Hapus Upah dan Cuti, Pengamat: Omnibus Law Perlu Mendengar Aspirasi Buruh
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam menilai draf Omnibus Law Cipta Kerja perlu dikritisi. Sebab Omnibus Law itu menghapus aturan soal upah yang seharusnya diterima buruh atau pekerja bila berhalangan tidak masuk kerja.
Selain itu, lanjut dia, rancangan undang-undang (UU) itu juga menghapus aturan pemberian waktu istirahat panjang atau cuti panjang bagi pekerja yang masa kerjanya di sebuah perusahaan sudah lebih dari 6 tahun.
“Rancangan UU ini perlu dikritisi, perlu mendengar aspirasi buruh. Jangan sampai sepihak, hanya menguntungkan pengusaha saja,” kata Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Minggu (16/2/2020).
Arif menegaskan, salah satu syarat membuat kebijakan adalah harus partisipatif, yakni mendengar dari semua stakeholder terkait. (Baca juga: Diserahkan ke DPR, RUU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Dibahas Tujuh Komisi)
“Omnibus Law RUU Ciptakan Lapangan Kerja ini sangat merugikan buruh, karena menghapus upah jika buruh berhalangan masuk kerja dan dihilangkannya cuti panjang bagi pekerja yang masa kerjanya di sebuah perusahaan sudah lebih dari 6 tahun,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya memperhatikan sektor perburuhan secara komprehensif. Hal ini lantaran buruh atau lapisan rakyat kecil sebagian besar pendukung dalam Pilpres 2019, karena figur Jokowi dianggap pro rakyat kecil. (Baca juga: Diserahkan ke DPR, RUU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Dibahas Tujuh Komisi)
“Jangan sampai mengingkari amanat rakyat kecil, karena Pak Jokowi didukung oleh para buruh lantaran dianggap bisa memperjuangkan wong cilik,” pungkasnya.
Selain itu, lanjut dia, rancangan undang-undang (UU) itu juga menghapus aturan pemberian waktu istirahat panjang atau cuti panjang bagi pekerja yang masa kerjanya di sebuah perusahaan sudah lebih dari 6 tahun.
“Rancangan UU ini perlu dikritisi, perlu mendengar aspirasi buruh. Jangan sampai sepihak, hanya menguntungkan pengusaha saja,” kata Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Minggu (16/2/2020).
Arif menegaskan, salah satu syarat membuat kebijakan adalah harus partisipatif, yakni mendengar dari semua stakeholder terkait. (Baca juga: Diserahkan ke DPR, RUU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Dibahas Tujuh Komisi)
“Omnibus Law RUU Ciptakan Lapangan Kerja ini sangat merugikan buruh, karena menghapus upah jika buruh berhalangan masuk kerja dan dihilangkannya cuti panjang bagi pekerja yang masa kerjanya di sebuah perusahaan sudah lebih dari 6 tahun,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya memperhatikan sektor perburuhan secara komprehensif. Hal ini lantaran buruh atau lapisan rakyat kecil sebagian besar pendukung dalam Pilpres 2019, karena figur Jokowi dianggap pro rakyat kecil. (Baca juga: Diserahkan ke DPR, RUU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Dibahas Tujuh Komisi)
“Jangan sampai mengingkari amanat rakyat kecil, karena Pak Jokowi didukung oleh para buruh lantaran dianggap bisa memperjuangkan wong cilik,” pungkasnya.
(thm)