Emirsyah Satar Didakwa Lakukan 7 Perbuatan TPPU

Senin, 30 Desember 2019 - 21:10 WIB
Emirsyah Satar Didakwa...
Emirsyah Satar Didakwa Lakukan 7 Perbuatan TPPU
A A A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar telah melakukan tujuh perbuatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) disertai penerimaan suap mencapai lebih Rp46 miliar.

Surat dakwaan nomor: 134/TUT.01.04/24/12/2019 atas nama Emirsyah Satar dibacakan secara bergantian oleh JPU yang dipimpin Wawan Yunarwanto dan Lie Putra Setiawan dengan anggota di antaranya Ariawan Agustiartono, Ni Nengah Gina Saraswati, Nanang Suryadi, dan Heradian Salipi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12/2019).

Surat dakwaan tersebut disusun secara kumulatif dengan penerimaan suap pada dakwaan pertama dan TPPU pada dakwaan kedua.

JPU Nanang Suryadi menyatakan, Emirsyah Satar bersama-sama dengan terdakwa pemilik Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, dan Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo telah melakukan perbuatan TPPU kurun sekitar 28 November 2011 hingga 8 Mei 2012 dan Juni 2014 di sejumlah tempat. Di antaranya di PT Bank UOB Indonesia Cabang UOB Plaza Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jalan Pinang Merah II Blok SK Persil Nomor 7 dan Persil Nomor 8 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore 449306.

Apartemen Unit 307 di 05 Kilda Road Melbourne Australia atau tempat-tempat lain yang masih dalam wilayah hukum pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Nanang membeberkan, Emirsyah telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan TPPU. Pertama, mentransfer uang menggunakan rekening atas nama Woodlake International Limited di Union Bank of Switzerland (UOB). Masing-masing ke rekening milik Mia Badilla Suhodo berjumlah SGD291.785.

Uang dari rekening milik Mia kemudian ditransfer sebesar SGD162.124 ke rekening atas nama Sandrina Abubakar (isteri Emirsyah, meninggal awal Agustus 2018) kurun 24 Juli 2012 hingga 12 Juni 2013, sejumlah SGD45.300 ke rekening atas nama Sandrani Abubakar di kurun 31 Mei 2012 hingga 4 Juli 2012, dan sebesar SGD2.476 ke rekening atas mana Eghadana Rasyid Satar (anak Emirsyah) di Commonwealth Bank of Australia.

Kedua, membayarkan sejumlah USD841.919 untuk pelunasan hutang kredit di PT Bank United Overseas Bank (UOB) Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174. Ketiga, membayarkan uang SGD104.999 dengan menggunakan rekening milik Mia Badilla Suhodo dan bank lain atas nama Sandrina Abubakar serta rekening atas nama Sadrani Abubakar untuk pembayaran biaya renovasi rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK Persil Nomor 7 dan Persil Nomor 8.

Keempat, membayarkan pembelian apartemen Unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne Australia dengan harga USD835.000. Untuk pembayaran ini, anak Emirsyah yakni Egadhana Rasyid Satar telah mengkonversikan uang tersebut menjadi AUD805.984,56 dan dibayarkan ke Lily Ong.

Kelima, menempatkan rumah di Jalan Rubi Blok G Nomor 46 d/h Permata Hijau F.2 Blok G Persil 46 Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dengan SHM No.2468/Kelurahan Grogol Utara atas nama Sandrina Abubakar.

"Untuk jaminan memperoleh kredit dari PT Bank UOB Indonesia sebesar USD840.000 sebagaimana akta perjanjian kredit nomor 174 antara PT UOB Indonesia dan terdakwa (Emirsyah Satar)," tegas Nanang.

Keenam, menitipkan uang sebesar USD1.458.364,28 dalam rekening Woodlake International Limited di UBS milik Soetikno Sudardjo di Standard Chartered Bank. Terakhir, Emirsyah mengalihkan kepemilikan satu unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore 449306 kepada Innospace Invesment Holding.

"Terdakwa (Emirsyah) mengetahui atau patut diduga harta kekayaannya tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero ) tbk sehingga untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usulnya maka harta kekayaan tersebut ditempatkan atau ditransfer, dialihkan, dibelanjakan atau dibayarkan atas nama pihak lain," ungkap Nanang.

