Politisasi Agama Dinilai Bertentangan dengan Nilai-nilai Agama
A
A
A
JAKARTA - Politisasi agama dinilai bisa merusak dan bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai beragama.
Pendapat itu diungkapkan Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag), Muharam Marzuki dalam Seminar Nasional bertajuk Moderasi Beragama dan Upaya Menangkal Radikalisme yang digelar Al-Wasat Institute bekerjasama dengan Badan Litbang dan Diklat Kemenag di Tara Hotel, Yogyakarta, Kamis (12/12/2019).
Menurut Muharam, nilai-nilai agama seharusnya menjadi kekuatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Namun, agama sering dijadikan alat untuk kepentingan politik, ekonomi, dan sebagainya sehingga merusak ajaran agama dan bertentangan dengan nilai-nilai agama," ujar Muharam dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdurahman Mas'ud menambahkan, moderasi beragama sangat penting. Apalagi Indonesia sebagai negara kebinekaan, perlu ada pemikiran, sikap dan perbuatan dalam beragama yang moderat.
"Sehingga kita bisa hidup rukun dan damai di bumi Indonesia," katanya.
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta Abdul Munir Mulkhan mengatakan, sebagai pemeluk agama mayoritas, umat Islam harus percaya diri sehingga tidak perlu merasa khawatir dan terancam dengan tuduhan yang memojokkan.
Peneliti Puslitbang Kemenang Abdul Jamil Wahab menambahkan, hasil penelitian tentang Indek Kerukunan Beragama pada 2019 termasuk tinggi, yakni mencapai 73,83. Namun demikian, masih sering terjadi intoleransi dalam kehidupan keagamaan dan kebangsaan.
"Seperti dalam kasus terorisme, pelarangan ibadah, perusakan rumah ibadah, ujaran kebencian dan lain-lain," lanjut Jamil.
Direktur Alwasath Faozan Amar mengatakan, salah satu tantangan dalam praktik moderasi beragama adalah persaingan politik seperti yang terjadi dalam Pemilu 2019 lalu. Karena itu, perlu adanya keteladanan para elite, para pemimpin formal dan non formal dalam mensikapinya. "Maka ketika 01 dan 02 (Jokowi-Prabowo) bersatu, itulah 03 persatuan Indonesia. Ini sesuatu yang mengembirakan," ujar Faozan.
Ketua Panitia Laili Nailulmuna mengatakan, seminar ini diikuti 60 peserta dari perwakilan ormas keagamaan, organisasi kepemudaan, dan para akademisi.
Pendapat itu diungkapkan Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag), Muharam Marzuki dalam Seminar Nasional bertajuk Moderasi Beragama dan Upaya Menangkal Radikalisme yang digelar Al-Wasat Institute bekerjasama dengan Badan Litbang dan Diklat Kemenag di Tara Hotel, Yogyakarta, Kamis (12/12/2019).
Menurut Muharam, nilai-nilai agama seharusnya menjadi kekuatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Namun, agama sering dijadikan alat untuk kepentingan politik, ekonomi, dan sebagainya sehingga merusak ajaran agama dan bertentangan dengan nilai-nilai agama," ujar Muharam dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdurahman Mas'ud menambahkan, moderasi beragama sangat penting. Apalagi Indonesia sebagai negara kebinekaan, perlu ada pemikiran, sikap dan perbuatan dalam beragama yang moderat.
"Sehingga kita bisa hidup rukun dan damai di bumi Indonesia," katanya.
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta Abdul Munir Mulkhan mengatakan, sebagai pemeluk agama mayoritas, umat Islam harus percaya diri sehingga tidak perlu merasa khawatir dan terancam dengan tuduhan yang memojokkan.
Peneliti Puslitbang Kemenang Abdul Jamil Wahab menambahkan, hasil penelitian tentang Indek Kerukunan Beragama pada 2019 termasuk tinggi, yakni mencapai 73,83. Namun demikian, masih sering terjadi intoleransi dalam kehidupan keagamaan dan kebangsaan.
"Seperti dalam kasus terorisme, pelarangan ibadah, perusakan rumah ibadah, ujaran kebencian dan lain-lain," lanjut Jamil.
Direktur Alwasath Faozan Amar mengatakan, salah satu tantangan dalam praktik moderasi beragama adalah persaingan politik seperti yang terjadi dalam Pemilu 2019 lalu. Karena itu, perlu adanya keteladanan para elite, para pemimpin formal dan non formal dalam mensikapinya. "Maka ketika 01 dan 02 (Jokowi-Prabowo) bersatu, itulah 03 persatuan Indonesia. Ini sesuatu yang mengembirakan," ujar Faozan.
Ketua Panitia Laili Nailulmuna mengatakan, seminar ini diikuti 60 peserta dari perwakilan ormas keagamaan, organisasi kepemudaan, dan para akademisi.
(dam)