Laporan dari UNFCCC Madrid: Mangrove Indonesia Penting untuk Iklim Global
A
A
A
MADRID - Indonesia berhasil membalikkan tren degradasi mangrove yang terjadi di masa lalu. Mulai tahun 2019, tutupan mangrove di Indonesia berhasil meningkat hingga pada tahun 2019 menjadi 3,56 juta hektare. Kunci restorasi mangrove itu adalah kemitraan multi pihak yang melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat setempat, pelaku usaha, LSM, bahkan TNI Angkatan Laut.
Demikian terungkap saat sesi panel tentang ‘Akseslerasi Rehabilitasi Mangrove di Indonesia’ yang digelar di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Madrid, Spanyol, Selasa (10/12/2019). Dari Jakarta, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyampaikan sambutan khusus tentang pentingnya rehabilitasi mangrove yang dibacakan oleh Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto.
Menurut Direktur Lingkungan dan Kebencanaan Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi Sahat M Pangabean mengatakan upaya perbaikan pengelolaan mangrove kemudian terus diperkuat. Diantara caranya adalah dengan perbaikan perencanaan pesisir dan maritim di seluruh Indonesia.
Indonesia juga menetapkan kawasan konservasi laut. Selain itu, kemitraan multi pihak diperkuat untuk mendukung restorasi mangrove. “Hasilnya, luas mangrove berhasil bertambah menjadi 3,56 juta hektare,” ujar Sahat.
Bukan cuma bertambah luas, mangrove yang terpantau dalam kondisi baik pun meningkat. Rinciannya 2,37 juta hektare mangrove dalam kondisi baik, dan 1,19 juta hektare dalam kondisi kurang baik. “Luas mangrove Indonesia saat ini mencapai 59 kali luas Kota Madrid,” kata Sahat.
Pejabat Senior bidang Operasi Strategis Markas Besar TNI Angkatan Laut Kolonel (AL) Arif Badrudin menyatakan, TNI AL memiliki komitmen untuk membantu pemulihan mangrove di penjuru Indonesia. Menurut dia, hutan mangrove bukan cuma untuk perlindungan berbagai keanekaragaman hayati tapi juga untuk kesejahteraan masyarakat dan benteng dari bencana tsunami.
“Tahun 2019, sebagai bagian dari Peringatan 74 tahun TNI AL, kami telah menanam 300.074 pohon mangrove di seluruh Indonesia,” tutur Arif.
Direktur Eksekutif Yayasan Belantara, Sri Mariati menyatakan pihaknya mendukung langkah Indonesia untuk merehabilitasi mangrove khususnya di klaster pesisir timur Sumatera. Upaya yang dilakukan Yayasan Belantara melibatkan 8 desa seluas 51,16 hektare.
“Berbasis masyarakat, inisiatif rehabilitasi mangrove yang kami kembangkan diharapkan bisa memperkuat ketahanan masyarakat dari perubahan iklim,” kata Sri Mariati.
Sri menuturkan, mangrove perlu dipulihkan karena mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar yang berarti bermanfaat dalam pengendalian perubahan iklim. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hutan sekunder mangrove masih mampu menyimpan 54,1-182,5 ton karbon per hektare.
Sri Mariati menyatakan, aktivitas pemulihan mangrove yang dilakukan bukan sekadar penanaman pohon tapi juga pemanfaatan produk mangrove berkelanjutan dan ekowisata. Menurut dia, pihaknya akan terus melanjutkan dukungan rehabilitasi mangrove hingga mencapai 200 hektare pada tahun 2024.
Sementara itu, dalam sambutannya Menteri Siti menyatakan dirinya gembira dengan bertambah luasnya mangrove di Indonesia. Menurut dia, mangrove menyimpan karbon 3-5 kali lebih tnggi dari hutan tropis. Upaya perlindungan mangrove yang dikategorikan sebagai blue karbon, juga sejalan dengan pelaksanaan konferensi perubahan iklim tahun ini sebagai Blue COP, merujuk pada upaya mempertahankan gas rumah kaca yang ada di lautan.
