Peringatan Hari Ibu, Napi Perempuan Tampilkan Bedhoyo Makaryo Utomo
A
A
A
SEMARANG - Para narapidana perempuan memiliki cara sendiri dalam memperingati Hari Ibu. Mereka mempersembahkan tarian Bedhoyo Makaryo Utomo dan berhasil pukau tamu undangan Peringatan Hari Ibu ke-91 di Kawasan Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (22/12).
Acara ini dihadiri istri Wakil Indonesia Wury Estu Handayani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendy, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Gusti Ayu Bintang Darmavati. Kemudian Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, serta para pejabat lainnya.
Tarian yang sedianya dipersiapkan untuk disaksikan Presiden Joko Widodo, yang berhalangan hadir, disambut tepuk tangan dan decak kagum para tamu undangan. Apalagi setelah mengetahui tarian tersebut kolaborasi para narapidana perempuan dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Yogyakarta dan LPP Jakarta. Menariknya lagi, 2 dari 9 penari tersebut berasal dari Thailand dan Malaysia.
Canya Pen Kew, perempuan asal Thailand, merupakan salah satu penari. Narapidana kasus narkotika yang menjalani hukuman selama 13 tahun di LPP Yogyakarta menuturkan ia baru mengenal tarian ini. “Saya baru tahu tarian ini. Latihan 3 minggu dan harus tampil dengan maksimal," kata Canya usai acara.
Ia menyebut tantangan dari tarian ini adalah dari dirinya sendiri. "Saya suka kaget. Jadi hilang fokus karena musik pengiringnya. Tapi sekarang sudah tidak lagi," ujarnya.
Selain itu, Canya merasa sangat bangga karena meski warga asing namun bisa terpilih untuk menampilkan tarian tersebut di depan orang-orang hebat. “Khususnya perempuan-perempuan hebat,” tandasnya.
Menko PMK Muhajir Effendi dalam sambutannya menyatakan kaum perempuan memiliki keistimewaan karena sebagai penentu generasi Indonesia masa depan. Menurutnya, 1.000 hari awal kehidupan seseorang ditentukan oleh seorang ibu.
“Itu sebabnya saat ini pemerintah fokus pada masalah stunting yang menjadi tanggung jawab bersama, terutama kaum ibu, karena stunting terjadi sejak sebelum anak dilahirkan. Di Indonesia dari setiap 10 balita terdapat 3 balita yang mengalami stunting,” katanya.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami menjelaskan, persembahan tari Bedhoyo Makaryo Utomo dari para napi tersebut sarat pesan. Bahwa meski berada di dalam lembaga pemasyarakatan, narapidana juga tetap bisa berkreasi dan berkolaborasi. "Tarian ini dipersiapkan dengan sangat sungguh-sungguh dengan keuletan, kreatifitas dan cinta kasih," tuturnya.
Tak hanya tarian, menurut Utami, batik Bedhoyo Makaryo Utomo yang dipakai juga hasil dari kerajinan yang dibuat oleh narapidana perempuan dari LPP Semarang. “Kolaborasi yang sempurna, sangat kuat bahkan sangat emosional,” ucapnya.
Dalam peringatan Hari Ibu yang dipusatkan di Kota Lama, Semarang, Ditjen PAS juga unjuk gigi lewat hasil kerajinan karya unggulan narapidana di stand pameran. Berbagai jenis kain batik, ukiran, pernak-pernik karya terbaik narapidana dari seluruh Indonesia yang bisa dikunjungi dan dibeli langsung masyarakat.
Acara ini dihadiri istri Wakil Indonesia Wury Estu Handayani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendy, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Gusti Ayu Bintang Darmavati. Kemudian Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, serta para pejabat lainnya.
Tarian yang sedianya dipersiapkan untuk disaksikan Presiden Joko Widodo, yang berhalangan hadir, disambut tepuk tangan dan decak kagum para tamu undangan. Apalagi setelah mengetahui tarian tersebut kolaborasi para narapidana perempuan dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Yogyakarta dan LPP Jakarta. Menariknya lagi, 2 dari 9 penari tersebut berasal dari Thailand dan Malaysia.
Canya Pen Kew, perempuan asal Thailand, merupakan salah satu penari. Narapidana kasus narkotika yang menjalani hukuman selama 13 tahun di LPP Yogyakarta menuturkan ia baru mengenal tarian ini. “Saya baru tahu tarian ini. Latihan 3 minggu dan harus tampil dengan maksimal," kata Canya usai acara.
Ia menyebut tantangan dari tarian ini adalah dari dirinya sendiri. "Saya suka kaget. Jadi hilang fokus karena musik pengiringnya. Tapi sekarang sudah tidak lagi," ujarnya.
Selain itu, Canya merasa sangat bangga karena meski warga asing namun bisa terpilih untuk menampilkan tarian tersebut di depan orang-orang hebat. “Khususnya perempuan-perempuan hebat,” tandasnya.
Menko PMK Muhajir Effendi dalam sambutannya menyatakan kaum perempuan memiliki keistimewaan karena sebagai penentu generasi Indonesia masa depan. Menurutnya, 1.000 hari awal kehidupan seseorang ditentukan oleh seorang ibu.
“Itu sebabnya saat ini pemerintah fokus pada masalah stunting yang menjadi tanggung jawab bersama, terutama kaum ibu, karena stunting terjadi sejak sebelum anak dilahirkan. Di Indonesia dari setiap 10 balita terdapat 3 balita yang mengalami stunting,” katanya.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami menjelaskan, persembahan tari Bedhoyo Makaryo Utomo dari para napi tersebut sarat pesan. Bahwa meski berada di dalam lembaga pemasyarakatan, narapidana juga tetap bisa berkreasi dan berkolaborasi. "Tarian ini dipersiapkan dengan sangat sungguh-sungguh dengan keuletan, kreatifitas dan cinta kasih," tuturnya.
Tak hanya tarian, menurut Utami, batik Bedhoyo Makaryo Utomo yang dipakai juga hasil dari kerajinan yang dibuat oleh narapidana perempuan dari LPP Semarang. “Kolaborasi yang sempurna, sangat kuat bahkan sangat emosional,” ucapnya.
Dalam peringatan Hari Ibu yang dipusatkan di Kota Lama, Semarang, Ditjen PAS juga unjuk gigi lewat hasil kerajinan karya unggulan narapidana di stand pameran. Berbagai jenis kain batik, ukiran, pernak-pernik karya terbaik narapidana dari seluruh Indonesia yang bisa dikunjungi dan dibeli langsung masyarakat.
(poe)