi mengedukasi omnibus law kepada masyarakat sangat dibutuhkan. Sebab dikhawatirkan ada penyusup yang memprovokasi agar pengesahan aturan baru dibatalkan.

Pakar Intelijen Stanislaus Riyanta juga menyesalkan pernyataan itu. Stanislaus menilai, masyarakat harus paham jika rancangan omnibus law adalah untuk mengubah regulasi yang rumit menjadi lebih sederhana. Untuk itu, diperlukan kehadiran menilai BIN untuk deteksi dini dan cegah dini ancaman negara dan bersifat single user kepada presiden.

“Jika ada pihak yang mau memanfaatkan omnibus law untuk mengganggu negara, maka BIN pasti mendeteksi dan mencegahnya. Jadi bukan dalam konteks seperti pernyataan Iwan Sumule yang konteksnya sangat sempit. Jadi jangan dipolitisir,” jelasnya.

Kata dia, apa yang dilakukan oleh BIN saat ini masih on the track, tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Terkait tuduhan Iwan Sumule yang mengklaim peran BIN direduksi untuk menciptakan rezim otoriter layaknya Orba tak dapat dibenarkan.

Perintah Presiden Jokowi untuk BIN pun dinilai sudah benar dan menjadi salah satu upaya untuk menjaga stabilitas negara. “BIN bertugas untuk deteksi dini dan cegah dini ancaman negara. Penyusunan RUU ada potensi ancaman, untuk itu perlu dideteksi dan dicegah. Tugas BIN clear dalam hal ini,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, ia juga menilai upaya Jokowi menghadirkan Omnibus Law patut diapresiasi. Selama ini regulasi di Indonesia sangat rumit dan kurang ramah terhadap investasi. Kata Stanislaus, hal ini yang akan diperbaiki menjadi lebih sederhana yang tujuan utamanya juga untuk masyarakat Indonesia.

Maka dirinya menganjurkan agar publik tak perlu mengeluarkan reaksi atau komentar yang merugikan maupun menghambat penyusunan RUU tersebut. “Masih banyak waktu untuk memberi masukan secara positif terhadap omnibus law. Jika (masyarakat) ada usulan bisa disalurkan dengan lebih bijak. Tidak perlu malah melakukan aksi kontra produktif tanpa usul yang konstruktif,” katanya. (Baca juga: Draf Omnibus Law Cipta Kerja Dinilai Penzaliman terhadap Buruh )

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) memakai Badan Intelijen Negara (BIN) untuk meredam masyarakat yang menolak omnibus law. Menurut Iwan, perintah itu seperti sedang memposisikan ormas dan rakyat sebagai musuh negara. Kondisi tersebut sambungnya, sama seperti era Orde Baru (Orba) yang otoriter.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5080 seconds (0.1#10.140)