Menagih Hak Pendidikan bagi Siswa Disabilitas
A
A
A
JAKARTA - Memaknai Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap tanggal 3 Desember, Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan pemerintah untuk lebih serius memenuhi hak pendidikan bagi penyandang disabilitas.
“Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, kita memahami ada 22 hak para penyandang disabilitas yang harus kita tegakkan bersama, di antaranya hak pendidikan. Sayangnya beberapa amanah peraturan turunan terkait pendidikan belum terealisasi sehingga menghambat pemenuhan hak pendidikan atas siswa penyandang disabilitas,” kata Ledia dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (4/12/2019).
Menurut Ledia, di antara hak pendidikan para siswa penyandang disabilitas yang masih kerap terabaikan adalah persoalan deteksi dan intervensi dini pada peserta didik.
Dia menilai ragam disabilitas anak didik kadang tidak terdeteksi sejak awal dan berakibat siswa penyandang disabilitas tersebut tidak mendapatkan penanganan yang tepat sesuai kebutuhannya.
“Dalam hal ini diperlukan kemampuan guru dalam melakukan assessment pada setiap siswa dan memiliki kemampuan dasar untuk mendampingi siswa berkebutuhan khusus. Apalagi bagi sekolah inklusi. Dengan memahami kondisi setiap siswa utamanya siswa penyandang disabilitas maka langkah pengayoman dan pendampingan kepada mereka akan lebih tepat dan berkesesuaian dengan kebutuhan pencapaian perkembangan siswa," tuturnya. (Baca Juga: Anies: Hari Disabilitas Momen Genjot Perbaikan Fasilitas)
Untuk itu, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini meminta pemerintah mendorong Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) secara aktif menyediakan program pelatihan dan sosialisasi bagi para guru terkait kemampuan assessment bagi siswa dan kemampuan dasar pendampingan bagi siswa berkebutuhan khusus.
“Sebab dari rencana pengembangan sekolah inklusi di seluruh Indonesia, faktor utama yang seringkali menghambat proses ajar mengajar pada siswa penyandang disabilitas adalah kekurangan guru yang siap mendampingi para siswa penyandang disabilitas ini. Akibatnya mereka kerap di-downgrade kelasnya dalam sistem pengajaran atau orangtua siswa tersebut terpaksa mengeluarkan biaya lebih untuk mendatangkan guru pendamping dari luar sekolah,” tutur Ledia.
Hal kedua yang juga diingatkan Ledia adalah penyediaan unit layanan disabilitas pada setiap daerah yang belum terlaksana. Padahal unit layanan disabilitas justru akan sangat membantu sekolah dalam memberikan intervensi yang tepat bagi para siswa penyandang disabilitas.
"Dengan ragam disabilitas yang tidak seragam pada setiap sekolah bahkan setiap level kelas, adanya unit disabilitas bisa menjadi jembatan penyedia kebutuhan ajar mengajar setiap siswa penyandang disabilitas. Satu sekolah mungkin membutuhkan buku braille sementara satu sekolah lagi membutuhkan guru bagi siswa tuli. Semua cukup dipenuhi oleh unit layanan disabilitas setempat,” tuturnya.
Ledia kembali mengingatkan pemerintah untuk segera mungkin menurunkan aturan pemerintah terkait pendidikan bagi siswa penyandang disabilitas.
“Saya berharap tahun depan para penyandang disabilitas sudah bisa mendapat kado tahun baru dari Menteri Pendidikan berupa pemenuhan hak-hak pendidikan yang lebih optimal,” tuturnya.
“Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, kita memahami ada 22 hak para penyandang disabilitas yang harus kita tegakkan bersama, di antaranya hak pendidikan. Sayangnya beberapa amanah peraturan turunan terkait pendidikan belum terealisasi sehingga menghambat pemenuhan hak pendidikan atas siswa penyandang disabilitas,” kata Ledia dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (4/12/2019).
Menurut Ledia, di antara hak pendidikan para siswa penyandang disabilitas yang masih kerap terabaikan adalah persoalan deteksi dan intervensi dini pada peserta didik.
Dia menilai ragam disabilitas anak didik kadang tidak terdeteksi sejak awal dan berakibat siswa penyandang disabilitas tersebut tidak mendapatkan penanganan yang tepat sesuai kebutuhannya.
“Dalam hal ini diperlukan kemampuan guru dalam melakukan assessment pada setiap siswa dan memiliki kemampuan dasar untuk mendampingi siswa berkebutuhan khusus. Apalagi bagi sekolah inklusi. Dengan memahami kondisi setiap siswa utamanya siswa penyandang disabilitas maka langkah pengayoman dan pendampingan kepada mereka akan lebih tepat dan berkesesuaian dengan kebutuhan pencapaian perkembangan siswa," tuturnya. (Baca Juga: Anies: Hari Disabilitas Momen Genjot Perbaikan Fasilitas)
Untuk itu, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini meminta pemerintah mendorong Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) secara aktif menyediakan program pelatihan dan sosialisasi bagi para guru terkait kemampuan assessment bagi siswa dan kemampuan dasar pendampingan bagi siswa berkebutuhan khusus.
“Sebab dari rencana pengembangan sekolah inklusi di seluruh Indonesia, faktor utama yang seringkali menghambat proses ajar mengajar pada siswa penyandang disabilitas adalah kekurangan guru yang siap mendampingi para siswa penyandang disabilitas ini. Akibatnya mereka kerap di-downgrade kelasnya dalam sistem pengajaran atau orangtua siswa tersebut terpaksa mengeluarkan biaya lebih untuk mendatangkan guru pendamping dari luar sekolah,” tutur Ledia.
Hal kedua yang juga diingatkan Ledia adalah penyediaan unit layanan disabilitas pada setiap daerah yang belum terlaksana. Padahal unit layanan disabilitas justru akan sangat membantu sekolah dalam memberikan intervensi yang tepat bagi para siswa penyandang disabilitas.
"Dengan ragam disabilitas yang tidak seragam pada setiap sekolah bahkan setiap level kelas, adanya unit disabilitas bisa menjadi jembatan penyedia kebutuhan ajar mengajar setiap siswa penyandang disabilitas. Satu sekolah mungkin membutuhkan buku braille sementara satu sekolah lagi membutuhkan guru bagi siswa tuli. Semua cukup dipenuhi oleh unit layanan disabilitas setempat,” tuturnya.
Ledia kembali mengingatkan pemerintah untuk segera mungkin menurunkan aturan pemerintah terkait pendidikan bagi siswa penyandang disabilitas.
“Saya berharap tahun depan para penyandang disabilitas sudah bisa mendapat kado tahun baru dari Menteri Pendidikan berupa pemenuhan hak-hak pendidikan yang lebih optimal,” tuturnya.
(dam)