Antisipasi Penyebaran Virus Korona
A
A
A
PENYAKIT pneumonia mematikan yang disebabkan virus Koran kini meresahkan penduduk dunia. Penyebaran virus yang masif secara cepat itu tentunya harus disikapi serius oleh pemerintah Indonesia. Penduduk dunia kini waswas virus yang di Eropa dan Amerika Serikat (AS) populer dengan "Virus Wuhan" itu akan mengulangi kengerian yang dihadirkan virus penyebab pneumonia pada 2002-2003 silam yakni SARS. Apalagi virus korona penularannya sudah manusia ke manusia dan dalam waktu yang cepat.
Juga tempat pertama kali ditemukan pun tak terlalu jauh dengan episentrum virus korona, yakni Provinsi Guangdong, di daratan China juga. SARS membunuh 774 orang di seluruh dunia, dan dalam waktu setahun menyebar ke 37 negara. Tak hanya itu, infeksi virus flu burung atau H5N1 dari unggas ke manusia pertama kali ditemukan di Hong Kong, juga di kawasan China. Korban tewas akibat wabah virus korona tercatat sebanyak 41 orang di China, dan diperkirakan lebih dari 1.400 orang terinfeksi di seluruh dunia. Sebagian besar berada di China.
Banyak yang beranggapan, penyebaran penyakit dari hewan ke manusia itu lantaran kebiasaan warga China yang mengonsumsi banyak jenis binatang tanpa melalui proses pengolahan yang layak. Namun demikian, banyak juga yang mengaitkan penyebaran virus itu dengan kebocoran fasilitas laboratorium penelitian virus yang letaknya sekitar 35 kilometer dari jantung kota Wuhan.
Terlepas dari bagaimana cara virus tersebut menyebar, dan apa penyebabnya, namun pemerintah Indonesia harus tanggap dan melakukan langkah antisipatif sebelum virus mematikan itu masuk atau terbawa masuk ke Indonesia. Beberapa negara telah mengeluarkan travel warning dan melarang bepergian kepada warganya, tak hanya ke Wuhan, tetapi juga ke China. Hal ini dengan pertimbangan virus korona terindikasi sudah menyebar ke Beijing dan Shanghai.
Tak hanya itu, negara-negara di Eropa, Asia, dan AS mengawasi ketat wisatawan ataupun warga negaranya yang melakukan perjalanan dari China. Hal yang sama juga harus diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Tak cukup hanya memantau melalui pemindai suhu tubuh di bandara yang berstatus internasional saja, tetapi juga di bandara-bandara khusus yang selama ini menjadi tempat kedatangan warga negara China, khususnya yang berstatus sebagai tenaga kerja proyek. Artinya, pemerintah tidak terfokus pada wisatawan asal China saja. Bandara Soekarno-Hatta harus diawasi ketat, karena bandara ini sangat padat, melayani lebih dari 200.000 penumpang pesawat per hari mengalahkan Bandara Changi di Singapura.
Pemerintah juga harus meningkatkan peran dalam menekan potensi penyebaran virus tersebut di dalam negeri. Dengan melakukan pengawasan yang ketat di tempat-tempat mobilisasi penumpang seperti terminal bus, stasiun kereta api, dan pusat perbelanjaan. Di Jabodetabek saja misalnya, jumlah pengguna moda transportasi kereta api seperti Commuter Line, Transjakarta, dan angkutan umum lainnya sangat besar. Bahkan saat jam-jam sibuk, jumlah penumpang terkadang melebihi kapasitas angkutnya. Hal itu tentu berpotensi sebagai tempat menyebarnya virus.
Jika perlu, dan tentu harus menjadi pertimbangan pemerintah, untuk sementara pemerintah menyetop dahulu masuknya pekerja asing asal China untuk beberapa proyek yang dibiayai dari pemerintah China. Para pekerja yang sudah telanjur berada di Indonesia segera didatai dan dilakukan pemeriksaan khusus, untuk memastikan mereka terbebas dari virus mematikan itu.
Virus korona sudah terdeteksi di Singapura, Thailand, bahkan Malaysia yang diduga terbawa oleh warga negara China yang berkunjung ke negara-negara tersebut. Karena itu, langkah preventif harus segera diambil. Pemerintah tidak boleh lengah mengantisipasi bencana yang sudah menimbulkan korban jiwa itu.
Perlindungan terhadap nyawa warga negara Indonesia adalah jauh lebih utama dibandingkan membiarkan virus korona terbawa masuk ke Indonesia dari negara asalnya atas nama devisa dari pariwisata maupun investasi. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya. Apalagi kasus terduga pengidap virus korona terdeteksi di Jambi dan Manado.
Pemerintah perlu memberikan edukasi terhadap para pemangku kepentingan seperti biro perjalanan wisata, pengusaha hotel, maskapai penerbangan, dan pihak lain terkait cara pencegahan terhadap potensi penyebaran virus korona itu. Pemerintah daerah baik tingkat provinsi, kabupaten/kota harus dilibatkan karena hal ini menyangkut keselamatan nasional.
