Haris Azhar Pertanyakan Pengembalian Aset Tanah Kasus Korupsi ke Kejagung

Senin, 27 Januari 2020 - 14:05 WIB
Haris Azhar Pertanyakan...
Haris Azhar Pertanyakan Pengembalian Aset Tanah Kasus Korupsi ke Kejagung
A A A
JAKARTA - Lokataru Foundation bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk mempertanyakan tentang pengembalian aset kasus korupsi Hendra Rahardja dan Lee Darmawan pada awal tahun 1990 silam. Pasalnya, masih ada aset yang belum jelas pengembaliannya ke negara.

Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar mengatakan dalam kasus korupsi Lee Dermawan itu, kejaksaan selaku penyidik menyita 11 juta meter persegi tanah miliknya. Sejauh ini, berdasarkan berdasarkan Nota Dinas Kejagung tahun 2018 hingga saat ini barang rampasan berupa tanah dan bangunan berdasarkan putusan di tersebut telah dieksekusi serta diserahkan ke Bank Indonesia (BI) sebesar 10 juta meter persegi.

"Jadi masih tersisa 1 juta lebih meter persegi. Tapi juga ada sekitar 800 ribu meter persegi asetnya Lee Darmawan yang terikut disita dan tak ada di dalam putusan, artinya ada di dalam kejaksaan," ujarnya pada wartawan di Kejagung, Jakarta, Senin (27/1/2020).

Maka itu, kata dia, pihaknya mempertanyakan tentang adanya penyitaan yang berlebihdan dari kejaksaan, kedua aset yang dirampas ke Kejagung oleh jaksa itu apakah sudah dibalikkan ke negara ataukah belum, baik melalui BI ataukah didaftarkan ke Kementerian Keuangan. Pasalnya, pihaknya mencium kalau aset itu justru berpotensi dikorupsi oleh para jaksa dan dijual.

"Di zamannya Prasetyo (Jaksa Agung Muda M Prasetyo), salah satu kasus yang dijadikan banyak permainan itu kasus Lee Darmawan. Di lapangan kami menemukan yang disebut secara fisik ya, yang dimaksud dengan asetnya Lee Darmawan itu, itu sudah dikuasai oleh orang lain sehingga kemungkinannya apakah sudah ada peralihan hak ke orang lain secara sah, atau memang dijualbelikan oleh para jaksa?" tuturnya.

Menurutnya, yang bertanggung jawab terkait aset itu adalah jaksa sehingga Lokataru pun mempertanyakannya ke Pusat Pengelolaan Aset, yang memang dibuat untuk menarik aset dari kasus korupsi dan penegakan hukum agar disetorkan ke negara. Namun, dia menyayangkan lantaran jawaban pihak Pusat Pengelolaan Aset Kejagung RI itu terkesan tak profesional.

"Pertama saya tak terima beberapa di antara mereka bilang baru, kasus ini sudah lama, dan mereka belum masuk kejaksaan. Menurut saya itu tak profesional karena kita berurusan dengan institusi, bukan dengan individu-individu," terangnya.

Lalu, paparnya, pihak Kejagung pun menyebutkan mereka tak memiliki dokumennya, padahal kasus itu sudah diadili di pengadilan. Sehingga aneh bila sampai Kejagung menyebut tak memiliki dokumen tersebut, sedangkan semua aset Lee Darmawan sudah disita pula sebelumnya oleh Kejagung.

"Aset itu disita, lalu dibawa ke pengadilan dan pengadilan memutuskan. Kemudian hari ini mereka bilang tak punya dokumen, kan aneh? Dahulu waktu menyita, apa yang disita? Tak mungkin mereka sita tanah, orang tanahnya ada di ribuan lokasi. Kemudian nyita dokumen, tapi dokumen itu tak ada, ini kan tambah misterius lagi," terangnya.

Ke depan, pihaknya dan ICW pun bakal memyampaikan sejumlah temuan dan aset material yang disita tapi banyak yang hilang dan diperjualbelikan oleh eksekutor dan pihak tertentu. Pihaknya pun sudah melakukan pemantauan dan melakukan pengecekan ke sejumlah titik tanah yang disita itu dan ditemukan tanah itu sudah banyak diduduki sejumlah pihak.

"Kita akan kasih waktu seminggu. Kalau misalnya mereka (Kejagung) tak jawab surat kita, akan kita ekspose lagi beberapa kasus baru," katanya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8757 seconds (0.1#10.140)