Begini Gaya Kerja Staf Khusus Milenial, Tak Terikat SOP Baku
A
A
A
JAKARTA - Kurang lebih seminggu lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan tujuh staf khusus milenialnya di Beranda Istana Merdeka Jakarta. Ketujuh staf khusus tersebut antara lain Adamas Belva Syah Devara, Putri Indahsari Tanjung, Andi Taufan Garuda Putra, Ayu Kartika Dewi, Gracia Billy Mambrasar, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Ma’ruf.
Salah satu staf khusus milenial Aminuddin Ma’ruf pun berbagi kesibukannya selama satu pekan bertugas membantu Presiden Jokowi. Aminuddin saat ini menempati salah satu ruangan di Gedung I lantai 3 Kementerian Sekretariat Negara. Gedung ini memang masih satu kompleks dengan Istana Kepresidenan Jakarta. Karena kantor tersebut sebelumnya ditempati oleh dua staf khusus presiden, yakni Ahmad Erani Yustika dan Adita Irawati.
“Kalau saya berkantornya di sini. Tapi sedang disiapkan kantor bersama untuk kami bertujuh di Wisma Negara. Di sana formatnya lebih berbentuk lounge karena kita formatnya kerja kolaboratif, jadi tidak seperti ini. Saya juga belum lihat ruangannya,” ujarnya.
Dia mengaku tidak selalu berada di kantor itu. Bahkan, selama seminggu ini dia mengadakan rapat secara mobile dengan staf khusus lainnya. “Tadi juga ada rapat di Setiabudi One pagi di internal teman-teman. Sorenya rapat dengan Pak Mensesneg di sini di Setneg,” ujarnya.
Sampai saat ini sudah ada dua tugas yang diberikan kepada staf khusus milenial. Pertama berkaitan dengan kartu prakerja. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail bagaimana ide-ide staf khusus milenial terkait kartu prakerja.
“Jumat kemarin rapat dengan Mbak Denny KSP diminta bantuan untuk membantu bagaimana kartu prakerja ini. Ide-ide inovasi dan kreativitasnya itu disentuhlah dalam penyiapan kartu prakerja ini. Karena ini, kan program prioritas Presiden,” ungkapnya.
Sementara itu, tugas kedua adalah membantu bagaimana agenda pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila itu bisa tepat sasaran kepada generasi milenial dan anak-anak muda. Menurut dia, hal ini harus dilakukan dangan pendekatan kreatif. “Karena secara peta demografi, mayoritas yang jadi sasaran penanaman ideologi Pancasila kan anak muda. Kalau pakai pendekatan/modelnya tidak ada perubahan, ya tidak akan efektif,” ujarnya.
Aminuddin menjelaskan, staf khusus milenial tidak dalam posisi mengeksekusi suatu kebijakan. Staf khusus bertugas memberikan berbagai ide maupun gagasan untuk memperkaya alternatif kebijakan.
“Kami diminta pendapatnya ya itu kan jadi kumpulan ide-ide yang akan memperkaya pilihan atau alternatif dari pengambil kebijakan dalam hal ini Presiden. Kita tidak dalam posisi saran kami diterima/tidak. Ya seperti brainstorming posisinya di sini, masalahnya di sini, pemecahannya gimana,” ujarnya.
Dia juga mengaku tetap berkoordinasi dengan staf khusus senior lainnya. Namun, dia mengatakan, penugasan antara staf khusus milenial dan senior berbeda. “Ya, kami koordinasi kok. Kami penugasan khususnya lebih pada seperti kerja-kerja content creator, tapi tidak dalam teknisnya. Lebih pada gagasannya, lebih pada kira-kira skema inovasinya seperti apa, pendekatannya bagaimana, yang tentu dengan cara anak muda,” katanya.
Terkait suasana rapat, mantan ketua PMII ini mengaku berlangsung cair dan tidak kaku. Sementara soal perintah, Aminuddin mengatakan lebih kondisional. “Tidak ada SOP baku. Pokoknya, gaya anak muda bangetlah. Kan memang kita berusaha keluar dari pakem birokratis yang penting substansi penugasan beres,” tuturnya.
Ditanyakan masalah penilaian kinerja, dia mengatakan tidak tahu pasti indikatornya. Pasalnya, para staf khusus tidak mengeksekusi program sehingga penilaiannya lebih cenderung pada subjektivitas Presiden. “Beda kalau menteri. Gampang sekali melihat KPI Menteri itu sangat mudah. Perform apa nggak. Ditugaskan ini sama Presiden realisasinya sesuai apa tidak. Nah kami kan nggak diberikan hak eksekusi sebuah program,” ujarnya.
