Bendung Wabah Pneumonia, Indonesia Tetapkan Siaga I Virus Korona
A
A
A
JAKARTA - Indonesia tidak mau kecolongan virus korona yang memicu wabah pneumonia di China. Untuk membendung wabah tersebut menyebar ke Tanah Air, kemarin Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendeklarasikan status siaga satu virus korona.
Langkah progresif ini memang harus diambil mengingat penyebaran wabah pneumonia tersebut terbilang sangat cepat. Bahkan kemarin terungkap adanya suspect pneumonia yang tengah diisolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso. RSUP Sanglah Bali juga melaporkan tengah memeriksa 2 turis dari China rujukan dari Rumah Sakit Bali International Medical Centre (BIMC).
Laporan teranyar, hingga kemarin jumlah pasien pneumonia di China mencapai 830 orang, 26 diantaranya meninggal, dan puluhan lainnya dalam kondisi kritis. Selain di China, wabah juga menyebar ke Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Hong Kong, Makau, dan Amerika Serikat (AS). Negara tetangga di kawasan ASEAN, yakni Vietnam, Thailand, Singapura, dan Filipina, pun sudah mengonfirmasi masuknya wabah pneumonia ke negara mereka.
“Kita sudah siaga satu ini, nggak ada tidurnya. Jadi tenang, saya bekerja membantu masyarakat untuk tidak usah khawatir,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto seperti dikutip situs resmi Kemenkes kemarin.
Dengan status ini Kemenkes terus memantau potensi penyebaran virus korona. Terawan juga memastikan pihaknya melakukan pengecekan pengunjung di bandara maupun pelabuhan pintu masuk melalui alat pengukur suhu.
"Kami waspadai, apakah dia kena tanda flu, yang bisa terlihat karena semua peralatan di bandara itu siap 24 jam, baik di pelabuhan laut maupun darat,” imbuhnya. (Baca: DPR Minta Kemenkes-Kemlu Koordiasi Antisipasi Virus Korona)
Pemberlakuan siaga satu seiring dengan instruksi Presiden Jokowi agar Menkes mengantisipasi dan bersiaga menghadapi penyebaran wabah virus korona. Sikap ini diambil karena wabah tersebut telah dikonfirmasi di sejumlah negara Asia Tenggara. ”Yang paling penting, kita waspada, hati-hati. Saya sudah perintahkan ke Menteri Kesehatan untuk diawasi secara detail,” ujarnya di Istana Negara kemarin.
Jokowi menuturkan, sejauh ini pemerintah telah mengambil langkah preventif dengan memperketat pengawasan di bandara untuk mendeteksi dan memantau suhu tubuh penumpang dalam rangka pemeriksaan awal. Berdasar informasi yang diterimanya, sejauh ini belum ada indikasi virus korona masuk Indonesia. Meski demikian pihaknya akan terus memantau perkembangan dari wabah tersebut.
Selain Kemenkes, kesiagaan juga telah dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Langkah ini diantaranya dilakukan dengan melarang dua maskapai nasional —Sriwijaya Air dan Lion Air— terbang ke Kota Wuhan, Tiongkok. Sebagai informasi, dua maskapai tersebut melayani penerbangan Wuhan menuju Denpasar dan Manado. Keputusan tersebut sekaligus merespons Notice to Airmen (Notam) G0108/20 yang diterbitkan International Notam Office Beijing.
Notam menyatakan Bandara Internasional Wuhan Tianhe tak dapat digunakan mulai 23 Januari 11.00 sampai 2 Februari pukul 15.59 waktu setempat. Bandara hanya dapat dipakai jika kondisi darurat saja. “Kami telah berkoordinasi intensif dengan seluruh maskapai untuk antisipasi penyebaran virus pneumonia lewat jalur penerbangan,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti dalam keterangan resmi Kemenhub kemarin.
Masih mengenai kesiagaan menghadapi ancaman wabah pneumonia, Kemenhub juga merilis Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Perhubungan Udara melalui Direktur Keamanan Penerbangan Nomor SE.001/DKP/I/2020 Tanggal 20 Januari 2020. Inti dari SE tersebut adalah imbauan kepada maskapai dan petugas lalu lintas udara serta petunjuk apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus korona.
