Setelah Jokowi, Anies Baswedan Dinilai Jadi Magnet Politik Baru
A
A
A
JAKARTA - Partai Nasdem memberikan panggung istimewa kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk membuka Kongres Kedua Nasdem di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat 8 November 2019 malam.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menilai, panggung yang diberikan kepada Anies bukan sekadar karena dirinya sebagai Gubernur DKI Jakarta semata.
"Panggung yang diberikan Anies oleh Nasdem atau Surya Paloh tampaknya sangat istimewa. Nasdem sangat cerdik dengan memberikan panggung pembukaan tersebut kepada Anies," tutur Nyarwi, Sabtu (9/11/2019). (Baca Juga: Anies Baswedan Buka Kongres Partai Nasdem)
Menurut dia, branding politik Anies yang selama ini dikenal sebagai sosok politisi yang didukung oleh Gerindra yang pernah berada di luar Koalisi pemerintahan Jokowi, dan juga PKS yang masih berada d luar blok koalisi pemerintahan Jokowi masih memiliki medan magnet cukup kuat.
"Sepertinya selain mempertimbangkan sosok Anies yang pernah menjadi deklarator ormas Nasdem, Nasdem tampaknya memberikan panggung tersebut dengan dua pertimbangan atau manfaat sekaligus," katanya.
Pertama, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh sengaja ingin memanfaatkan Anies sebagai salah satu brand politik Partai Nasdem.
"Kedua, menjadikan sosok Anies sebagai proxy re and co-branding politik Partai Nasdem. Nasdem ingin memperkuat branding Anies sebagai tokoh politik nasional bukan sekadar Gubernur DKI. Nasdem melihat pelebaran jarak atau kekosongan itu sebagai peluang yang dapat dikapitalisasi untuk menaikkan visibilitas dirinya dalam panggung politik nasional," urainya.
Nyarwi melanjutkan, Nasdem tampaknya menyadari betul masuknya Gerindra sebagai parpol yang pernah mengusung Anies dalam Pilkada DKI 2017 lalu ke blok Koalisi Pemerintahan Jokowi, menjadikan branding politik Anies kian terpisah atau berjarak dengan Partai Gerindra dan Prabowo.
"Dalam acara pembukaan tersebut, Nasdem sepertinya punya Jubir baru untuk mengangkat visibilitas platform (visi dan misi) keorganisasian politiknya di mata publik. Nasdem juga seperti mendapatkan 'alternatif komoditi politik baru' di luar Jokowi yang dapat menaikkan tingkat elektabitasnya dalam periode mendatang," paparnya.
Berkaca pada Pilpres 2014 hingga 2019, kata Nyarwi, Nasdem tampak sangat intens menggunakan Jokowi sebagai brand atau komoditi politik untuk memperluas basis elektoralnya dalam meraih jumlah kursi di DPR maupun DPRD.
"Nasdem bersama dengan partai pendukung Jokowi, khususnya PDIP tampak berusaha untuk mendapatkan coattail effect dari menguatnya elektabilitas Presiden Jokowi.
Pasca Pilpres 2019 dan mengingat potensi memudarnya tingkat dukungan publik pada Presiden Jokowi atau daya magnetisme Presiden Jokowi ke elektoral, Nasdem tampaknya menyadari pentingnya mencari sosok baru yang dipandang bisa memiliki potensi daya magnetisme politik di tengah pasar politik pemilih," urainya.
"Salah satu sosok yang tampaknya menjadi andalan untuk tujuan itu sepertinya Anies Baswedan maka tidak heran jika Nasdem memberikan panggung istimewa kepada Anies," tambah Nyarwi.
Gaya dan model intonasi pidato Anies dalam acara tersebut yang tampak berbeda dengan gaya Presiden Jokowi, bisa menjadi daya tarik bagi kalangan pemilih yang mengharapkan lahirnya sosok pemimpin alternatif yang memiliki style berbeda dengan Presiden Jokowi.
"Terlepas dari adanya keterkaitan historis antara Anies dengan Ormas Nasdem tersebut, materi yang disampaikan Anies dengan mengutip platform Ormas Nasdem terkait dengan pentingnya keberimbangan antara empat hal, dinamika dan ketertiban, kompetisi dan kesetaraan dan sebagainya, dan juga pentingnya penguatan demokrasi untuk mengatasi problem laten berupa kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia, Anies menawarkan narasi politik alternatif di luar narasi politik mainstream yang selama ini coba dibangung oleh Presiden Jokowi," tuturnya.
Namun Nyarwi Ahmad menyebut, meski memiliki semangat yang bagus soal penguatan demokrasi, kesetaraan, kesejahteraan, mengatasi problem kesenjangan dan pentingnya persatuan dalam menjaga keutuhan NKRI, Anies sebagaimana publik figur yang bukan pimpinan parpol lainnya punya kelemahan sama.