Virus korona saat ini menjadi momok bagi dunia. Berbagai negara telah menghentikan sementara penerbangan ke Kota Wuhan, dan beberapa kota lainnya. Juga melarang untuk sementara waktu warga negara China yang akan berkunjung ke beberapa negara. Hingga kini belum ada travel warning dari pemerintah Indonesia kepada warga negaranya untuk tidak bepergian ke China. Padahal, hal itu sangat perlu untuk menjaga keselamatan warga negara Indonesia. Saatnya pemerintah bersikap tegas untuk menyelamatkan rakyatnya dari potensi bencana yang mematikan itu.
Juga tempat pertama kali ditemukan pun tak terlalu jauh dengan episentrum virus korona, yakni Provinsi Guangdong, di daratan China juga. SARS membunuh 774 orang di seluruh dunia, dan dalam waktu setahun menyebar ke 37 negara. Tak hanya itu, infeksi virus flu burung atau H5N1 dari unggas ke manusia pertama kali ditemukan di Hong Kong, juga di kawasan China. Korban tewas akibat wabah virus korona tercatat sebanyak 41 orang di China, dan diperkirakan lebih dari 1.400 orang terinfeksi di seluruh dunia. Sebagian besar berada di China.
Banyak yang beranggapan, penyebaran penyakit dari hewan ke manusia itu lantaran kebiasaan warga China yang mengonsumsi banyak jenis binatang tanpa melalui proses pengolahan yang layak. Namun demikian, banyak juga yang mengaitkan penyebaran virus itu dengan kebocoran fasilitas laboratorium penelitian virus yang letaknya sekitar 35 kilometer dari jantung kota Wuhan.
Terlepas dari bagaimana cara virus tersebut menyebar, dan apa penyebabnya, namun pemerintah Indonesia harus tanggap dan melakukan langkah antisipatif sebelum virus mematikan itu masuk atau terbawa masuk ke Indonesia. Beberapa negara telah mengeluarkan travel warning dan melarang bepergian kepada warganya, tak hanya ke Wuhan, tetapi juga ke China. Hal ini dengan pertimbangan virus korona terindikasi sudah menyebar ke Beijing dan Shanghai.
Tak hanya itu, negara-negara di Eropa, Asia, dan AS mengawasi ketat wisatawan ataupun warga negaranya yang melakukan perjalanan dari China. Hal yang sama juga harus diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Tak cukup hanya memantau melalui pemindai suhu tubuh di bandara yang berstatus internasional saja, tetapi juga di bandara-bandara khusus yang selama ini menjadi tempat kedatangan warga negara China, khususnya yang berstatus sebagai tenaga kerja proyek. Artinya, pemerintah tidak terfokus pada wisatawan asal China saja. Bandara Soekarno-Hatta harus diawasi ketat, karena bandara ini sangat padat, melayani lebih dari 200.000 penumpang pesawat per hari mengalahkan Bandara Changi di Singapura.
Pemerintah juga harus meningkatkan peran dalam menekan potensi penyebaran virus tersebut di dalam negeri. Dengan melakukan pengawasan yang ketat di tempat-tempat mobilisasi penumpang seperti terminal bus, stasiun kereta api, dan pusat perbelanjaan. Di Jabodetabek saja misalnya, jumlah pengguna moda transportasi kereta api seperti Commuter Line, Transjakarta, dan angkutan umum lainnya sangat besar. Bahkan saat jam-jam sibuk, jumlah penumpang terkadang melebihi kapasitas angkutnya. Hal itu tentu berpotensi sebagai tempat menyebarnya virus.
Jika perlu, dan tentu harus menjadi pertimbangan pemerintah, untuk sementara pemerintah menyetop dahulu masuknya pekerja asing asal China untuk beberapa proyek yang dibiayai dari pemerintah China. Para pekerja yang sudah telanjur berada di Indonesia segera didatai dan dilakukan pemeriksaan khusus, untuk memastikan mereka terbebas dari virus mematikan itu.
Virus korona sudah terdeteksi di Singapura, Thailand, bahkan Malaysia yang diduga terbawa oleh warga negara China yang berkunjung ke negara-negara tersebut. Karena itu, langkah preventif harus segera diambil. Pemerintah tidak boleh lengah mengantisipasi bencana yang sudah menimbulkan korban jiwa itu.
Perlindungan terhadap nyawa warga negara Indonesia adalah jauh lebih utama dibandingkan membiarkan virus korona terbawa masuk ke Indonesia dari negara asalnya atas nama devisa dari pariwisata maupun investasi. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya. Apalagi kasus terduga pengidap virus korona terdeteksi di Jambi dan Manado.
Pemerintah perlu memberikan edukasi terhadap para pemangku kepentingan seperti biro perjalanan wisata, pengusaha hotel, maskapai penerbangan, dan pihak lain terkait cara pencegahan terhadap potensi penyebaran virus korona itu. Pemerintah daerah baik tingkat provinsi, kabupaten/kota harus dilibatkan karena hal ini menyangkut keselamatan nasional.
Virus korona saat ini menjadi momok bagi dunia. Berbagai negara telah menghentikan sementara penerbangan ke Kota Wuhan, dan beberapa kota lainnya. Juga melarang untuk sementara waktu warga negara China yang akan berkunjung ke beberapa negara. Hingga kini belum ada travel warning dari pemerintah Indonesia kepada warga negaranya untuk tidak bepergian ke China. Padahal, hal itu sangat perlu untuk menjaga keselamatan warga negara Indonesia. Saatnya pemerintah bersikap tegas untuk menyelamatkan rakyatnya dari potensi bencana yang mematikan itu.
(thm)