Fraksi PPP Usulkan Lima RUU Inisiatif di Prolegnas 2019-2024
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPR mengajukan lima Rancangan Undang-Undang (RUU) insiatif untuk dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024.
Kelima RUU tersebut, yakni Larangan Minuman Beralkohol, Destinasi Wisata Halal, Ekonomi Syariah, Perlindungan Anak Yatim dan Anak Terlantar, dan Revisi UU Ormas.
Sekretaris Fraksi PPP DPR yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, lima RUU ini merupakan insiatif Fraksi PPP sejak dua periode lalu yang pembahasannya selalu menghadapi berbagai persoalan.
”Pada periode kali ini Fraksi PPP akan mengintensifkan lobi dan komunikasi dengan fraksi lain untuk membangun kesepahaman agar RUU ini bisa dibahas dan diajukan menjadi RUU usulan DPR,” ujar Baidowi kepada wartawan di Ruang Fraksi PPP DPR, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Menurut Baidowi, RUU Larangan Minuman Keras ini diinisiasi Fraksi PPP karena selama ini melihat banyaknya korban akibat minuman beralkohol. Mulai korban jiwa, kejahatan, hingga bisa merusak rumah tangga.
”Berdasarkan data Mabes Polri, pada 2018 ada 112 orang meninggal karena minuman beralkohol. Ini artinya setiap satu dua hari ada satu nyawa melayang. Satu nyawa saja harus kita perhatikan apalagi ini ratusan,” tuturnya. (Baca Juga: Waketum PPP Sebut Jutaan Guru Belum Sejahtera)
Mengenai RUU Destinasi Wisata Halal, Awiek mengatakan bahwa meningkatnya populasi muslim yang berusia muda, berpendidikan, dan dengan pendapatan yang tinggi membuat industri pariwisata internasional mulai menargetkan wisatawan Muslim sebagai target pasarnya.
”Populasi muslim dunia diprediksi akan mencapai 26,5 persen pada tahun 2030. Sedangkan jumlah pengeluaran wisatawan Muslim diprediksi akan mencapai USD200 miliar pada 2020,” urainya.
Anggota Fraksi PPP, Illiza Saaduddin Djamal menambahkan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pariwisata halal di skala global karena didukung dengan keindahan alam, keragaman budaya dan populasi muslim terbesar di dunia.
”Wisata halal merupakan sebuah konsep pariwisata yang berpotensi untuk dikembangkan.Tetapi pengembangannya akan banyak mendapatkan hambatan karena dari sisi regulasi, pariwisata halal di Indonesia tergolong lemah karena tidak aturan yang mengaturnya secara spesifik baik dalam bentuk Undang-Undang maupun Peraturan Menteri,” tutur anggota Komisi X DPR ini.
Illiza menegaskan, wisata halal bukan berarti membuat pekerja wisata berjilbab dan berpeci. Namun cukup menyediakan alternatif halal dalam layanan mereka.
”Kita perlu sosialisasi intensif tentang definisi wisata halal tersebut. UU Destinasi Wisata Halal ini akan membuat Indonesia berada di garis terdepan dalam Wisata Halal 2.0,” urainya.
RUU inisiatif lainnya adalah RUU Ekonomi Syariah. Sektor ekonomi syariah dinilai penting bagi perekonomian nasional di tengah era ketidakpastian ekonomi global. Selain itu juga ada RUU Perlindungan Anak Yatim dan Anak Terlantar.
Anggota Fraksi PPP Anwar Idris mengatakan, jumlah anak terlantar, termasuk di antaranya anak yatim pada 2018 mencapai 4,5 juta jiwa.
”Negara harus hadir untuk memberikan perhatian, pemenuhan hak-hak dan pemenuhan kesejaheteraan sehingga lebih terarah guna menyongsong masa depan mereka. Harus ada skema yang jelas dalam hal pembinaan dan penanganan bagi anak yatim dan anak terlantar,” tuturnya.
Dalam UUD 1945 disebutkan anak terlantar dipelihara oleh negara, namun hal ini belum diatur oleh undang-undang. ”Anak yatim bukan hanya masalah terkait ekonomi, namun juga perwalian yang perlu mendapatkan aturan. Masalah perwalian ini mendapatkan perhatian saat terjadi bencana yang menambah jumlah anak yatim,” katanya.
Satu lagi Revisi UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). UU tersebut dinilai perlu mendapatkan perhatian DPR karena ada bebrapa pasal yang perlu direvisi. Seperti izin pengadilan untuk membubarkan Ormas. Pemerintah juga dinilai perlu memberikan keleluasan izin untuk pendirian ormas, kecuali ada putusan pengadilan yang membuat Ormas tersebut memang tidak boleh berdiri karena bisa merusak keutuhan NKRI.
”PPP akan memperbaiki rumusan pasal-pasal pemidanaan yang dinilai terlalu berat sanksinya dan kurang ketat dalam menentukan peran pelaku,” katanya.
Menurut Baidowi, revisi ormas ini juga merupakan aspirasi yang berkembang di kalangan ormas-ormas Islam.