Sedangkan JPU Heradian Salipi membeberkan, jabatan Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2014 merupakan penyelenggara negara. Dia mengungkapkan, Emirsyah pernah melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 10 Julil 2013 dan 3 Agustus 2015 tetapi tidak pernah mengungkapkan atau mendeklarasikan sebagai pemilik sekaligus penerima manfaat (Beneficiary Owner) dari Woodlake International Limited, sebuah perusahaan di Singapura yang dimiliki Emirsyah Satar.

Perusahaan ini didirikan Emirsyah berdasarkan hukum negara British Virgin Islands. Selain itu Emirsyah juga tidak pernah menyampaikan memiliki rekening atas nama Woodlake International di Union Bank Of Switzerland (UOB).

Heradian mengungkapkan, uang TPPU yang dipergunakan Emirsyah merupakan hasil penerimaan suap selama kurun 2005 hingga Juli 2014 oleh Emirsyah. Uang suap berasal dari fee pengadaan pesawat Airbus A.330 series, pesawat airbus A.320, pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG disertai uang suap hasil pembelian dan perawatan mesin (engine) Roll Royce Trent 700.

"Yang diterima dari Airbus SA, Roll Royce Plc, dan Avions de Transport RĂ©gional (ATR) melalui intermediary Connought International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong yang didirikan oleh Soetikono Soedarjo bersama Bernard Duc," ujar JPU Heradian.

Dia memaparkan, uang suap yang diterima Emirsyah dalam lima bagian besar. Pertama, melalui rekening Woodlake International di UBS sebesar USD680.000 dan Euro1.020.975. Kedua, pelunasan pembelian apartemen di Silversea marina Green Singapura sebesar SGD1.181.763. Ketiga, pembayaran rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK Persil Nomor 7 dan Persil Nomor 8 sebesar Rp5,4 miliar. Keempat, pembayaran pajak pembelian rumah Pinang Merah II Blok SK Persil Nomor 7 dan Persil Nomoro 8 sebesar Rp390 juta. Kelima, pembelian investasi sebesar USD200.000 di Mcquaire Group Inc.

"Bahwa uang yang berasal dari penerimaan imbalan (fee) dari pengadaan pesawat dari pabrikan Airbus, ATR, dan Bombardier dan mesin Rolls Royce Plc berikut program perawatannya untuk untuk maskapai penerbangan Garuda Indonesia tersebut diketahui atau patut dapat diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia (persero) Tbk," ucapnya.

Ketua JPU Wawan Yunarwanto mengungkapkan, untuk dakwaan pertama sehubungan dengan penerimaan suap maka Emirsyah Satar telah melakukan perbuatan pidana kurun waktu Juni 2009 hingga 2014 bersama-sama- dengan Hadinoto Soedigno (tersangka) selaku Direktur Teknik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kurun 2007-2012 sekaligus Direktur Produksi PT Citilink Indonesia kurun 2012 hingga 2017 dan Captain Agus Wahyudo selaku Executive Project Manager PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Emirsyah bersama Hadinoto dan Agus telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri. Perbuatan tersebut yakni menerima suap berupa uang sebesar Rp5.859.794.797, USD884.200, dan EUR1.020.975 serta SGD1.189.208 atau setidak-tidaknya sejumlah itu dari Airbus S.A.S, Roll-Royce Plc dan Avions de Transport RĂ©gional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong dan Summerville Pasific Inc.

"Patut diduga hadiah tersebut diberikan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu terdakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo telah melakukan intervensi dalam pengadaan di PT Garuda Indonesia yaitu pengadaan pesawat Airbus A.330 series, pesawat Airbus A.320, pesawat ATR 72 serie 600, dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin (engine) Roll-Royce Trent 700 yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme," ucap Wawan.

Jika dikonversikan uang suap berupa beberapa mata uang asing ditambahkan dengan Rp5.859.794.797, maka nilai total suap mencapai lebih Rp46 miliar.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7920 seconds (0.1#10.140)