Menuju Ibu Kota Baru

Jum'at, 22 November 2019 - 06:06 WIB
Menuju Ibu Kota Baru
Menuju Ibu Kota Baru
A A A
PEMERINTAH sudah mantap akan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Konsep desain tata ruang hingga sistem transportasi sudah siap diimplementasikan.

Kalimantan Timur dipilih karena wilayah ini jauh dari Cincin Api Pasifik, tidak seperti wilayah lain di Indonesia. Hal itu berarti daerah ini terhindar dari gempa bumi, tsunami, dan banjir.

Dari sisi risiko bencana, seperti gempa dan tsunami calon ibu kota baru relatif rendah. Meski demikian, risiko bencana di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, bisa diminimalisasi kalau pemerintah mempersiapkan rancangan tata ruang yang memperhatikan aspek lingkungan hidup dan sesuai dengan kaidah.

Dari sisi transportasi misalnya, di ibu kota baru mengusung konsep modern, smart , dan mobility. Transportasi di ibu kota seluruhnya memanfaatkan angkutan umum ramah lingkungan. Di sejumlah titik lokasi, akses jalan di desain khusus bagi pengendara sepeda listrik dan pejalan kaki.

Transportasi massal mempergunakan MRT, LRT, e-bus , dan subway Transportasi ramah lingkungan ini sesuai rencana induk pembangunan ibu kota. Kota yang terdiri tiga ring area me­ngelilingi pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan ter­hubung lima jalur utama menjadi simbol dasar negara, Pancasila.

Area ring satu menjadi inti pemerintahan seluas 2.000 hektare peruntukan istana negara, lembaga negara, taman, dan botanical garden. Selanjutnya, pengembangan 220.000 hektare bagi per­mukiman ASN/TNI/Polri, perwakilan diplomatik, fasilitas pen­di­dikan/kesehatan, universitas, penelitian, taman nasional, konservasi orangutan, kompleks permukiman swasta, dan lain-lain.

Namun, euforia ibu kota baru itu sejatinya harus mem­perhatikan masyarakat sekitar, mengingat akan ada budaya baru yang masuk, hingga pusat ekonomi baru. Pengembangan ibu kota baru harus berdampak positif pada kota/kabupaten sekitar. Jangan sampai kehadiran ibu kota baru malah membuat kabupaten/kota di sekitarnya tertinggal kemajuan ibu kota. Pengembangan ibu kota baru yang menghadirkan ekosistem yang lebih modern tentunya harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat lokal.

Namun, ada hal yang perlu mendapat perhatian serius yakni posisi Pulau Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Hal ini berkaitan dengan hutan hujan alami yang masih ada di pulau Kalimantan. Masalah ekologi tersebut tak bisa disepelekan sebab selain sebagai paru-paru dunia, Kalimantan menjadi pusat habitat satwa liar.

Rencana tata ruang wilayah provinsi, kota/kabupaten perlu revisi dengan penyesuaian antara lain peruntukan lahan milik negara, persoalan batas wilayah, antisipasi konflik sosial, serta dampak dan kapasitas daya dukung lingkungan. Pendekatan pembangunan ibu kota baru harus berbasiskan alam dengan memperhatikan soal deforestasi, penanaman pohon kembali, dan merestorasi ekosistem hutan bakau serta gambut berbasis masyarakat.

Banyak pekerjaan rumah yang harus disiapkan dalam pe­mindahan ibu kota agar terencana matang, penuh kehati-hatian, dan berkelanjutan. Sebagai paru-paru dunia, pendekatan pembangunan ber­basiskan alam harus dengan memperhatikan tingkat deforestasi, penanaman pohon kembali, serta merestorasi ekosistem hutan bakau dan gambut berbasis masyarakat.

Pemindahan ibu kota negara adalah keputusan politik bersama yang memerlukan pemikiran panjang dan penuh kehati-hatian. Keberadaan ibu kota baru diharapkan akan meningkatkan pengelolaan pemerintah pusat yang efisien dan efektif.

Ibu kota baru harus benar-benar menerapkan persyaratan bangunan hijau cerdas, pemanfaatan energi terbarukan, dan pemberdayaan masyarakat serta komunitas. Ibu kota baru juga harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pengembangan pusat kota, seperti yang diungkapkan oleh para pakar, harus berbasis pergerakan manusia yang berdasarkan 6D, yakni destination (tujuan), distance (jarak), design (rancangan), density (kepadatan), diversity (keberagaman), serta demand management (mengelola kebutuhan).

Perpindahan ibu kota ini pun bisa jadi kesempatan me­rencanakan kota dari awal yang lebih baik. Dengan ekosistem yang lebih baik. Juga modernisasi yang tetap mempertahankan kearifan budaya masyarakat lokal. Dan tentunya, ibu kota baru harus lebih baik dari Jakarta.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6152 seconds (0.1#10.140)