Menteri Siti menyatakan sebagai bentuk komitmen dalam melindungi mangrove, Indonesia menjadi sponsor terbitnya resolusi perlindungan mangrove pada pertemuan ke-4 Badan PBB untuk lingkungan hidup UNEA di Nairobi, Kenya, pertengahan tahun ini. “Indonesia juga sedang mendorong persiapan pembangunan pusat mangrove dunia,” katanya.
Demikian terungkap saat sesi panel tentang ‘Akseslerasi Rehabilitasi Mangrove di Indonesia’ yang digelar di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Madrid, Spanyol, Selasa (10/12/2019). Dari Jakarta, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyampaikan sambutan khusus tentang pentingnya rehabilitasi mangrove yang dibacakan oleh Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto.
Menurut Direktur Lingkungan dan Kebencanaan Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi Sahat M Pangabean mengatakan upaya perbaikan pengelolaan mangrove kemudian terus diperkuat. Diantara caranya adalah dengan perbaikan perencanaan pesisir dan maritim di seluruh Indonesia.
Indonesia juga menetapkan kawasan konservasi laut. Selain itu, kemitraan multi pihak diperkuat untuk mendukung restorasi mangrove. “Hasilnya, luas mangrove berhasil bertambah menjadi 3,56 juta hektare,” ujar Sahat.
Bukan cuma bertambah luas, mangrove yang terpantau dalam kondisi baik pun meningkat. Rinciannya 2,37 juta hektare mangrove dalam kondisi baik, dan 1,19 juta hektare dalam kondisi kurang baik. “Luas mangrove Indonesia saat ini mencapai 59 kali luas Kota Madrid,” kata Sahat.
Pejabat Senior bidang Operasi Strategis Markas Besar TNI Angkatan Laut Kolonel (AL) Arif Badrudin menyatakan, TNI AL memiliki komitmen untuk membantu pemulihan mangrove di penjuru Indonesia. Menurut dia, hutan mangrove bukan cuma untuk perlindungan berbagai keanekaragaman hayati tapi juga untuk kesejahteraan masyarakat dan benteng dari bencana tsunami.
“Tahun 2019, sebagai bagian dari Peringatan 74 tahun TNI AL, kami telah menanam 300.074 pohon mangrove di seluruh Indonesia,” tutur Arif.
Direktur Eksekutif Yayasan Belantara, Sri Mariati menyatakan pihaknya mendukung langkah Indonesia untuk merehabilitasi mangrove khususnya di klaster pesisir timur Sumatera. Upaya yang dilakukan Yayasan Belantara melibatkan 8 desa seluas 51,16 hektare.
“Berbasis masyarakat, inisiatif rehabilitasi mangrove yang kami kembangkan diharapkan bisa memperkuat ketahanan masyarakat dari perubahan iklim,” kata Sri Mariati.
Sri menuturkan, mangrove perlu dipulihkan karena mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar yang berarti bermanfaat dalam pengendalian perubahan iklim. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hutan sekunder mangrove masih mampu menyimpan 54,1-182,5 ton karbon per hektare.
Sri Mariati menyatakan, aktivitas pemulihan mangrove yang dilakukan bukan sekadar penanaman pohon tapi juga pemanfaatan produk mangrove berkelanjutan dan ekowisata. Menurut dia, pihaknya akan terus melanjutkan dukungan rehabilitasi mangrove hingga mencapai 200 hektare pada tahun 2024.
Sementara itu, dalam sambutannya Menteri Siti menyatakan dirinya gembira dengan bertambah luasnya mangrove di Indonesia. Menurut dia, mangrove menyimpan karbon 3-5 kali lebih tnggi dari hutan tropis. Upaya perlindungan mangrove yang dikategorikan sebagai blue karbon, juga sejalan dengan pelaksanaan konferensi perubahan iklim tahun ini sebagai Blue COP, merujuk pada upaya mempertahankan gas rumah kaca yang ada di lautan.
Menteri Siti menyatakan sebagai bentuk komitmen dalam melindungi mangrove, Indonesia menjadi sponsor terbitnya resolusi perlindungan mangrove pada pertemuan ke-4 Badan PBB untuk lingkungan hidup UNEA di Nairobi, Kenya, pertengahan tahun ini. “Indonesia juga sedang mendorong persiapan pembangunan pusat mangrove dunia,” katanya.
(kri)