Dia merasa kegiatan sebagai pembantu Presiden tidak jauh berbeda dengan aktivitas sebelumnya. Saat ini dia bekerja dibantu oleh satu staf yang disediakan Kemensetneg. “Ya baru ini. Baru Tata (nama staf) doang. Tapi nanti saya nggak berapa. Tapi nanti pasti ada tim,” ungkapnya. Sementara itu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan staf khusus dipilih secara langsung oleh Presiden.
Dia mengaku ada alasan tersendiri Presiden memilih staf khusus dari kalangan milenial. “Kenapa kemudian dipilih orang-orang muda yang bertalenta, pintar, yang membawa perubahan karena memang yang dihadapi bangsa ini berbeda dengan apa yang akan kami alami. Jadi, Pak Jokowi, kami ini yang umur di atas 50, sementara Indonesia akan menjadi bangsa besar, menjadi 10 kekuatan ekonomi dunia atau 5 kekuatan ekonomi dunia, merekalah yang nanti akan bekerja,” ujarnya.
Pram mengatakan, para staf khusus memang memberikan masukkan kepada Presiden, tapi secara administrasi berada di bawahnya. “Namun secara administrasi kepegawaian dan manajemen di bawah seskab,” ujarnya. Politikus PDI Perjuangan ini menegaskan para staf khusus ini tetap bekerja penuh. Meskipun memang tidak ada keharusan untuk setiap hari di kantor, tapi harus siap ketika Presiden membutuhkan.
“Ya, sekarang saja mereka sudah diberikan tugas oleh Presiden untuk beberapa hal. Yang nggak perlu kemudian harus di kantor membuat laporan. Sekarang kan era digital. Era yang sangat dinamis sekali. Jadi mereka sudah mulai bekerja,” ujarnya. Terkait dengan besaran gaji, Pram mengatakan hal itu sudah ada aturannya. Sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) No.144/ 2015, gaji staf khusus presiden adalah sebesar Rp 51.000.000.
“Jadi, stafsus ini jabatannya setara dengan eselon 1. Eselon 1 di lingkungan seskab, setneg, menkeu, itu ya segitu. Karena itu kan ada perpresnya. ada aturan mainnya,” katanya. Ditanyakan masalah evaluasi kerja, Pram tidak menjelaskan dengan detail. Dia hanya memastikan bahwa evaluasi itu ada. “Ada. Ada aturan main dan tata caranya,” ujarnya.
Salah satu staf khusus milenial Aminuddin Ma’ruf pun berbagi kesibukannya selama satu pekan bertugas membantu Presiden Jokowi. Aminuddin saat ini menempati salah satu ruangan di Gedung I lantai 3 Kementerian Sekretariat Negara. Gedung ini memang masih satu kompleks dengan Istana Kepresidenan Jakarta. Karena kantor tersebut sebelumnya ditempati oleh dua staf khusus presiden, yakni Ahmad Erani Yustika dan Adita Irawati.
“Kalau saya berkantornya di sini. Tapi sedang disiapkan kantor bersama untuk kami bertujuh di Wisma Negara. Di sana formatnya lebih berbentuk lounge karena kita formatnya kerja kolaboratif, jadi tidak seperti ini. Saya juga belum lihat ruangannya,” ujarnya.
Dia mengaku tidak selalu berada di kantor itu. Bahkan, selama seminggu ini dia mengadakan rapat secara mobile dengan staf khusus lainnya. “Tadi juga ada rapat di Setiabudi One pagi di internal teman-teman. Sorenya rapat dengan Pak Mensesneg di sini di Setneg,” ujarnya.
Sampai saat ini sudah ada dua tugas yang diberikan kepada staf khusus milenial. Pertama berkaitan dengan kartu prakerja. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail bagaimana ide-ide staf khusus milenial terkait kartu prakerja.
“Jumat kemarin rapat dengan Mbak Denny KSP diminta bantuan untuk membantu bagaimana kartu prakerja ini. Ide-ide inovasi dan kreativitasnya itu disentuhlah dalam penyiapan kartu prakerja ini. Karena ini, kan program prioritas Presiden,” ungkapnya.
Sementara itu, tugas kedua adalah membantu bagaimana agenda pengarusutamaan nilai-nilai Pancasila itu bisa tepat sasaran kepada generasi milenial dan anak-anak muda. Menurut dia, hal ini harus dilakukan dangan pendekatan kreatif. “Karena secara peta demografi, mayoritas yang jadi sasaran penanaman ideologi Pancasila kan anak muda. Kalau pakai pendekatan/modelnya tidak ada perubahan, ya tidak akan efektif,” ujarnya.
