Parpol di Senayan Tarik Ulur Soal Ambang Batas Parlemen
A
A
A
JAKARTA - Wacana kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold /PT) pada Pemilu 2024 masih menjadi tarik ulur di Senayan. Sebagian partai menginginkan ada kenaikan PT yang pada Pemilu 2019 sebesar 4%, namun sebagian lainnya, termasuk parpol non parlemen menolaknya.
Sarmuji, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan, pihaknya menginginkan sistem multipartai sederhana sehingga proses pengambilan keputusan di parlemen akan semakin mudah. Selama ini satu di antara faktor yang menjadikan kinerja DPR tidak baik adalah banyak jumlah partai sehingga multipartai sederhana perlu diterapkan. Sebenarnya hal itu sudah menjadi kesadaran banyak orang.
Namun, karena ada hasrat politik, konsep itu tidak bisa terwujud. ”Karena ada hasrat politik sehingga orang mengatakan hal itu akan mematikan demokrasi,” terangnya di Jakarta kemarin.
Ketua Bappilu DPP Partai Golkar itu mengatakan, satu diantara cara mewujudkan multipartai sederhana adalah kenaikan PT sehingga pihaknya tidak sepakat jika ambang batas tidak dinaikkan. Namun, dia belum bisa menyebutkan angka kenaikan yang diinginkan Partai Golkar. Yang terpenting bagaimana melakukan penataan visi demokrasi dan sistem perpolitikan. Soal angka kenaikan, hal itu akan dibahas lebih lanjut. Angka kenaikan PT akan diusulkan dan dibahas dalam revisi UU Pemilu nanti.
Menurut dia, dengan kenaikan jumlah PT, kemungkinan partai di Senayan akan berkurang. ”Mungkin tinggal tujuh partai,” terangnya. Dengan pengurangan jumlah partai, pengelompokan partai akan berubah. Koalisi antar partai akan lebih mudah dilakukan. Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan, pihaknya tidak sepakat dengan usulan sejumlah partai non parlemen yang menginginkan tidak ada kenaikan PT. ”Kami ingin ada kenaikan,” terangnya. Pihaknya mengusulkan kenaikan PT menjadi 7%.
Sejak awal, kata dia, partainya menyuarakan kenaikan PT 7%. Tentu, Partai NasDem akan menyampaikannya secara resmi pada pembahasan revisi UU Pemilu nanti. Menurut dia, kenaikan perlu dilakukan agar demokrasi di Indonesia bisa semakin matang. Kenaikan dibutuhkan untuk rasionalisasi partai politik.
Wakil Ketua Baleg DPR itu mengatakan, jangan sampai politik terlalu bebas dan cair. ”Jangan sampai politik di Indonesia menjadi pasar bebas,” katanya. Untuk itulah, lanjut dia, dibutuhkan kenaikan ambang batas parlemen pada pemilu lima tahun mendatang.
Sebelumnya hasil rakernas PDIP menginginkan ada kenaikan PT dari 4% menjadi 5%. Sementara itu, PPP tidak sependapat dengan kenaikan PT. Partai Kakbah lebih sepakat dengan usulan yang disampaikan partai non parlemen yang menginginkan tidak ada kenaikan ambang batas. ”PPP ingin mengingatkan bahwa kenaikan angka PT akan menambah suara hangus terbuang sia-sia,” ungkap Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi.
Awiek, sapaan akrab Achmad Baidowi, mengatakan, jika PT dinaikkan, akan ada jutaan aspirasi dari masyarakat yang disalurkan melalui partai politik, tapi tidak bisa diteruskanke parlemen karena parpol tersebut tidak lolos angka PT. Menurut dia, kenaikan ambang batas parlemen menafikan keragaman yang menjadi fondasi terbentuknya NKRI. Dia mengatakan bahwa NKRI terbentuk atas konsensus bersama yang menghormati suku, agama, kelompok, maupun golongan. ”Kemarin dari 3,5% naik menjadi 4% saja sudah semakin banyak suara yang hangus,” ucapnya.
Sebelumnya Sekjen DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq angkat bicara mengenai usulan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditingkatkan menjadi 5-7%.
Menurut Rofiq, partai politik yang tidak lolos ke parlemen menghendaki agar ambang batas tersebut ditahan di angka 4%. Hal ini sebagai bagian dari pematangan demokrasi. ”Harapannya dengan ambang batas 4% ini artinya konsolidasi demokrasi bisa berjalan dengan baik,” ujar Rofiq di Kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Senada dengan Rofiq, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengaku tak setuju dengan usulan PDI Perjuangan yang ingin menaikkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold menjadi 5% untuk Pemilu 2024. ”Menurut saya sih 4% sudah terlalu tinggi. Saya kira angka yang paling moderat itu 3%. Jangan tiap tahun naik terus. Nanti kalau naik terus, jadi partai tunggal. Saya kira kita harus menghargai kemajemukan rakyat Indonesia. Begitu majemuk, begitu juga aspirasi partai-partai,” ucap Yusril seusai menutup acara Orientasi Kepengurusan Partai (OKP) DPP Partai Bulan Bintang (PBB) di Bumi Gumati Convention Resort, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Minggu (26/1/2020).
Sedangkan Hanura justru minta diturunkan jadi 3%. ”Harus kita berunding jangan hanya partai-partai besar saja, partai yang kecil di tinggalkan. Kan demokrasi itu begitu, kompromi, kita kompromi, kompromi termasuk dengan wartawan sekarang kita juga berkompromi,” ucap Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) di Jakarta, Sabtu (25/1/2020).