“Kami telah melakukan koordinasi intensif kepada seluruh maskapai penerbangan di Indonesia untuk mengantisipasi kemungkinan penyebaran virus pneumonia masuk ke Indonesia melalui aktivitas penerbangan,” kata Polana.
Bangun Rumah Sakit
Selain mengisolasi kota-kota yang terpapar wabah pneumonia, Pemerintah China kini tengah membangun rumahsakit (RS) baru khusus untuk pasien pneumonia. RS yang didirikan di atas lahan seluas 25.000 meter persegi itu akan memiliki 1.000 kamar dan akan dibuka pada 3 Februari mendatang. Cara ini juga pernah diambil China selama menghadapi wabah SARS pada 2003.
Dengan demikian, pembangunan Xiaotangshan Hospital hanya butuh waktu tujuh hari. Saat ini pasien pneumonia dirawat di sejumlah RS dan 61 klinik yang tersebar di Wuhan. “RS itu memiliki model bangunan yang sama dengan Xiaotangshan Hospital sehingga konstruksinya akan berlangsung sangat cepat,” ungkap Pemerintah KotaWuhan.
Sebelumnya China memutuskan mengisolasi Kota Wuhan untuk mencegah penyebaran pneumonia. Sebagai bagian isolasi, Wuhan memasang 335 termometer inframerah di bandara, stasiun kereta api, terminal bus, dan pelabuhan. Pengunjung dengan suhu tubuh tinggi disertai gejala yang menyerupai pneumonia akan ditangani langsung dokter spesialis. Perjalanannya akan dibatalkan, dijadwal ulang, dan ongkosnya dikembalikan.
Operator lalu lintas juga akan mengawasi dan memeriksa setiap kendaraanyang memasuki atau keluar dari Wuhan, terutama mobil yang mengangkut hewan ternak atau hewan liar. Pasar seafood, supermarket, dan restoran juga diperiksa secara ketat setiap hari. Para ahli menduga sumber virus berasal dari hewan liar, dalam ini kelelawar. (Baca juga: Seorang Pasien RSPI Sulianti Saroso Diduga Terjankit Virus Korona)
Pemerintah China memang harus berjuang ekstra keras menghadapi wabah ini. Betapa tidak, perkembangan teranyar, beberapa orang yang meninggal karena virus 2019-nCoV, jenis baru dari virus korona, tanpa menunjukkan gejala demam. Artinya virus yang pertama muncul di Wuhan ini tak hanya misterius, tapi juga semakin menakutkan.
Komisi Kesehatan Hubei, China, mengatakan pada hari Jumat (24/1/2020) bahwa tujuh orang lagi telah meninggal karena infeksi virus 2019-nCoV. Enam orang meninggal di Wuhan dan kematian lainnya terjadi di Yichang yang berjarak sekitar 200 mil dari pusat penyebaran virus tersebut. Dari 24 orang yang meninggal di Hubei, provinsi tempat Kota Wuhan berada, 7 di antaranya memiliki gejala selain demam seperti kesulitan bernapas, sesak dada, dan batuk.
“Jika virus ini dapat ditularkan tanpa menyebabkan demam, lebih mudah bagi infeksi untuk melakukan perjalanan global karena hanya dapat tetap di bawah radar untuk sementara waktu,” kata Ramanan Laxminarayan, Direktur Centre for Disease Dynamics, Economics & Policy, di Washington, DC, sebagaimana dikutip Bloomber.
Munculnya virus 2019-nCoV menimbulkan pemandangan mengerikan di Wuhan. Di kota itu beberapa orang yang terinfeksi virus terlihat ambruk di jalan-jalan di dekat gedung dan didekati para petugas medis berjas hazmat. Orang-orang terinfeksi virus mirip SARS ini terlihat berbaring tak bergerak di lantai dan tanah di kota tersebut. Pemandangan ini membuat Wuhan kini dijuluki media Barat sebagai zombieland.
Meski demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggap wabah ini sebagai wabah lokal sehingga mereka tidak membunyikan alarm darurat internasional. Direktur Jenderal (Dirjen) WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan WHO tidak dapat mengeluarkan status darurat internasional secara sembarangan.
