Roh Pancasila

Jum'at, 14 Februari 2020 - 07:31 WIB
Roh Pancasila
Roh Pancasila
A A A
Komaruddin Hidayat
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)

ROH dan nilai Pancasila itu dalam masyarakat adanya di dalam dada dan perilaku umat beragama dan warga negara yang baik. Yang hidupnya dibimbing oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang berujung pada sikap peduli pada sesamanya untuk menciptakan kesejahteraan yang adil dan merata. Jadi, kata dan komitmen kebertuhanan, kemanusiaan, dan kesejahteraan adalah mantra Pancasila.

Sekarang ini orang lebih sibuk dengan urusan politik, jabatan, fasilitas, dan popularitas, kurang peduli dengan tiga nilai dan agenda di atas. Secara teoretis ada dalil politik yang sering dikutip orang, bahwa demokrasi itu akan mendekatkan kesejahteraan rakyat. Demokrasi membuka pintu bagi setiap warga negara untuk ikut berbicara, sumbang saran, dalam memikirkan kemajuan bangsa dan negaranya.

Teori tadi ternyata tidak berlaku atau tidak berjalan dengan baik di Indonesia karena beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi. Ibarat orang tertarik buah kurma, lalu menanam pohon kurma di Indonesia, ternyata sulit berbuah, atau kalaupun berbuah rasanya tidak manis seperti kurma dari Arab. Mengapa? Karena tanah dan suhu udaranya yang dingin tidak mendukung.

Begitu pun demokrasi. Ia akan tumbuh sehat jika pendidikan masyarakatnya sudah maju dan merata, ekonominya pun sudah makmur. Jika belum, yang terjadi seperti yang kita lihat di Indonesia. Demokrasi kita dibajak oleh elite parpol dan pemodal.

Bagaimana dengan Pancasila? Lahan penyemaian dan tumbuhnya nilai-nilai Pancasila itu di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Tetapi, lahan itu sekarang juga mengalami polusi dan degradasi.

Dulu semasa Orde Baru, Pancasila diambil alih oleh negara. Bungkusnya tetap Pancasila, tetapi isinya berupa formula doktrin politik untuk memperkokoh dan melanggengkan kekuasaan. Ketika diambil alih negara, maka masyarakat apatis bicara dan menjaga nilai-nilai Pancasila.

Padahal, roh Pancasila itu nilai-nilai agama yang sudah mentradisi dalam masyarakat, tanpa masyarakat memberi label Pancasila. Nilai dan sikap menghargai martabat manusia, apa pun afiliasi etnis dan agamanya, adalah doktrin agama.

Semuanya hamba Tuhan yang mesti dihormati. Itulah sebabnya agama itu merupakan rahmat bagi semesta, karena spiritnya itu berbagi cinta, kebaikan, kerukunan, dan saling menghormati yang lain.

Doktrin agama dan orientasi kemanusiaan yang luhur dan abadi adalah menegakkan keadilan dan kesejahteraan bagi sesama. Dimulai dari orang terdekat, lalu melebar bagi seluruh warga negara, dan lebih jauh lagi bagi seluruh penduduk bumi. Itulah sebabnya beberapa pengamat dan negarawan asing sangat mengagumi Pancasila sebagai produk para pendiri bangsa Indonesia, namun isi dan semangatnya bersifat fundamental dan universal.

Siapa musuh Pancasila? Tak lain adalah diri kita masing-masing. Yang menggerogoti Pancasila adalah ego dan nafsu kita yang kian lemah kekuatan rohani atau nuraninya sehingga tak lagi memiliki kepekaan moral melihat berbagai kejahatan yang terjadi di sekeliling kita.

Lebih parah lagi kalau kita pun justru ikut merusak dan membunuh semangat Pancasila yang begitu mulia sehingga tercerabut dari pribadi kita. Para pejabat yang korup dan tidak memiliki simpati dan peduli pada penderitaan rakyat adalah musuh-musuh Pancasila.

Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, serta ormas, khususnya Muhammadiyah dan NU, adalah ujung tombak dan pilar-pilar yang sejauh ini telah ikut menjaga dan menyebarkan nilai-nilai Pancasila. Namun, subjek dan aktor terakhir dan yang paling penting adalah pribadi kita masing-masing yang tecermin dalam perilaku sehari-hari.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7247 seconds (0.1#10.140)