”Ini juga merupakan janji politik PPP kepada konstituen,” ujarnuya.
Kelima RUU tersebut, yakni Larangan Minuman Beralkohol, Destinasi Wisata Halal, Ekonomi Syariah, Perlindungan Anak Yatim dan Anak Terlantar, dan Revisi UU Ormas.
Sekretaris Fraksi PPP DPR yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, lima RUU ini merupakan insiatif Fraksi PPP sejak dua periode lalu yang pembahasannya selalu menghadapi berbagai persoalan.
”Pada periode kali ini Fraksi PPP akan mengintensifkan lobi dan komunikasi dengan fraksi lain untuk membangun kesepahaman agar RUU ini bisa dibahas dan diajukan menjadi RUU usulan DPR,” ujar Baidowi kepada wartawan di Ruang Fraksi PPP DPR, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Menurut Baidowi, RUU Larangan Minuman Keras ini diinisiasi Fraksi PPP karena selama ini melihat banyaknya korban akibat minuman beralkohol. Mulai korban jiwa, kejahatan, hingga bisa merusak rumah tangga.
”Berdasarkan data Mabes Polri, pada 2018 ada 112 orang meninggal karena minuman beralkohol. Ini artinya setiap satu dua hari ada satu nyawa melayang. Satu nyawa saja harus kita perhatikan apalagi ini ratusan,” tuturnya. (Baca Juga: Waketum PPP Sebut Jutaan Guru Belum Sejahtera)
Mengenai RUU Destinasi Wisata Halal, Awiek mengatakan bahwa meningkatnya populasi muslim yang berusia muda, berpendidikan, dan dengan pendapatan yang tinggi membuat industri pariwisata internasional mulai menargetkan wisatawan Muslim sebagai target pasarnya.
”Populasi muslim dunia diprediksi akan mencapai 26,5 persen pada tahun 2030. Sedangkan jumlah pengeluaran wisatawan Muslim diprediksi akan mencapai USD200 miliar pada 2020,” urainya.
Anggota Fraksi PPP, Illiza Saaduddin Djamal menambahkan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pariwisata halal di skala global karena didukung dengan keindahan alam, keragaman budaya dan populasi muslim terbesar di dunia.
”Wisata halal merupakan sebuah konsep pariwisata yang berpotensi untuk dikembangkan.Tetapi pengembangannya akan banyak mendapatkan hambatan karena dari sisi regulasi, pariwisata halal di Indonesia tergolong lemah karena tidak aturan yang mengaturnya secara spesifik baik dalam bentuk Undang-Undang maupun Peraturan Menteri,” tutur anggota Komisi X DPR ini.
Illiza menegaskan, wisata halal bukan berarti membuat pekerja wisata berjilbab dan berpeci. Namun cukup menyediakan alternatif halal dalam layanan mereka.
”Kita perlu sosialisasi intensif tentang definisi wisata halal tersebut. UU Destinasi Wisata Halal ini akan membuat Indonesia berada di garis terdepan dalam Wisata Halal 2.0,” urainya.
RUU inisiatif lainnya adalah RUU Ekonomi Syariah. Sektor ekonomi syariah dinilai penting bagi perekonomian nasional di tengah era ketidakpastian ekonomi global. Selain itu juga ada RUU Perlindungan Anak Yatim dan Anak Terlantar.
Anggota Fraksi PPP Anwar Idris mengatakan, jumlah anak terlantar, termasuk di antaranya anak yatim pada 2018 mencapai 4,5 juta jiwa.
”Negara harus hadir untuk memberikan perhatian, pemenuhan hak-hak dan pemenuhan kesejaheteraan sehingga lebih terarah guna menyongsong masa depan mereka. Harus ada skema yang jelas dalam hal pembinaan dan penanganan bagi anak yatim dan anak terlantar,” tuturnya.
Dalam UUD 1945 disebutkan anak terlantar dipelihara oleh negara, namun hal ini belum diatur oleh undang-undang. ”Anak yatim bukan hanya masalah terkait ekonomi, namun juga perwalian yang perlu mendapatkan aturan. Masalah perwalian ini mendapatkan perhatian saat terjadi bencana yang menambah jumlah anak yatim,” katanya.
Satu lagi Revisi UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). UU tersebut dinilai perlu mendapatkan perhatian DPR karena ada bebrapa pasal yang perlu direvisi. Seperti izin pengadilan untuk membubarkan Ormas. Pemerintah juga dinilai perlu memberikan keleluasan izin untuk pendirian ormas, kecuali ada putusan pengadilan yang membuat Ormas tersebut memang tidak boleh berdiri karena bisa merusak keutuhan NKRI.
”PPP akan memperbaiki rumusan pasal-pasal pemidanaan yang dinilai terlalu berat sanksinya dan kurang ketat dalam menentukan peran pelaku,” katanya.
Menurut Baidowi, revisi ormas ini juga merupakan aspirasi yang berkembang di kalangan ormas-ormas Islam.
”Ini juga merupakan janji politik PPP kepada konstituen,” ujarnuya.
(dam)