Sarmuji, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan, pihaknya menginginkan sistem multipartai sederhana sehingga proses pengambilan keputusan di parlemen akan semakin mudah. Selama ini satu di antara faktor yang menjadikan kinerja DPR tidak baik adalah banyak jumlah partai sehingga multipartai sederhana perlu diterapkan. Sebenarnya hal itu sudah menjadi kesadaran banyak orang.
Namun, karena ada hasrat politik, konsep itu tidak bisa terwujud. ”Karena ada hasrat politik sehingga orang mengatakan hal itu akan mematikan demokrasi,” terangnya di Jakarta kemarin.
Ketua Bappilu DPP Partai Golkar itu mengatakan, satu diantara cara mewujudkan multipartai sederhana adalah kenaikan PT sehingga pihaknya tidak sepakat jika ambang batas tidak dinaikkan. Namun, dia belum bisa menyebutkan angka kenaikan yang diinginkan Partai Golkar. Yang terpenting bagaimana melakukan penataan visi demokrasi dan sistem perpolitikan. Soal angka kenaikan, hal itu akan dibahas lebih lanjut. Angka kenaikan PT akan diusulkan dan dibahas dalam revisi UU Pemilu nanti.
Menurut dia, dengan kenaikan jumlah PT, kemungkinan partai di Senayan akan berkurang. ”Mungkin tinggal tujuh partai,” terangnya. Dengan pengurangan jumlah partai, pengelompokan partai akan berubah. Koalisi antar partai akan lebih mudah dilakukan. Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan, pihaknya tidak sepakat dengan usulan sejumlah partai non parlemen yang menginginkan tidak ada kenaikan PT. ”Kami ingin ada kenaikan,” terangnya. Pihaknya mengusulkan kenaikan PT menjadi 7%.
Sejak awal, kata dia, partainya menyuarakan kenaikan PT 7%. Tentu, Partai NasDem akan menyampaikannya secara resmi pada pembahasan revisi UU Pemilu nanti. Menurut dia, kenaikan perlu dilakukan agar demokrasi di Indonesia bisa semakin matang. Kenaikan dibutuhkan untuk rasionalisasi partai politik.
Wakil Ketua Baleg DPR itu mengatakan, jangan sampai politik terlalu bebas dan cair. ”Jangan sampai politik di Indonesia menjadi pasar bebas,” katanya. Untuk itulah, lanjut dia, dibutuhkan kenaikan ambang batas parlemen pada pemilu lima tahun mendatang.
Sebelumnya hasil rakernas PDIP menginginkan ada kenaikan PT dari 4% menjadi 5%. Sementara itu, PPP tidak sependapat dengan kenaikan PT. Partai Kakbah lebih sepakat dengan usulan yang disampaikan partai non parlemen yang menginginkan tidak ada kenaikan ambang batas. ”PPP ingin mengingatkan bahwa kenaikan angka PT akan menambah suara hangus terbuang sia-sia,” ungkap Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi.
Awiek, sapaan akrab Achmad Baidowi, mengatakan, jika PT dinaikkan, akan ada jutaan aspirasi dari masyarakat yang disalurkan melalui partai politik, tapi tidak bisa diteruskanke parlemen karena parpol tersebut tidak lolos angka PT. Menurut dia, kenaikan ambang batas parlemen menafikan keragaman yang menjadi fondasi terbentuknya NKRI. Dia mengatakan bahwa NKRI terbentuk atas konsensus bersama yang menghormati suku, agama, kelompok, maupun golongan. ”Kemarin dari 3,5% naik menjadi 4% saja sudah semakin banyak suara yang hangus,” ucapnya.
Sebelumnya Sekjen DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq angkat bicara mengenai usulan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditingkatkan menjadi 5-7%.
Menurut Rofiq, partai politik yang tidak lolos ke parlemen menghendaki agar ambang batas tersebut ditahan di angka 4%. Hal ini sebagai bagian dari pematangan demokrasi. ”Harapannya dengan ambang batas 4% ini artinya konsolidasi demokrasi bisa berjalan dengan baik,” ujar Rofiq di Kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Senada dengan Rofiq, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengaku tak setuju dengan usulan PDI Perjuangan yang ingin menaikkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold menjadi 5% untuk Pemilu 2024. ”Menurut saya sih 4% sudah terlalu tinggi. Saya kira angka yang paling moderat itu 3%. Jangan tiap tahun naik terus. Nanti kalau naik terus, jadi partai tunggal. Saya kira kita harus menghargai kemajemukan rakyat Indonesia. Begitu majemuk, begitu juga aspirasi partai-partai,” ucap Yusril seusai menutup acara Orientasi Kepengurusan Partai (OKP) DPP Partai Bulan Bintang (PBB) di Bumi Gumati Convention Resort, Sukaraja, Kabupaten Bogor, Minggu (26/1/2020).
Sedangkan Hanura justru minta diturunkan jadi 3%. ”Harus kita berunding jangan hanya partai-partai besar saja, partai yang kecil di tinggalkan. Kan demokrasi itu begitu, kompromi, kita kompromi, kompromi termasuk dengan wartawan sekarang kita juga berkompromi,” ucap Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) di Jakarta, Sabtu (25/1/2020).
(ysw)