DPD Minta Pemerintah Optimalkan Pembangunan Perbatasan
A
A
A
JAKARTA - DPD mengakui, pembangunan perbatasan menjadi salah satu yang diperhatikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), banyak juga kemajuan yang telah dirasakan masyarakat di perbatasan.
Namun, DPD meminta agar pemerintah bisa memaksimalkan pembangunan perbatasan, khususnya dalam pembangunan SDM dan perekonomian perbatasan.
Hal ini dikatakan Anggota Komite I DPD RI Abraham Paul Liyanto dalam diskusi yang bertajuk "Kompleksitas Daerah Perbatasan Beranda Indonesia?" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
"Kalau mau jujur saya katakan memang ada perubahan yang signifikan, yang paling pertama perubahannya adalah, kalau dahulu daerah-daerah ini stigmanya jelek, bahwa daerah perbatasan itu stigmanya tertinggal, terluar, termiskin dan masih banyak lagi. Akhirnya juga ada kebijakan dari pemerintah pusat untuk memperhatikan daerah-daerah 3T," kata Abraham Paul Liyanto.
Menurut Senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini, daerahnya berbatasan langsung dengan Timor Leste, untuk laut berbatasan dengan Australia dan Selandia Baru. Yang jarak ke Darwin Australia itu hanya 1 jam 20 menit.
Indonesia sebagai negara kesatuan denhan 17 ribu pulau yang tersebar di 34 Provinsi tentu perbatasan sebagai beranda ini harus lebih bagus karena itu adalah pintu masuk.
"Jokowi pada era pertama kita tahu banyak sekali bangun yang disebut itu pos lintas batas negara (PLBN) banyak sekali , PLBN di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni Mota'ain, Motamasin dan Wini," urainya.
Abraham mengakui bahwa pembangunan perbatasan Indonesia itu membuat negara tetangga segan karena dulu, perbatasan itu keadaannya gelap, kumuh dan banyak jalan 'tikus'.
Namun demikian, pihaknya berharap bahwa pembangunan perbatasan itu bisa ditingkatkan kembali di periode kedua Jokowi ini. Seperti misalnya, perdagangan dan ekonomi masyarakat perbatasan yang belum menjadi perhatian.
Masyarakat perbatasan Indonesia bisa dibilang masih kalah dengan masyarakat perbatasan Singapura dan Malaysia. "Tetapi yang jelas DPD atau kita wakil daerah yang punya perbatasan ini sangat berharap, bahwa Pemerintah juga melibatkan seluruh stakeholder terutama di beranda-beranda ini, sehingga kita juga bisa sama seperti negara lain," harapnya.
Senada, Anggota Komite II DPD Edwin Saputra juga memotret beberapa persoalan, sebagai Senator asal Riau, dia cukup terkejut dengan penemuan-penemuan kasus belakangan baik penyelundupan Narkoba dan barang ilegal lain Malaysia serta masalah kriminalitas lainnya.
Meskipun, ia mengakui bahwa pembangunan infrastruktur perbatasan di era Jokowi ini sangat bagus tetapi, dia melihat bahwa semangat pemerintah cenderung menurun. "Kita bisa lihat dari yang awalnya selalu dibanggakan oleh presiden Jokowi mudah-mudahan ini pada periode kedua ini, ini menjadi concern lagi," kata Edwin.
Kemudian, lanjut Edwin, DPD merasa bahwa Badan Nasional Penanggulangan Perbatasan (BNPP) ini perlu ditingkatkan lagi perannya lewat revisi Undang-Undang. Karena, badan ini hanya diberi porsi untuk melakukan membuat grand design pembangunan seperti Bappenas.
“Apakah mungkin ini beberapa pekerjaan yang sifatnya langsung dan bisa dieksekusi bisa dilaksanakan itu menurut kita di daerah,” imbuhnya.
Edwin juga menyoroti soal tidak adanya siaran tv maupun radio nasional di daerah perbatasan sehingga, masyarakat perbatasan banyak menonton acara tv dari negara tetangga. Padahal, siaran itu penting untuk menumbuhkan nasionalisme.
Dia juga melihat bahwa penguatan ekonomi belum menjadi prioritas. Padahal, banyak sektor yang bisa menjadi unggulan seperti perkebunan dan pertanian. Karena faktanya, hidup di perbatasan itu biayanya sangat mahal.
Namun, besar harapan DPD bahwa di periode kedua Jokowi bersama dengan sejumlah menteri baru bahkan staf khusus dari kalangan milenial ini bisa mengatasi permasalahan di daerah 3T.
"Inilah hal-hal yang menjadi poin saya yang nanti kita bisa diskusikan, karena apa, jumlah TNI masih sangat minim di daerah perbatasan ini dan jumlah ini tidak sebanding dengan tugas yang dibebankan kepada mereka," tandasnya.
