Direktur Eksekutif KPPOD: Daerah Harus Dilibatkan Bahas Omnibus Law
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah pusat harus melibatkan pemerintah daerah (pemda) dalam pembahasan omnibus law. Hal ini perlu dilakukan karena daerah merupakan ujung tombak penerapan aturan tersebut nantinya. Selain itu, agar omnimbus law tidak seperti nasib sistem pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS).
“Jangan mengulang kasus tahun lalu ketika PP 24/2018 dibuat, PP yang tentang OSS. Pemda tidak diajak ngomong. Kemudian implikasinya besar bagi pemda yng membuat mereka entah ogah-ogahan, entah engga siap, sehingga yang jalankan OSS sangat sedikit,” ungkap Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng dalam Refleksi Otonomi 2019 dan Arah Perbaikan ke Depan di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, kemarin.
Di mana hanya Sidoarjo yang melaksanakan secara utuh dan DKI Jakarta hanya satu perizinan yang masuk OSS. Seperti diketahui pemerintah pusat saat ini tengah menyusun omnibus law yang menggabungkan lebih dari 70-an undang-undang (UU). “Kebetulan dua minggu lalu saya kumpul dengan pemda sekitar Jabodetabek. Keluhan utama mereka adalah bahwa proses partisipasi dan keterbukaan data itu sangat minimal,” ujarnya.
Dia pun meminta agar pemerintah pusat tidak bekerja secara senyap dan sepihak. Menurut dia, perlu dibuka dialog yang berbasis pada fakta di lapangan. Pasalnya, omnibus law ini memiliki dampak yang besar bagi pemda karena izin yang mengatur daerah.
“Maka perlu ditanyakan daerah itu ada berapa izin sih. Kemudian di balik izin itu ada apa saja persyaratannya, apa prosedurnya, berapa lama waktu, berapa biayanya. Itu ditelusuri. Kalau pendekatan sepihak maka akan ada izin-izin di daerah luput dari deregulasi di pusat. Soal SKDU, misalnya itu tidak ada aturannya. Kalau pemerintah pusat berpatokan pada legalistik, maka ini akan luput dari perhatian,” paparnya.
Dengan pelibatan pemda, maka akan ada kepastian terkait subtansi. Sebab, daerahlah yang paham izin apa saja yang ada di daerah. Selain itu juga pelibatan ini akan memastikan dukungan pelaksanaannya. “Jangan sudah capek-capek bikin omnibus law tetapi belakangan muncul gugatan MK. Saya kira pentinglah dibuka dialog seluas-luasnya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, dia meminta agar DPR pun melakukan hal yang sama. Di mana saat pembahasan juga harus membuka dialog. “Saya harap DPR membuat rapat dengar pendapat umum secara massif dan melibatkan semua pihak. Sehingga ada konsensus bersama. Ketika ada masalah atau ketidaksepakatan, bukan berarti menggugurkan semangat omnibus law,” ungkapnya.
Endi mengingatkan jangan sampai omnibus law hanya integrasi dari 70-an UU, sehingga keuntungannya lebih mudah membaca. Namun lebih dari itu, omnibus law harus mampu merasionalsiasi seluruh peraturan perizinan dari pusat sampai daerah.
“Tapi coba dilihat di bawah UU itu ada berapa PP, ada perpres. Dan yang paling mendasar di bawah perpres itu ada ribuaan peraturan menteri yang satu sama lain berbeda. Dan kemudian diikuti daerah. Jadi fragmentasi di pusat akan juga terjadi di level pemda. Kalau serius dengan omnibus law harus dibenahi semua dari level UU hingga ke peraturan daerah,” katanya.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa omnibus law perizinan yang terdiri dari 74 UU telah disepakati akan diberi judul UU Cipta Lapangan kerja. Hal ini disampaikan Airlangga seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi ) dan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju. “Agenda pertama terkait dengan omnibus law, judulnya yang sudah disepakati adalah Cipta Lapangan Kerja,” katanya.
