Ibu Kota Dipindah, Mantan Ibu Kota Ini Justru Berkembang Pesat
A
A
A
JAKARTA - Alasan perpindahan ibu kota nyaris sama hampir di semua negara yang melakukannya, yakni populasi penduduk yang berlebihan, kesemrawutan kota, dan pemerataan ekonomi. Namun, setelah berpindah, banyak bekas ibu kota negara malah berkembang pesat menjadi pusat bisnis dan ekonomi.
Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia, dahulu terkenal semrawut beserta hiruk piruk dan persoalan sosial lainnya. Guna mengurai masalah itu, pada 1999, Pemerintah Malaysia memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Malaysia mengubah Putrajaya agar layak menjadi pusat pemerintahan.Infrastruktur jalan hingga gedung-gedung baru dibangun. Semua kantor pemerintahan dipindahkan. Hasilnya, pada 2013, kata Menteri Keuangan II Malaysia Ahmad Husni Handzalah, pertumbuhan ekonomi Malaysia berkembang signifikan.
Sebaliknya, Kuala Lumpur tumbuh menjadi kota metropolitan dan bisa menyejajarkan diri dengan kota-kota bisnis yang sibuk di dunia. Dengan berbagai fasilitas kota bisnis dan pusat ekonomi, Kuala Lumpur bagi Malaysia tetap menjadi kebanggaan dan Yang Sepi dan Yang Berkembang
ikon negaranya di mata dunia.
Pun demikian dengan Australia. Negara ini memindahkan ibu kota dari Melbourne ke Canberra. Kepadatan penduduk di Melbourne terjadi sangat cepat sehingga pemerintah membuat sayembara internasional untuk menentukan ibu kota baru. Syaratnya, ibu kota yang baru itu harus memiliki wilayah yang luas dan memiliki taman kota yang besar. Alhasil, pada 1927, ibu kota Australia berpindah ke Canberra.“Canberra hadir karena ketika Australia bersatu pada 1901, perebutan antara Sydney dan Melbourne sebagai status ibu kota negara membutuhkan kompromi,” menurut David Whitley, penulis untuk Telegraph Travel.
Akan tetapi, Australia tidak serta-merta meninggalkan ibu kota lama. Melbourne tetap menjadi pusat bisnis dan perekenomian. Ibu kota lama Negeri Kangguru ini malah mendapat predikat “The World’s Most Liveable Cities” (kota paling nyaman untuk ditinggali) dan masih menjadi pusat olahraga serta transportasi Australia.
Sama dengan Jepang. Menurut runutan sejarah, perpindahan ibu kota Jepang dari Kyoto ke Tokyo memakan proses yang panjang. Alasannya hampir sama dengan negara lain, yakni populasi penduduk yang sangat tinggi dan pemerataan ekonomi. Tokyo kini menyandang predikat tiga kota terbesar dan berpengaruh di dunia. Padahal, mulanya hanya sebuah desa terpencil bernama Edo. Edo secara de facto dipilih sebagai ibu kota Jepang seiring dengan dibangunnya Kota Tokyo. Sementara, Kyoto kini menjadi ibu kota kerajaan. Keluarga besar Kaisar Jepang sepenuhnya berada di Kyoto. Kyoto pun menjadi destinasi wisata andalan Jepang untuk menarik turis mancanegara.
Berbanding Terbalik
Di antara cerita sukses bekas ibu kota, ada juga kota-kota yang pernah menjadi ibu kota negara justru semakin sepi. Bekas ibu kota Myanmar, Yangon atau Rangoon, kini hanya penuh dengan kuil Buddha. Padahal, sebelum status ibu kota yang disandangnya dipindahkan, kota ini cukup ramai.
Adapun Almaty tercatat sebagai ibu kota lama Kazakhstan ketika negara itu memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991. Kemudian, pemerintah memindahkan ibu kota ke Kota Astana di utara pada Desember 1997.
Penyebabnya adalah Almaty hanya memiliki sedikit ruang untuk berkembang. Risiko gempa bumi pun cukup besar. Kota tersebut juga sangat dekat dengan negara lain yang baru merdeka, yakni Kyrgyzstan. Kedekatan geografis itu dikhawatirkan menciptakan pergolakan politik. Almaty pun kini makin sepi seperti kota mati.
Begitu pula dengan Belize City, bekas ibu kota Belize, negara kecil di Amerika Tengah yang menjadi negara anggota persemakmuran Inggris. Ibu kota negara tersebut kemudian dipindahkan ke Belmopan pada 1970. Kini, Belize City hanya memiliki jalanan yang diberi nama Victoria Street dan Princess Margaret Drive bersama dengan kotak pos merah khas Inggris. Di sana, terletak sebuah bangunan batu bata St John’s Cathedral dengan tugu peringatan marmer yang memperingati para pengunjung sebelumnya yang terdampak demam kuning. Belize City begitu tenang dan sangat sepi.
Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia, dahulu terkenal semrawut beserta hiruk piruk dan persoalan sosial lainnya. Guna mengurai masalah itu, pada 1999, Pemerintah Malaysia memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Malaysia mengubah Putrajaya agar layak menjadi pusat pemerintahan.Infrastruktur jalan hingga gedung-gedung baru dibangun. Semua kantor pemerintahan dipindahkan. Hasilnya, pada 2013, kata Menteri Keuangan II Malaysia Ahmad Husni Handzalah, pertumbuhan ekonomi Malaysia berkembang signifikan.
Sebaliknya, Kuala Lumpur tumbuh menjadi kota metropolitan dan bisa menyejajarkan diri dengan kota-kota bisnis yang sibuk di dunia. Dengan berbagai fasilitas kota bisnis dan pusat ekonomi, Kuala Lumpur bagi Malaysia tetap menjadi kebanggaan dan Yang Sepi dan Yang Berkembang
ikon negaranya di mata dunia.
Pun demikian dengan Australia. Negara ini memindahkan ibu kota dari Melbourne ke Canberra. Kepadatan penduduk di Melbourne terjadi sangat cepat sehingga pemerintah membuat sayembara internasional untuk menentukan ibu kota baru. Syaratnya, ibu kota yang baru itu harus memiliki wilayah yang luas dan memiliki taman kota yang besar. Alhasil, pada 1927, ibu kota Australia berpindah ke Canberra.“Canberra hadir karena ketika Australia bersatu pada 1901, perebutan antara Sydney dan Melbourne sebagai status ibu kota negara membutuhkan kompromi,” menurut David Whitley, penulis untuk Telegraph Travel.
Akan tetapi, Australia tidak serta-merta meninggalkan ibu kota lama. Melbourne tetap menjadi pusat bisnis dan perekenomian. Ibu kota lama Negeri Kangguru ini malah mendapat predikat “The World’s Most Liveable Cities” (kota paling nyaman untuk ditinggali) dan masih menjadi pusat olahraga serta transportasi Australia.
Sama dengan Jepang. Menurut runutan sejarah, perpindahan ibu kota Jepang dari Kyoto ke Tokyo memakan proses yang panjang. Alasannya hampir sama dengan negara lain, yakni populasi penduduk yang sangat tinggi dan pemerataan ekonomi. Tokyo kini menyandang predikat tiga kota terbesar dan berpengaruh di dunia. Padahal, mulanya hanya sebuah desa terpencil bernama Edo. Edo secara de facto dipilih sebagai ibu kota Jepang seiring dengan dibangunnya Kota Tokyo. Sementara, Kyoto kini menjadi ibu kota kerajaan. Keluarga besar Kaisar Jepang sepenuhnya berada di Kyoto. Kyoto pun menjadi destinasi wisata andalan Jepang untuk menarik turis mancanegara.
Berbanding Terbalik
Di antara cerita sukses bekas ibu kota, ada juga kota-kota yang pernah menjadi ibu kota negara justru semakin sepi. Bekas ibu kota Myanmar, Yangon atau Rangoon, kini hanya penuh dengan kuil Buddha. Padahal, sebelum status ibu kota yang disandangnya dipindahkan, kota ini cukup ramai.
Adapun Almaty tercatat sebagai ibu kota lama Kazakhstan ketika negara itu memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991. Kemudian, pemerintah memindahkan ibu kota ke Kota Astana di utara pada Desember 1997.
Penyebabnya adalah Almaty hanya memiliki sedikit ruang untuk berkembang. Risiko gempa bumi pun cukup besar. Kota tersebut juga sangat dekat dengan negara lain yang baru merdeka, yakni Kyrgyzstan. Kedekatan geografis itu dikhawatirkan menciptakan pergolakan politik. Almaty pun kini makin sepi seperti kota mati.
Begitu pula dengan Belize City, bekas ibu kota Belize, negara kecil di Amerika Tengah yang menjadi negara anggota persemakmuran Inggris. Ibu kota negara tersebut kemudian dipindahkan ke Belmopan pada 1970. Kini, Belize City hanya memiliki jalanan yang diberi nama Victoria Street dan Princess Margaret Drive bersama dengan kotak pos merah khas Inggris. Di sana, terletak sebuah bangunan batu bata St John’s Cathedral dengan tugu peringatan marmer yang memperingati para pengunjung sebelumnya yang terdampak demam kuning. Belize City begitu tenang dan sangat sepi.
(ysw)