Aminuddin menjelaskan, staf khusus milenial tidak dalam posisi mengeksekusi suatu kebijakan. Staf khusus bertugas memberikan berbagai ide maupun gagasan untuk memperkaya alternatif kebijakan.
“Kami diminta pendapatnya ya itu kan jadi kumpulan ide-ide yang akan memperkaya pilihan atau alternatif dari pengambil kebijakan dalam hal ini Presiden. Kita tidak dalam posisi saran kami diterima/tidak. Ya seperti brainstorming posisinya di sini, masalahnya di sini, pemecahannya gimana,” ujarnya.
Dia juga mengaku tetap berkoordinasi dengan staf khusus senior lainnya. Namun, dia mengatakan, penugasan antara staf khusus milenial dan senior berbeda. “Ya, kami koordinasi kok. Kami penugasan khususnya lebih pada seperti kerja-kerja content creator, tapi tidak dalam teknisnya. Lebih pada gagasannya, lebih pada kira-kira skema inovasinya seperti apa, pendekatannya bagaimana, yang tentu dengan cara anak muda,” katanya.
Terkait suasana rapat, mantan ketua PMII ini mengaku berlangsung cair dan tidak kaku. Sementara soal perintah, Aminuddin mengatakan lebih kondisional. “Tidak ada SOP baku. Pokoknya, gaya anak muda bangetlah. Kan memang kita berusaha keluar dari pakem birokratis yang penting substansi penugasan beres,” tuturnya.
Ditanyakan masalah penilaian kinerja, dia mengatakan tidak tahu pasti indikatornya. Pasalnya, para staf khusus tidak mengeksekusi program sehingga penilaiannya lebih cenderung pada subjektivitas Presiden. “Beda kalau menteri. Gampang sekali melihat KPI Menteri itu sangat mudah. Perform apa nggak. Ditugaskan ini sama Presiden realisasinya sesuai apa tidak. Nah kami kan nggak diberikan hak eksekusi sebuah program,” ujarnya.
Dia merasa kegiatan sebagai pembantu Presiden tidak jauh berbeda dengan aktivitas sebelumnya. Saat ini dia bekerja dibantu oleh satu staf yang disediakan Kemensetneg. “Ya baru ini. Baru Tata (nama staf) doang. Tapi nanti saya nggak berapa. Tapi nanti pasti ada tim,” ungkapnya. Sementara itu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan staf khusus dipilih secara langsung oleh Presiden.
Dia mengaku ada alasan tersendiri Presiden memilih staf khusus dari kalangan milenial. “Kenapa kemudian dipilih orang-orang muda yang bertalenta, pintar, yang membawa perubahan karena memang yang dihadapi bangsa ini berbeda dengan apa yang akan kami alami. Jadi, Pak Jokowi, kami ini yang umur di atas 50, sementara Indonesia akan menjadi bangsa besar, menjadi 10 kekuatan ekonomi dunia atau 5 kekuatan ekonomi dunia, merekalah yang nanti akan bekerja,” ujarnya.
Pram mengatakan, para staf khusus memang memberikan masukkan kepada Presiden, tapi secara administrasi berada di bawahnya. “Namun secara administrasi kepegawaian dan manajemen di bawah seskab,” ujarnya. Politikus PDI Perjuangan ini menegaskan para staf khusus ini tetap bekerja penuh. Meskipun memang tidak ada keharusan untuk setiap hari di kantor, tapi harus siap ketika Presiden membutuhkan.
“Ya, sekarang saja mereka sudah diberikan tugas oleh Presiden untuk beberapa hal. Yang nggak perlu kemudian harus di kantor membuat laporan. Sekarang kan era digital. Era yang sangat dinamis sekali. Jadi mereka sudah mulai bekerja,” ujarnya. Terkait dengan besaran gaji, Pram mengatakan hal itu sudah ada aturannya. Sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) No.144/ 2015, gaji staf khusus presiden adalah sebesar Rp 51.000.000.
“Jadi, stafsus ini jabatannya setara dengan eselon 1. Eselon 1 di lingkungan seskab, setneg, menkeu, itu ya segitu. Karena itu kan ada perpresnya. ada aturan mainnya,” katanya. Ditanyakan masalah evaluasi kerja, Pram tidak menjelaskan dengan detail. Dia hanya memastikan bahwa evaluasi itu ada. “Ada. Ada aturan main dan tata caranya,” ujarnya.
(don)