“Kami selalu mempertimbangkannya secara matang sesuai dengan bukti yang kami miliki,” ujar Tedros seperti dikutip Daily China. “Tim kami di China telah menjalin kerja sama dengan para ahli kesehatan lokal dan pemerintah untuk menyelidiki wabah ini. China telah menghadapi kasus ini dengan sangat baik,” tambah Tedros. (Muh Shamil/Kiswondari/Dita Angga/Rina Anggraini/SINDOnews)
Langkah progresif ini memang harus diambil mengingat penyebaran wabah pneumonia tersebut terbilang sangat cepat. Bahkan kemarin terungkap adanya suspect pneumonia yang tengah diisolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso. RSUP Sanglah Bali juga melaporkan tengah memeriksa 2 turis dari China rujukan dari Rumah Sakit Bali International Medical Centre (BIMC).
Laporan teranyar, hingga kemarin jumlah pasien pneumonia di China mencapai 830 orang, 26 diantaranya meninggal, dan puluhan lainnya dalam kondisi kritis. Selain di China, wabah juga menyebar ke Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Hong Kong, Makau, dan Amerika Serikat (AS). Negara tetangga di kawasan ASEAN, yakni Vietnam, Thailand, Singapura, dan Filipina, pun sudah mengonfirmasi masuknya wabah pneumonia ke negara mereka.
“Kita sudah siaga satu ini, nggak ada tidurnya. Jadi tenang, saya bekerja membantu masyarakat untuk tidak usah khawatir,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto seperti dikutip situs resmi Kemenkes kemarin.
Dengan status ini Kemenkes terus memantau potensi penyebaran virus korona. Terawan juga memastikan pihaknya melakukan pengecekan pengunjung di bandara maupun pelabuhan pintu masuk melalui alat pengukur suhu.
"Kami waspadai, apakah dia kena tanda flu, yang bisa terlihat karena semua peralatan di bandara itu siap 24 jam, baik di pelabuhan laut maupun darat,” imbuhnya. (Baca: DPR Minta Kemenkes-Kemlu Koordiasi Antisipasi Virus Korona)
Pemberlakuan siaga satu seiring dengan instruksi Presiden Jokowi agar Menkes mengantisipasi dan bersiaga menghadapi penyebaran wabah virus korona. Sikap ini diambil karena wabah tersebut telah dikonfirmasi di sejumlah negara Asia Tenggara. ”Yang paling penting, kita waspada, hati-hati. Saya sudah perintahkan ke Menteri Kesehatan untuk diawasi secara detail,” ujarnya di Istana Negara kemarin.
Jokowi menuturkan, sejauh ini pemerintah telah mengambil langkah preventif dengan memperketat pengawasan di bandara untuk mendeteksi dan memantau suhu tubuh penumpang dalam rangka pemeriksaan awal. Berdasar informasi yang diterimanya, sejauh ini belum ada indikasi virus korona masuk Indonesia. Meski demikian pihaknya akan terus memantau perkembangan dari wabah tersebut.
Selain Kemenkes, kesiagaan juga telah dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Langkah ini diantaranya dilakukan dengan melarang dua maskapai nasional —Sriwijaya Air dan Lion Air— terbang ke Kota Wuhan, Tiongkok. Sebagai informasi, dua maskapai tersebut melayani penerbangan Wuhan menuju Denpasar dan Manado. Keputusan tersebut sekaligus merespons Notice to Airmen (Notam) G0108/20 yang diterbitkan International Notam Office Beijing.
Notam menyatakan Bandara Internasional Wuhan Tianhe tak dapat digunakan mulai 23 Januari 11.00 sampai 2 Februari pukul 15.59 waktu setempat. Bandara hanya dapat dipakai jika kondisi darurat saja. “Kami telah berkoordinasi intensif dengan seluruh maskapai untuk antisipasi penyebaran virus pneumonia lewat jalur penerbangan,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti dalam keterangan resmi Kemenhub kemarin.
Masih mengenai kesiagaan menghadapi ancaman wabah pneumonia, Kemenhub juga merilis Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Perhubungan Udara melalui Direktur Keamanan Penerbangan Nomor SE.001/DKP/I/2020 Tanggal 20 Januari 2020. Inti dari SE tersebut adalah imbauan kepada maskapai dan petugas lalu lintas udara serta petunjuk apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus korona.
“Kami telah melakukan koordinasi intensif kepada seluruh maskapai penerbangan di Indonesia untuk mengantisipasi kemungkinan penyebaran virus pneumonia masuk ke Indonesia melalui aktivitas penerbangan,” kata Polana.
