Luas Karhutla Meningkat, Jokowi: Apa Kurang yang Dicopot?
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut dalam waktu dua tahun terakhir ini luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) meningkat. Meskipun sempat turun di tahun 2017, tapi tahun 2018 dan 2019 terjadi kenaikan.
"2017 turun ini terkecil menjadi 150 ribu hektare yang terbakar dari sebelumnya 2,5 juta hektare. Tapi 2018 naik lagi menjadi 590 ribu hektare," kata Jokowi dalam Rakornas Karhutla di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2/2020).
"Ini ada apa? Sudah bagus-bagus 150 kok naik lagi. 2019 naik lagi jadi 1,5 juta. Ini apa lagi? Apa kurang yang dicopot? Apa kurang persiapan?," tambahnya.
(Baca juga: Pemerintah Intensif Hijaukan Kembali Bekas Lahan Longsor)
Pada kesempatan itu Jokowi menegaskan, aturan main dalam penanganan karhutla tidak berubah sejak tahun 2016. Dia mengatakan, jajaran TNI/Polri bisa dicopot jika wilayahnya terjadi kebakaran.
"Tegas saya sampaikan, pasti saya telepon Panglima, ke Kapolri kalau ada kebakaran di wilayah kecil agak membesar, saya tanya dandimnya sudah dicopot belum. Kalau sudah membesar pasti saya tanyakan, Pangdam sama Kapolda sudah diganti belum. Ini aturan main sejak 2016 dan berlaku sampai sekarang," tegasnya.
Lebih lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta ini meminta, agar jajaran di daerah dapat langsung bergerak jika ada titik api yang muncul. Pasalnya jika api sudah membesar akan sulit dipadamkan.
Bahkan kata dia, di negara maju saja kewalahan memadamkan api yang sudah membesar. Dia menyebut titik api sudah muncul di Siak dan Dumai.
"Stop waktu muncul satu. Hanya itu yang bisa kita lakukan agar api tidak membesar. Kalau sudah gede, apalagi kalau masuk ke lahan gambut, ke pitland lebih sulit lagi," ungkapnya.
"Dikocorin berapa ton airpun juga atasnya saja yang apinya padam, bawahnya masih panas. Asapnya masih keluar karena bawahnya masih api. Hal-hhal seperti ini yang harus terus kita sadarkan kepada masyarakat kita," sambungnya.
Jokowi juga memperingatkan, agar daerah rawan kebakaran karhutla untuk tetap waspada. Dia mengingatkan, kerugian kebakaran hutan tidaklah kecil.
"Karena kerugian kalau sudah membesar, sudah bukan hanya puluhan triliun tapi bisa mencapai ratusan triliun seperti di 2015. Sekali lagi perubahan iklim sekarang ini, panasnya cuaca saat ini kita merasakan semuanya. Sehingga jangan sampai terjadi membesar pada saat cuaca sangat panas dan itu sulit dikendalikan," tuturnya.
Dia memerintahkan agar patroli lapangan juga mulai dilakukan. Dengan begitu penguasaan lapangan oleh aparat akan semain baik. Termasuk juga melibatkan masyarakat.
"Sehingga kita harap kondisi harian di lapangan selalu terpantau. Terus terpantau terus. Ini bedanya dengan negara lain di situ. Coba dicek di Australia, enggak ada Babinsa, Babinkamtibmas engga ada. Mereka hanya punya polisi hutan, penjaga hutan kita juga punya. Itu keuntungan kita. Gunakan instrumen-instrumen yang ada," pungkasnya.
"2017 turun ini terkecil menjadi 150 ribu hektare yang terbakar dari sebelumnya 2,5 juta hektare. Tapi 2018 naik lagi menjadi 590 ribu hektare," kata Jokowi dalam Rakornas Karhutla di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2/2020).
"Ini ada apa? Sudah bagus-bagus 150 kok naik lagi. 2019 naik lagi jadi 1,5 juta. Ini apa lagi? Apa kurang yang dicopot? Apa kurang persiapan?," tambahnya.
(Baca juga: Pemerintah Intensif Hijaukan Kembali Bekas Lahan Longsor)
Pada kesempatan itu Jokowi menegaskan, aturan main dalam penanganan karhutla tidak berubah sejak tahun 2016. Dia mengatakan, jajaran TNI/Polri bisa dicopot jika wilayahnya terjadi kebakaran.
"Tegas saya sampaikan, pasti saya telepon Panglima, ke Kapolri kalau ada kebakaran di wilayah kecil agak membesar, saya tanya dandimnya sudah dicopot belum. Kalau sudah membesar pasti saya tanyakan, Pangdam sama Kapolda sudah diganti belum. Ini aturan main sejak 2016 dan berlaku sampai sekarang," tegasnya.
Lebih lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta ini meminta, agar jajaran di daerah dapat langsung bergerak jika ada titik api yang muncul. Pasalnya jika api sudah membesar akan sulit dipadamkan.
Bahkan kata dia, di negara maju saja kewalahan memadamkan api yang sudah membesar. Dia menyebut titik api sudah muncul di Siak dan Dumai.
"Stop waktu muncul satu. Hanya itu yang bisa kita lakukan agar api tidak membesar. Kalau sudah gede, apalagi kalau masuk ke lahan gambut, ke pitland lebih sulit lagi," ungkapnya.
"Dikocorin berapa ton airpun juga atasnya saja yang apinya padam, bawahnya masih panas. Asapnya masih keluar karena bawahnya masih api. Hal-hhal seperti ini yang harus terus kita sadarkan kepada masyarakat kita," sambungnya.
Jokowi juga memperingatkan, agar daerah rawan kebakaran karhutla untuk tetap waspada. Dia mengingatkan, kerugian kebakaran hutan tidaklah kecil.
"Karena kerugian kalau sudah membesar, sudah bukan hanya puluhan triliun tapi bisa mencapai ratusan triliun seperti di 2015. Sekali lagi perubahan iklim sekarang ini, panasnya cuaca saat ini kita merasakan semuanya. Sehingga jangan sampai terjadi membesar pada saat cuaca sangat panas dan itu sulit dikendalikan," tuturnya.
Dia memerintahkan agar patroli lapangan juga mulai dilakukan. Dengan begitu penguasaan lapangan oleh aparat akan semain baik. Termasuk juga melibatkan masyarakat.
"Sehingga kita harap kondisi harian di lapangan selalu terpantau. Terus terpantau terus. Ini bedanya dengan negara lain di situ. Coba dicek di Australia, enggak ada Babinsa, Babinkamtibmas engga ada. Mereka hanya punya polisi hutan, penjaga hutan kita juga punya. Itu keuntungan kita. Gunakan instrumen-instrumen yang ada," pungkasnya.
(maf)