Dia kembali mengatakan bahwa omnibus law ini akan membahas ekosistem penyederhanaan perizinan dan investasi. Di mana akan dimasukkan terkait kemudahan berusaha dan juga dorongan untuk riset dan inovasi. “Termasuk di dalamnya bagaimana membuat inovasi menjadi bagian daripada peningkatan daya saing,” paparnya.
Airlangga juga mengatakan bahwa di dalam aturan tersebut disiapkan yang terkait dengan administrasi pemerintahan. Menurut dia, presiden bisa membatalkan aturan. Dalam hal ini baik dalam bentuk perpres, peraturan menteri, ataupun aturan di pemerintah daerah.
“Selain itu, omnibus law juga akan membuat rezim UU Cipta Tenaga Kerja ini basisnya adalah basis dari administrasi law atau basisnya adalah perdata. Kita tidak menggeser paradigma bahwa usaha/ekosistem investasi dan perdagangan ini basisnya pidana. Oleh karena itu pengenaan sanksinya akan terus didorong terkait perdata,” jelasnya.
Kemudian dalam omnibus law juga akan diberikan kemudahan-kemudahan terkait pengadaan lahan. Terutama terkait proyek strategis nasional atau program pemerintah. “Di mana pemerintah nanti untuk proyek strategis tersebut akan ikut serta dalam pembebasan lahan sekaligus sediakan perizinannya. Dengan demikian para investor tinggal kembangkan proyek itu sendiri,” ujarnya
Lebih lanjut, dalam segi filosofi akan bergeser dari berbasis izin menjadi berbasis risiko. Jadi kalau UMKM yang tidak ada risikonya, maka izinannya cukup pendaftaran saja. “Tak perlu pendaftaran macam-macam. Tetapi kalau semakin tinggi risiko, maka berbasis standar-standar,” katanya.
Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut aturan ini ditargetkan masuk prolegnas tahun 2020. Sementara pemerintah akan melanjutkan koordinasi agar di bulan Desember 2019 draft dan naskah akademik bisa diselesaikan. “Saat ini naskah akademik sudah selesai. Dan kontennya tadi sudah sebagian besar disepakati dalam rapat,” ujarnya.
“Jangan mengulang kasus tahun lalu ketika PP 24/2018 dibuat, PP yang tentang OSS. Pemda tidak diajak ngomong. Kemudian implikasinya besar bagi pemda yng membuat mereka entah ogah-ogahan, entah engga siap, sehingga yang jalankan OSS sangat sedikit,” ungkap Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng dalam Refleksi Otonomi 2019 dan Arah Perbaikan ke Depan di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, kemarin.
Di mana hanya Sidoarjo yang melaksanakan secara utuh dan DKI Jakarta hanya satu perizinan yang masuk OSS. Seperti diketahui pemerintah pusat saat ini tengah menyusun omnibus law yang menggabungkan lebih dari 70-an undang-undang (UU). “Kebetulan dua minggu lalu saya kumpul dengan pemda sekitar Jabodetabek. Keluhan utama mereka adalah bahwa proses partisipasi dan keterbukaan data itu sangat minimal,” ujarnya.
Dia pun meminta agar pemerintah pusat tidak bekerja secara senyap dan sepihak. Menurut dia, perlu dibuka dialog yang berbasis pada fakta di lapangan. Pasalnya, omnibus law ini memiliki dampak yang besar bagi pemda karena izin yang mengatur daerah.
“Maka perlu ditanyakan daerah itu ada berapa izin sih. Kemudian di balik izin itu ada apa saja persyaratannya, apa prosedurnya, berapa lama waktu, berapa biayanya. Itu ditelusuri. Kalau pendekatan sepihak maka akan ada izin-izin di daerah luput dari deregulasi di pusat. Soal SKDU, misalnya itu tidak ada aturannya. Kalau pemerintah pusat berpatokan pada legalistik, maka ini akan luput dari perhatian,” paparnya.