Bangun Rumah Sakit
Selain mengisolasi kota-kota yang terpapar wabah pneumonia, Pemerintah China kini tengah membangun rumahsakit (RS) baru khusus untuk pasien pneumonia. RS yang didirikan di atas lahan seluas 25.000 meter persegi itu akan memiliki 1.000 kamar dan akan dibuka pada 3 Februari mendatang. Cara ini juga pernah diambil China selama menghadapi wabah SARS pada 2003.
Dengan demikian, pembangunan Xiaotangshan Hospital hanya butuh waktu tujuh hari. Saat ini pasien pneumonia dirawat di sejumlah RS dan 61 klinik yang tersebar di Wuhan. “RS itu memiliki model bangunan yang sama dengan Xiaotangshan Hospital sehingga konstruksinya akan berlangsung sangat cepat,” ungkap Pemerintah KotaWuhan.
Sebelumnya China memutuskan mengisolasi Kota Wuhan untuk mencegah penyebaran pneumonia. Sebagai bagian isolasi, Wuhan memasang 335 termometer inframerah di bandara, stasiun kereta api, terminal bus, dan pelabuhan. Pengunjung dengan suhu tubuh tinggi disertai gejala yang menyerupai pneumonia akan ditangani langsung dokter spesialis. Perjalanannya akan dibatalkan, dijadwal ulang, dan ongkosnya dikembalikan.
Operator lalu lintas juga akan mengawasi dan memeriksa setiap kendaraanyang memasuki atau keluar dari Wuhan, terutama mobil yang mengangkut hewan ternak atau hewan liar. Pasar seafood, supermarket, dan restoran juga diperiksa secara ketat setiap hari. Para ahli menduga sumber virus berasal dari hewan liar, dalam ini kelelawar. (Baca juga: Seorang Pasien RSPI Sulianti Saroso Diduga Terjankit Virus Korona)
Pemerintah China memang harus berjuang ekstra keras menghadapi wabah ini. Betapa tidak, perkembangan teranyar, beberapa orang yang meninggal karena virus 2019-nCoV, jenis baru dari virus korona, tanpa menunjukkan gejala demam. Artinya virus yang pertama muncul di Wuhan ini tak hanya misterius, tapi juga semakin menakutkan.
Komisi Kesehatan Hubei, China, mengatakan pada hari Jumat (24/1/2020) bahwa tujuh orang lagi telah meninggal karena infeksi virus 2019-nCoV. Enam orang meninggal di Wuhan dan kematian lainnya terjadi di Yichang yang berjarak sekitar 200 mil dari pusat penyebaran virus tersebut. Dari 24 orang yang meninggal di Hubei, provinsi tempat Kota Wuhan berada, 7 di antaranya memiliki gejala selain demam seperti kesulitan bernapas, sesak dada, dan batuk.
“Jika virus ini dapat ditularkan tanpa menyebabkan demam, lebih mudah bagi infeksi untuk melakukan perjalanan global karena hanya dapat tetap di bawah radar untuk sementara waktu,” kata Ramanan Laxminarayan, Direktur Centre for Disease Dynamics, Economics & Policy, di Washington, DC, sebagaimana dikutip Bloomber.
Munculnya virus 2019-nCoV menimbulkan pemandangan mengerikan di Wuhan. Di kota itu beberapa orang yang terinfeksi virus terlihat ambruk di jalan-jalan di dekat gedung dan didekati para petugas medis berjas hazmat. Orang-orang terinfeksi virus mirip SARS ini terlihat berbaring tak bergerak di lantai dan tanah di kota tersebut. Pemandangan ini membuat Wuhan kini dijuluki media Barat sebagai zombieland.
Meski demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggap wabah ini sebagai wabah lokal sehingga mereka tidak membunyikan alarm darurat internasional. Direktur Jenderal (Dirjen) WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan WHO tidak dapat mengeluarkan status darurat internasional secara sembarangan.
“Kami selalu mempertimbangkannya secara matang sesuai dengan bukti yang kami miliki,” ujar Tedros seperti dikutip Daily China. “Tim kami di China telah menjalin kerja sama dengan para ahli kesehatan lokal dan pemerintah untuk menyelidiki wabah ini. China telah menghadapi kasus ini dengan sangat baik,” tambah Tedros. (Muh Shamil/Kiswondari/Dita Angga/Rina Anggraini/SINDOnews)
(ysw)