Golkar Dukung Wacana Pemisahan Pileg dan Pilpres
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily menegaskan partainya mendukung pemisahan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu Presiden (Pilpres) pada 2024 mendatang.
"Terlalu banyak, saya kira argumentasi dan yang sudah diketahui masyarakat, misalnya bahwa masyarakat tidak fokus terhadap penyelenggaraan baik pemilu pilpres maupun pemilu legislatif. Semua fokusnya sama pilpres," kata Ace di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Sementara itu, Ace mengatakan, terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas presiden (presidential threshold) partai-partai masih terus mengkaji secara mendalam.
Menurut Ace, logikanya semakin tinggi batas parlemen maka, semakin membatasi penyederhanaan partai politik peserta pemilu.
"Tapi tentu ini juga harus dilihat karena jangan sampai misalnya apa namanya jangan sampai juga hak-hak politik rakyat itu jangan sampai terbuang secara lebih banyak. Kalau misalnya parliamentary threshold misalnya ya sampai katakanlah 7% atau 10% berarti berapa jumlah suara rakyat yang sudah memilih partai politik itu yang akan terbuang itu," imbuh anggota DPR ini.
Adapun terkait dengan ambang batas Presiden, Ace menilai, hal itu masih tergantung pada penyusunan undang-undang pemilu apakah Pileg dan Pilpres tersebut dipisah atau masih berlaku seperti Pemilu 2019 lalu.
"Kalau presidensial, pemilihan legislatif yang lebih dulu maka itu sebetulnya bisa mengacu kepada hasil dari pemilu sebelumnya gitu ya jadi memang ini tergantung dari hasil kesepakatan soal pemisahan antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif," katanya.
"Terlalu banyak, saya kira argumentasi dan yang sudah diketahui masyarakat, misalnya bahwa masyarakat tidak fokus terhadap penyelenggaraan baik pemilu pilpres maupun pemilu legislatif. Semua fokusnya sama pilpres," kata Ace di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Sementara itu, Ace mengatakan, terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas presiden (presidential threshold) partai-partai masih terus mengkaji secara mendalam.
Menurut Ace, logikanya semakin tinggi batas parlemen maka, semakin membatasi penyederhanaan partai politik peserta pemilu.
"Tapi tentu ini juga harus dilihat karena jangan sampai misalnya apa namanya jangan sampai juga hak-hak politik rakyat itu jangan sampai terbuang secara lebih banyak. Kalau misalnya parliamentary threshold misalnya ya sampai katakanlah 7% atau 10% berarti berapa jumlah suara rakyat yang sudah memilih partai politik itu yang akan terbuang itu," imbuh anggota DPR ini.
Adapun terkait dengan ambang batas Presiden, Ace menilai, hal itu masih tergantung pada penyusunan undang-undang pemilu apakah Pileg dan Pilpres tersebut dipisah atau masih berlaku seperti Pemilu 2019 lalu.
"Kalau presidensial, pemilihan legislatif yang lebih dulu maka itu sebetulnya bisa mengacu kepada hasil dari pemilu sebelumnya gitu ya jadi memang ini tergantung dari hasil kesepakatan soal pemisahan antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif," katanya.
(cip)