Angkat Pegawai Non-ASN, Pejabat Bakal Kena Sanksi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) kembali menegaskan, agar pejabat instansi tidak lagi mengangkat pegawai nonaparatur sipil negara (ASN).
(Baca juga: Alasan Pemerintah Tak Mungkin Tangani Eks Honorer K2 Seluruhnya)
Jika dilakukan, pejabat tersebut terancam kena sanksi. Ketentuan ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Seperti diketahui ASN terdiri atas PNS dan PPPK.
"Pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-pns dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Deputi SDM Aparatur Kemenpan RB, Setiawan Wangsaatmaja, di kantornya, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Namun begitu dikatakan Setiawan, belum jelas sanksi apa yang akan diberikan kepada pejabat tersebut. Dia mengatakan, terkait sanksi masih akan dibahas dengan menteri-menteri terkait.
"Sanksinya berarti akan diputuskan bersama-sama menteri terkait," ungkapnya.
Dalam PP tersebut dijelasakan jabatan yang tidak boleh diisi oleh pegawai non ASN antara lain jabatan pimpinan tinggi utama dan madya, jabatan tinggi pratama, jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pelaksana.
Di sisi lain, dia mengatakan masih ada posisi yang bisa diduduki oleh pegawai non ASN yakni tenaga pendukung untuk ahli/konsultan individu, satuan pengamanan, tenaga kebersihan, pengemudi dan juru masak. Dia pun menegaskan bahwa pegawai-pegawai tersebut bukanlah tenaga honorer.
"Setiap kita angkat disebutnya tenaga honorer. Padahal tadi sudah dikelompokkan. Jadi sepanjang mereka mengangkat tenaga ahli, kebersihan, itu sudah ada kelompoknya dimana," ungkapnya.
"Jadi bukan berarti stop semuanya, sampai kita tidak boleh mengangkat tenaga ahli. Disebutkan di sana, tenaga ahli boleh diangkat dengan mekanisme pihak ketiga. Demikian juga tenaga kebersihan, pengamanan dan sebagainya," tambahnya.
Setiawan mengungkapkan, pegawai non-PNS/PPPK masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun sebagaimana yang diatur di dalam PP 49/2018.
Lebih lanjut Setiawan mengatakan, pemerintah masih ada waktu lima tahun untuk melaksanakan PP 49/2018 ini. Sehingga selama kurun waktu lima tahun ini diharapkan semua instansi merapikan komposisi kepegawaian.
"Kita punya waktu transisi lima tahun. Jadi di dalam lima tahun ini, mudah-mudahan instansi pemerintah meninjau lagi ke dalam. Kebutuhannya ini harus sesuai karena harus selektif. Kurang lebih seperti itu. Jadi masa transisi ini mohon digunakan untuk menata kembali kebutuhan yang seusai," pungkasnya.
(Baca juga: Alasan Pemerintah Tak Mungkin Tangani Eks Honorer K2 Seluruhnya)
Jika dilakukan, pejabat tersebut terancam kena sanksi. Ketentuan ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Seperti diketahui ASN terdiri atas PNS dan PPPK.
"Pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-pns dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Deputi SDM Aparatur Kemenpan RB, Setiawan Wangsaatmaja, di kantornya, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Namun begitu dikatakan Setiawan, belum jelas sanksi apa yang akan diberikan kepada pejabat tersebut. Dia mengatakan, terkait sanksi masih akan dibahas dengan menteri-menteri terkait.
"Sanksinya berarti akan diputuskan bersama-sama menteri terkait," ungkapnya.
Dalam PP tersebut dijelasakan jabatan yang tidak boleh diisi oleh pegawai non ASN antara lain jabatan pimpinan tinggi utama dan madya, jabatan tinggi pratama, jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pelaksana.
Di sisi lain, dia mengatakan masih ada posisi yang bisa diduduki oleh pegawai non ASN yakni tenaga pendukung untuk ahli/konsultan individu, satuan pengamanan, tenaga kebersihan, pengemudi dan juru masak. Dia pun menegaskan bahwa pegawai-pegawai tersebut bukanlah tenaga honorer.
"Setiap kita angkat disebutnya tenaga honorer. Padahal tadi sudah dikelompokkan. Jadi sepanjang mereka mengangkat tenaga ahli, kebersihan, itu sudah ada kelompoknya dimana," ungkapnya.
"Jadi bukan berarti stop semuanya, sampai kita tidak boleh mengangkat tenaga ahli. Disebutkan di sana, tenaga ahli boleh diangkat dengan mekanisme pihak ketiga. Demikian juga tenaga kebersihan, pengamanan dan sebagainya," tambahnya.
Setiawan mengungkapkan, pegawai non-PNS/PPPK masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun sebagaimana yang diatur di dalam PP 49/2018.
Lebih lanjut Setiawan mengatakan, pemerintah masih ada waktu lima tahun untuk melaksanakan PP 49/2018 ini. Sehingga selama kurun waktu lima tahun ini diharapkan semua instansi merapikan komposisi kepegawaian.
"Kita punya waktu transisi lima tahun. Jadi di dalam lima tahun ini, mudah-mudahan instansi pemerintah meninjau lagi ke dalam. Kebutuhannya ini harus sesuai karena harus selektif. Kurang lebih seperti itu. Jadi masa transisi ini mohon digunakan untuk menata kembali kebutuhan yang seusai," pungkasnya.
(maf)