Bongkar Sindikat Aborsi Ilegal

Senin, 17 Februari 2020 - 07:07 WIB
Bongkar Sindikat Aborsi Ilegal
Bongkar Sindikat Aborsi Ilegal
A A A
TERBONGKARNYA kasus klinik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat akhir pekan lalu membuat heboh. Kejadian tersebut ramai diperbincangkan, tidak hanya di media massa arus utama, tapi juga di lini masa media sosial. Praktik aborsi ilegal yang dibongkar oleh polisi ini memang sangat mencengangkan. Setidaknya ada 903 janin hasil aborsi yang ditemukan oleh aparat kepolisian di septic tank. Janin tersebut dibuang ke septic tank oleh pelaku untuk menghilangkan barang bukti.
Terungkapnya kasus di Paseban ini kembali mengonfirmasi bahwa praktik aborsi ilegal masih saja berlangsung di Ibu Kota. Meski aborsi disadari sebagai perbuatan yang membunuh janin dan berbahaya bagi ibu hamil, nyatanya tetap saja banyak pasien yang mendatangi klinik ilegal untuk meminta bantuan. Di saat banyak perempuan yang mengalami kehamilan tak dinginkan, lalu ada pihak atau sindikat yang menyediakan jasa, maka terjadilah praktik tercela ini. Pelaku penyedia jasa aborsi ilegal kerap mengeruk keuntungan besar. Dalam kasus di Paseban, hasil yang diperoleh pelaku mencapai Rp5,5 miliar selama 21 bulan beroperasi. Diduga ada puluhan bidan dan ratusan calo yang terlibat.
Aborsi secara ilegal seharusnya dihindari karena tidak hanya perbuatan melanggar hukum sebab menghentikan kehamilan dengan sengaja, tapi juga membahayakan nyawa perempuan yang mengandung janin. Angka kematian ibu (AKI) diakibatkan oleh aborsi atau pengguguran kandungan mencapai 30%. Aborsi banyak dilakukan oleh perempuan muda perkotaan baik karena hamil di luar nikah maupun hamil setelah nikah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2007 menyebutkan, aborsi tidak aman menyumbang 14% angka kematian pada ibu.
Aborsi ilegal harus dicegah agar kejadian yang sama tidak terulang. Caranya antara lain melakukan penegakan hukum yang tegas. Siapa pun yang terlibat harus dihukum sesuai aturan undang-undang yang ada. Hukuman berat kepada para pelaku memungkinkan timbul efek jera.

Undang-Undang (UU) Kesehatan Tahun 2009 Pasal 75 dengan tegas mengatur bahwa setiap orang di Indonesia dilarang melakukan aborsi. Namun, ada dua kelompok yang dikecualikan oleh UU ini. Pertama , kelompok perempuan dengan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan. Kedaruratan berupa terancamnya nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga nantinya menyulitkan bayi hidup di luar kandungan.

Kedua, perempuan yang hamil akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis. Secara khusus untuk kondisi aborsi akibat pemerkosaan diuraikan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi sebagai aturan pelaksanaan UU Kesehatan. Syarat aborsi dalam PP tersebut disebutkan pada Pasal 31, yaitu aborsi hanya dapat dilakukan pada usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) berdasarkan surat keterangan dokter. Selain itu, dalam Pasal 34 (2b) juga disebutkan mengenai syarat menjalani aborsi adalah keterangan penyidik, psikolog, atau ahli lain yang membenarkan dugaan telah terjadi pemerkosaan. Tindakan aborsi pada kelompok ini harus didahului dan diakhiri dengan konseling oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Jika ada aborsi yang dilakukan di luar dari dua kondisi yang disebutkan di atas, tentu ilegal. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 194 UU Kesehatan, tiap orang yang terlibat tindakan aborsi ilegal dapat dipidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal sebesar Rp1 miliar. Dalam kasus Paseban, polisi menangkap tiga pelaku yang melakukan kejahatan aborsi. Mereka adalah seorang dokter berinisial A, bidan berinisial RM, dan karyawan berinisial SI. Kasus ini harus diusut tuntas karena bukan tidak mungkin masih ada pihak lain yang ikut terlibat.

Selama ini banyak hal yang mendorong orang untuk melakukan aborsi ilegal. Di antaranya, ketakutan pada keluarga karena kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada juga karena alasan demi menghindari beragam pendapat negatif oleh lingkungan karena hamil di luar nikah. Demi menghindari rasa dan stigma, banyak pasangan tak menikah lalu mengakses layanan-layanan menggugurkan kandungan yang tidak aman (unsafe abortion ). Karena itu, perlu mendorong perempuan hamil untuk memiliki kesadaran melakukan konseling demi mencari solusi terbaik terkait apa yang sebaiknya dilakukan ketika mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.Perempuan harus mempertimbangkan berbagai aspek sebelum melakukan tindakan aborsi karena jangan sampai justru membahayakan nyawa sendiri. Selalu konsultasi dengan ahli medis atau konselor yang berwenang untuk mengetahui prosedur aborsi yang aman dan sesuai aturan hukum.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1712 seconds (0.1#10.140)