Soal Pasal 170 Omnibus Law, PPP Minta Tim Pemerintah Cermat
A
A
A
JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengingatkan tim pemerintah yang menyusun draf Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja harus cermat. Peringatan itu menyikapi klaim pemerintah bahwa telah terjadi kesalahan dalam pengetikan Pasal 170 Omnibus Law tersebut.
Adapun Pasal 170 tersebut mengatur presiden bisa mengubah undang-undang dengan Peraturan Pemerintah (PP). "Bahwa proses penyusunan draf RUU harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan kecermatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," ujar Sekretaris Fraksi PPP DPR, Achmad Baidowi dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (19/2/2020). (Baca juga: Soal Pasal 170 Omnibus Law, Demokrat: Akui Saja Itu Keinginan Pemerintah )
Pria yang akrab disapa Awiek ini mengatakan, Undang-undang (UU) 12 Tahun 2011 jo UU 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) mengatur mengenai herarki perundang-undangan. Bahwa setiap ketentuan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Maka, kata Awiek, kalau PP bisa membatalkan UU itu tidak sesuai dengan prosedur hukum dan melanggar UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. "Karena itu kami menyayangkan jika ada kesalahan ketik yang substansinya melanggar UU. Tim dari pemerintah harus cermat," katanya.
Di samping itu, pemerintah diminta menjelaskan dan menyampaikan secara resmi terkait Pasal 170 yang diklaim salah ketik itu. "Maka pemerintah pada saatnya nanti harus menjelaskan dan menyampaikan secara resmi terkait kesalahan ketik tersebut dan nanti dibahas dalam pembahasan," jelasnya.
Sekadar diketahui, Pasal 170 ayat (1) draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi bahwa Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan undang-undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam undang-undang ini.
Kemudian, ayat (2) menyebutkan bahwa Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (Baca juga: GP Ansor Sebut Omnibus Law Cipta Kerja sebagai RUU Tak Jujur )
Lalu, ayat (3) berbunyi bahwa Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Adapun Pasal 170 tersebut mengatur presiden bisa mengubah undang-undang dengan Peraturan Pemerintah (PP). "Bahwa proses penyusunan draf RUU harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan kecermatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," ujar Sekretaris Fraksi PPP DPR, Achmad Baidowi dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (19/2/2020). (Baca juga: Soal Pasal 170 Omnibus Law, Demokrat: Akui Saja Itu Keinginan Pemerintah )
Pria yang akrab disapa Awiek ini mengatakan, Undang-undang (UU) 12 Tahun 2011 jo UU 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) mengatur mengenai herarki perundang-undangan. Bahwa setiap ketentuan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Maka, kata Awiek, kalau PP bisa membatalkan UU itu tidak sesuai dengan prosedur hukum dan melanggar UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. "Karena itu kami menyayangkan jika ada kesalahan ketik yang substansinya melanggar UU. Tim dari pemerintah harus cermat," katanya.
Di samping itu, pemerintah diminta menjelaskan dan menyampaikan secara resmi terkait Pasal 170 yang diklaim salah ketik itu. "Maka pemerintah pada saatnya nanti harus menjelaskan dan menyampaikan secara resmi terkait kesalahan ketik tersebut dan nanti dibahas dalam pembahasan," jelasnya.
Sekadar diketahui, Pasal 170 ayat (1) draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi bahwa Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan undang-undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam undang-undang ini.
Kemudian, ayat (2) menyebutkan bahwa Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (Baca juga: GP Ansor Sebut Omnibus Law Cipta Kerja sebagai RUU Tak Jujur )
Lalu, ayat (3) berbunyi bahwa Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(kri)