KPK Didesak Beberkan Penyidik yang Tanggalkan Tugas
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk membeberkan penyelidik dan penyidiknya yang menanggalkan tugas dan kewajiban. Hal tersebut mengacu ke perintah Undang-undang baru KPK Nomor 19 Tahun 2019, khususnya Pasal 70 C.
Pasal itu berbunyi, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang baru tersebut.
"Sejak tanggal 17 Oktober 2019, sebagian besar penyelidik dan penyidik KPK harus menanggalkan tugas dan kewajibannya. Karena UU KPK yang baru mulai berlaku sejak tanggal itu. Tapi kenyataannya hingga sekarang, KPK belum memetakan dan mengumumkan siapa saja Penyelidik dan Penyidik KPK yang harus menanggalkan tugas," ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus di Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Petrus menambahkan, pengumuman itu sangat penting agar publik, terutama pihak-pihak yang dipanggil KPK, baik sebagai saksi mau pun tersangka tidak dipanggil oleh penyidik yang menanggalkan tugas. Sebab, jika itu terjadi maka proses penyidikannya cacat hukum atau ilegal.
"Mereka (penyidik, Red) yang memanggil sudah tidak memenuhi syarat sebagai Anggota Korps Profesi Pegawai ASN dan PPPK. Ini berimplikasi tidak sahnya hasil penyidikan," ungkapnya. (Baca: Pimpinan KPK Undang Firli Bahuri dkk Undang Peringatan Hari Anti Korupsi).
Lebih lanjut dia mengatakan, sejak berlakunya UU KPK yang baru tanggal 17 Oktober lalu, intensitas penyelidikan dan penyidikan harusnya stagnan. Hal itu sebagai dampak dari ketentuan Pasal 70 C yang menyebutkan pegawai KPK dengan status bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) harus melepaskan tugasnya. "Penyelidik dan Penyidik KPK harus tunduk pada ketentuan pasal 21 Ayat 1 huruf c dan pasal 24 ayat (2) UU tersebut," tegas Petrus.
Adapun Pasal 21 Ayat 1 huruf c menyebutkan KPK terdiri atas pegawai KPK. Sedangkan Pasal 24, Ayat 2 menyebutkan pegawai KPK merupakan anggota korps profesi pegawai aparatur sipil negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan dua pasal tersebut, penyelidik dan penyidik KPK sebagai organ di dalam pegawai KPK. Mereka harus menjadi anggota korps profesi ASN atau pegawai PPPK yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ketentuan Pasal 24 ayat (2) otomatis berimplikasi kepada penyelidik dan penyidik KPK yang bukan ASN dan PPPK. Otomatis tidak boleh atau wajib menanggalkan tugas sebagai penyelidik atau penyidik KPK meskipun berhak mengikuti proses menjadi ASN atau PPPK sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK," imbuhnya.
Dia berpendapat, penyelidik dan penyidik KPK yang berada dalam kualifikasi PNS atau PPPK bisa terus menjalankan tugas dan kewenangannya. Sedangkan bagi penyelidik atau penyidik yang non PNS dan PPPK, wajib hukumnya untuk menanggalkan tugasnya.
Pasal itu berbunyi, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang baru tersebut.
"Sejak tanggal 17 Oktober 2019, sebagian besar penyelidik dan penyidik KPK harus menanggalkan tugas dan kewajibannya. Karena UU KPK yang baru mulai berlaku sejak tanggal itu. Tapi kenyataannya hingga sekarang, KPK belum memetakan dan mengumumkan siapa saja Penyelidik dan Penyidik KPK yang harus menanggalkan tugas," ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus di Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Petrus menambahkan, pengumuman itu sangat penting agar publik, terutama pihak-pihak yang dipanggil KPK, baik sebagai saksi mau pun tersangka tidak dipanggil oleh penyidik yang menanggalkan tugas. Sebab, jika itu terjadi maka proses penyidikannya cacat hukum atau ilegal.
"Mereka (penyidik, Red) yang memanggil sudah tidak memenuhi syarat sebagai Anggota Korps Profesi Pegawai ASN dan PPPK. Ini berimplikasi tidak sahnya hasil penyidikan," ungkapnya. (Baca: Pimpinan KPK Undang Firli Bahuri dkk Undang Peringatan Hari Anti Korupsi).
Lebih lanjut dia mengatakan, sejak berlakunya UU KPK yang baru tanggal 17 Oktober lalu, intensitas penyelidikan dan penyidikan harusnya stagnan. Hal itu sebagai dampak dari ketentuan Pasal 70 C yang menyebutkan pegawai KPK dengan status bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) harus melepaskan tugasnya. "Penyelidik dan Penyidik KPK harus tunduk pada ketentuan pasal 21 Ayat 1 huruf c dan pasal 24 ayat (2) UU tersebut," tegas Petrus.
Adapun Pasal 21 Ayat 1 huruf c menyebutkan KPK terdiri atas pegawai KPK. Sedangkan Pasal 24, Ayat 2 menyebutkan pegawai KPK merupakan anggota korps profesi pegawai aparatur sipil negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan dua pasal tersebut, penyelidik dan penyidik KPK sebagai organ di dalam pegawai KPK. Mereka harus menjadi anggota korps profesi ASN atau pegawai PPPK yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ketentuan Pasal 24 ayat (2) otomatis berimplikasi kepada penyelidik dan penyidik KPK yang bukan ASN dan PPPK. Otomatis tidak boleh atau wajib menanggalkan tugas sebagai penyelidik atau penyidik KPK meskipun berhak mengikuti proses menjadi ASN atau PPPK sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK," imbuhnya.
Dia berpendapat, penyelidik dan penyidik KPK yang berada dalam kualifikasi PNS atau PPPK bisa terus menjalankan tugas dan kewenangannya. Sedangkan bagi penyelidik atau penyidik yang non PNS dan PPPK, wajib hukumnya untuk menanggalkan tugasnya.
(nag)