Namun, DPD meminta agar pemerintah bisa memaksimalkan pembangunan perbatasan, khususnya dalam pembangunan SDM dan perekonomian perbatasan.
Hal ini dikatakan Anggota Komite I DPD RI Abraham Paul Liyanto dalam diskusi yang bertajuk "Kompleksitas Daerah Perbatasan Beranda Indonesia?" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
"Kalau mau jujur saya katakan memang ada perubahan yang signifikan, yang paling pertama perubahannya adalah, kalau dahulu daerah-daerah ini stigmanya jelek, bahwa daerah perbatasan itu stigmanya tertinggal, terluar, termiskin dan masih banyak lagi. Akhirnya juga ada kebijakan dari pemerintah pusat untuk memperhatikan daerah-daerah 3T," kata Abraham Paul Liyanto.
Menurut Senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini, daerahnya berbatasan langsung dengan Timor Leste, untuk laut berbatasan dengan Australia dan Selandia Baru. Yang jarak ke Darwin Australia itu hanya 1 jam 20 menit.
Indonesia sebagai negara kesatuan denhan 17 ribu pulau yang tersebar di 34 Provinsi tentu perbatasan sebagai beranda ini harus lebih bagus karena itu adalah pintu masuk.
"Jokowi pada era pertama kita tahu banyak sekali bangun yang disebut itu pos lintas batas negara (PLBN) banyak sekali , PLBN di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni Mota'ain, Motamasin dan Wini," urainya.
Abraham mengakui bahwa pembangunan perbatasan Indonesia itu membuat negara tetangga segan karena dulu, perbatasan itu keadaannya gelap, kumuh dan banyak jalan 'tikus'.
Namun demikian, pihaknya berharap bahwa pembangunan perbatasan itu bisa ditingkatkan kembali di periode kedua Jokowi ini. Seperti misalnya, perdagangan dan ekonomi masyarakat perbatasan yang belum menjadi perhatian.
Masyarakat perbatasan Indonesia bisa dibilang masih kalah dengan masyarakat perbatasan Singapura dan Malaysia. "Tetapi yang jelas DPD atau kita wakil daerah yang punya perbatasan ini sangat berharap, bahwa Pemerintah juga melibatkan seluruh stakeholder terutama di beranda-beranda ini, sehingga kita juga bisa sama seperti negara lain," harapnya.
Senada, Anggota Komite II DPD Edwin Saputra juga memotret beberapa persoalan, sebagai Senator asal Riau, dia cukup terkejut dengan penemuan-penemuan kasus belakangan baik penyelundupan Narkoba dan barang ilegal lain Malaysia serta masalah kriminalitas lainnya.
Meskipun, ia mengakui bahwa pembangunan infrastruktur perbatasan di era Jokowi ini sangat bagus tetapi, dia melihat bahwa semangat pemerintah cenderung menurun. "Kita bisa lihat dari yang awalnya selalu dibanggakan oleh presiden Jokowi mudah-mudahan ini pada periode kedua ini, ini menjadi concern lagi," kata Edwin.
Kemudian, lanjut Edwin, DPD merasa bahwa Badan Nasional Penanggulangan Perbatasan (BNPP) ini perlu ditingkatkan lagi perannya lewat revisi Undang-Undang. Karena, badan ini hanya diberi porsi untuk melakukan membuat grand design pembangunan seperti Bappenas.
“Apakah mungkin ini beberapa pekerjaan yang sifatnya langsung dan bisa dieksekusi bisa dilaksanakan itu menurut kita di daerah,” imbuhnya.
Edwin juga menyoroti soal tidak adanya siaran tv maupun radio nasional di daerah perbatasan sehingga, masyarakat perbatasan banyak menonton acara tv dari negara tetangga. Padahal, siaran itu penting untuk menumbuhkan nasionalisme.
Dia juga melihat bahwa penguatan ekonomi belum menjadi prioritas. Padahal, banyak sektor yang bisa menjadi unggulan seperti perkebunan dan pertanian. Karena faktanya, hidup di perbatasan itu biayanya sangat mahal.
Namun, besar harapan DPD bahwa di periode kedua Jokowi bersama dengan sejumlah menteri baru bahkan staf khusus dari kalangan milenial ini bisa mengatasi permasalahan di daerah 3T.
"Inilah hal-hal yang menjadi poin saya yang nanti kita bisa diskusikan, karena apa, jumlah TNI masih sangat minim di daerah perbatasan ini dan jumlah ini tidak sebanding dengan tugas yang dibebankan kepada mereka," tandasnya.
(maf)