Dengan pelibatan pemda, maka akan ada kepastian terkait subtansi. Sebab, daerahlah yang paham izin apa saja yang ada di daerah. Selain itu juga pelibatan ini akan memastikan dukungan pelaksanaannya. “Jangan sudah capek-capek bikin omnibus law tetapi belakangan muncul gugatan MK. Saya kira pentinglah dibuka dialog seluas-luasnya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, dia meminta agar DPR pun melakukan hal yang sama. Di mana saat pembahasan juga harus membuka dialog. “Saya harap DPR membuat rapat dengar pendapat umum secara massif dan melibatkan semua pihak. Sehingga ada konsensus bersama. Ketika ada masalah atau ketidaksepakatan, bukan berarti menggugurkan semangat omnibus law,” ungkapnya.
Endi mengingatkan jangan sampai omnibus law hanya integrasi dari 70-an UU, sehingga keuntungannya lebih mudah membaca. Namun lebih dari itu, omnibus law harus mampu merasionalsiasi seluruh peraturan perizinan dari pusat sampai daerah.
“Tapi coba dilihat di bawah UU itu ada berapa PP, ada perpres. Dan yang paling mendasar di bawah perpres itu ada ribuaan peraturan menteri yang satu sama lain berbeda. Dan kemudian diikuti daerah. Jadi fragmentasi di pusat akan juga terjadi di level pemda. Kalau serius dengan omnibus law harus dibenahi semua dari level UU hingga ke peraturan daerah,” katanya.
Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa omnibus law perizinan yang terdiri dari 74 UU telah disepakati akan diberi judul UU Cipta Lapangan kerja. Hal ini disampaikan Airlangga seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi ) dan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju. “Agenda pertama terkait dengan omnibus law, judulnya yang sudah disepakati adalah Cipta Lapangan Kerja,” katanya.
Dia kembali mengatakan bahwa omnibus law ini akan membahas ekosistem penyederhanaan perizinan dan investasi. Di mana akan dimasukkan terkait kemudahan berusaha dan juga dorongan untuk riset dan inovasi. “Termasuk di dalamnya bagaimana membuat inovasi menjadi bagian daripada peningkatan daya saing,” paparnya.
Airlangga juga mengatakan bahwa di dalam aturan tersebut disiapkan yang terkait dengan administrasi pemerintahan. Menurut dia, presiden bisa membatalkan aturan. Dalam hal ini baik dalam bentuk perpres, peraturan menteri, ataupun aturan di pemerintah daerah.
“Selain itu, omnibus law juga akan membuat rezim UU Cipta Tenaga Kerja ini basisnya adalah basis dari administrasi law atau basisnya adalah perdata. Kita tidak menggeser paradigma bahwa usaha/ekosistem investasi dan perdagangan ini basisnya pidana. Oleh karena itu pengenaan sanksinya akan terus didorong terkait perdata,” jelasnya.
Kemudian dalam omnibus law juga akan diberikan kemudahan-kemudahan terkait pengadaan lahan. Terutama terkait proyek strategis nasional atau program pemerintah. “Di mana pemerintah nanti untuk proyek strategis tersebut akan ikut serta dalam pembebasan lahan sekaligus sediakan perizinannya. Dengan demikian para investor tinggal kembangkan proyek itu sendiri,” ujarnya
Lebih lanjut, dalam segi filosofi akan bergeser dari berbasis izin menjadi berbasis risiko. Jadi kalau UMKM yang tidak ada risikonya, maka izinannya cukup pendaftaran saja. “Tak perlu pendaftaran macam-macam. Tetapi kalau semakin tinggi risiko, maka berbasis standar-standar,” katanya.
Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut aturan ini ditargetkan masuk prolegnas tahun 2020. Sementara pemerintah akan melanjutkan koordinasi agar di bulan Desember 2019 draft dan naskah akademik bisa diselesaikan. “Saat ini naskah akademik sudah selesai. Dan kontennya tadi sudah sebagian besar disepakati dalam rapat,” ujarnya.
(don)