Gagasan Tito Karnavian Soal Pilkada Asimetris Dinilai Rasional
A
A
A
JAKARTA - Baru sebulan lebih dipercaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian sudah memiliki banyak terorobosan dan gagasan dalam pengembangan demokrasi di negeri ini.
Saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, mantan Kapolri itu mengusulkan untuk mengurangi dampak negatif pilkada, perlu diterapkan Pilkada Asimetris seperti yang dilakukan di DKI Jakarta.
Ketua The Center Of Public Policy and Regional Autonomy (OPRA Center), Edi Hasibuan, gagasan Tito Karnavian untuk Pilkada Asimetris sangat bagus dan rasional.
Menurutnya, wacana itu perlu dipikirkan untuk diterapkan di sejumlah daerah yang karateristik wilayahnya sama dengan DKI Jakarta. Selain murah, Pilkada Asimetris akan mengurangi gangguan keamanan dan konflik sosial.
"Kami berpandangan wacana Pak Mendagri mengagas Pilkada Asimestris patut kita pertimbangkan," ujar dosen Hukum Administrasi Negara (HAN) universitas Bhayangkara Jakarta ini, Kamis (21/11/2019).
"Idenya sangat rasional. Kendati demikian, biar kajian ini lebih ilmiah, kami setuju dilakukan kajian akademiknya lebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat," sambungnya.
Menurut pemerhati kebijakan publik ini, penerapan Pilkada Asimetris seperti di DKI sangat sederhana dan tidak perlu biaya besar untuk jabatan wali kota dan bupati. Sedangkan gubernur, tetap dipilih lewat pilkada.
"Tapi wali kota dipilih gubernur, mengingat status pemerintah daerah tingkat dua di bawahnya bukanlah berstatus otonom, tetapi daerah pembantu. Kondisi ini lalu membuat wali kota dan bupati ditentukan oleh gubernur dan DPRD," pungkasnya.
Saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, mantan Kapolri itu mengusulkan untuk mengurangi dampak negatif pilkada, perlu diterapkan Pilkada Asimetris seperti yang dilakukan di DKI Jakarta.
Ketua The Center Of Public Policy and Regional Autonomy (OPRA Center), Edi Hasibuan, gagasan Tito Karnavian untuk Pilkada Asimetris sangat bagus dan rasional.
Menurutnya, wacana itu perlu dipikirkan untuk diterapkan di sejumlah daerah yang karateristik wilayahnya sama dengan DKI Jakarta. Selain murah, Pilkada Asimetris akan mengurangi gangguan keamanan dan konflik sosial.
"Kami berpandangan wacana Pak Mendagri mengagas Pilkada Asimestris patut kita pertimbangkan," ujar dosen Hukum Administrasi Negara (HAN) universitas Bhayangkara Jakarta ini, Kamis (21/11/2019).
"Idenya sangat rasional. Kendati demikian, biar kajian ini lebih ilmiah, kami setuju dilakukan kajian akademiknya lebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat," sambungnya.
Menurut pemerhati kebijakan publik ini, penerapan Pilkada Asimetris seperti di DKI sangat sederhana dan tidak perlu biaya besar untuk jabatan wali kota dan bupati. Sedangkan gubernur, tetap dipilih lewat pilkada.
"Tapi wali kota dipilih gubernur, mengingat status pemerintah daerah tingkat dua di bawahnya bukanlah berstatus otonom, tetapi daerah pembantu. Kondisi ini lalu membuat wali kota dan bupati ditentukan oleh gubernur dan DPRD," pungkasnya.
(maf)