"Sulit bagi Anies untuk keluar dari cengkeraman para oligarki dan politik parpol. Sulit bagi Anies untuk sepenuhnya bisa merealisasikan ide-ide yang disampaikannya tersebut tanpa melakukan transaksi politik dengan mereka," katanya.
Terlepas dari situasi tersebut, tutur Nyarwi, baik Anies maupun Nasdem bisa sama-sama mendapatkan manfaat. "Cuma untuk beberapa tahun mendatang, pertanyaanya kemudian adalah siapa yang sebenarnya memanfaatkan siapa? Apakah Anies bisa memanfaatkan Nasdem atau Surya Paloh? Atau sebalik, Nasdem atau Surya Paloh yang bisa memanfaatkan Anies," tutur Nyarwi
Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menilai, panggung yang diberikan kepada Anies bukan sekadar karena dirinya sebagai Gubernur DKI Jakarta semata.
"Panggung yang diberikan Anies oleh Nasdem atau Surya Paloh tampaknya sangat istimewa. Nasdem sangat cerdik dengan memberikan panggung pembukaan tersebut kepada Anies," tutur Nyarwi, Sabtu (9/11/2019). (Baca Juga: Anies Baswedan Buka Kongres Partai Nasdem)
Menurut dia, branding politik Anies yang selama ini dikenal sebagai sosok politisi yang didukung oleh Gerindra yang pernah berada di luar Koalisi pemerintahan Jokowi, dan juga PKS yang masih berada d luar blok koalisi pemerintahan Jokowi masih memiliki medan magnet cukup kuat.
"Sepertinya selain mempertimbangkan sosok Anies yang pernah menjadi deklarator ormas Nasdem, Nasdem tampaknya memberikan panggung tersebut dengan dua pertimbangan atau manfaat sekaligus," katanya.
Pertama, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh sengaja ingin memanfaatkan Anies sebagai salah satu brand politik Partai Nasdem.
"Kedua, menjadikan sosok Anies sebagai proxy re and co-branding politik Partai Nasdem. Nasdem ingin memperkuat branding Anies sebagai tokoh politik nasional bukan sekadar Gubernur DKI. Nasdem melihat pelebaran jarak atau kekosongan itu sebagai peluang yang dapat dikapitalisasi untuk menaikkan visibilitas dirinya dalam panggung politik nasional," urainya.
Nyarwi melanjutkan, Nasdem tampaknya menyadari betul masuknya Gerindra sebagai parpol yang pernah mengusung Anies dalam Pilkada DKI 2017 lalu ke blok Koalisi Pemerintahan Jokowi, menjadikan branding politik Anies kian terpisah atau berjarak dengan Partai Gerindra dan Prabowo.
"Dalam acara pembukaan tersebut, Nasdem sepertinya punya Jubir baru untuk mengangkat visibilitas platform (visi dan misi) keorganisasian politiknya di mata publik. Nasdem juga seperti mendapatkan 'alternatif komoditi politik baru' di luar Jokowi yang dapat menaikkan tingkat elektabitasnya dalam periode mendatang," paparnya.
Berkaca pada Pilpres 2014 hingga 2019, kata Nyarwi, Nasdem tampak sangat intens menggunakan Jokowi sebagai brand atau komoditi politik untuk memperluas basis elektoralnya dalam meraih jumlah kursi di DPR maupun DPRD.
"Nasdem bersama dengan partai pendukung Jokowi, khususnya PDIP tampak berusaha untuk mendapatkan coattail effect dari menguatnya elektabilitas Presiden Jokowi.
Pasca Pilpres 2019 dan mengingat potensi memudarnya tingkat dukungan publik pada Presiden Jokowi atau daya magnetisme Presiden Jokowi ke elektoral, Nasdem tampaknya menyadari pentingnya mencari sosok baru yang dipandang bisa memiliki potensi daya magnetisme politik di tengah pasar politik pemilih," urainya.
"Salah satu sosok yang tampaknya menjadi andalan untuk tujuan itu sepertinya Anies Baswedan maka tidak heran jika Nasdem memberikan panggung istimewa kepada Anies," tambah Nyarwi.
Gaya dan model intonasi pidato Anies dalam acara tersebut yang tampak berbeda dengan gaya Presiden Jokowi, bisa menjadi daya tarik bagi kalangan pemilih yang mengharapkan lahirnya sosok pemimpin alternatif yang memiliki style berbeda dengan Presiden Jokowi.
"Terlepas dari adanya keterkaitan historis antara Anies dengan Ormas Nasdem tersebut, materi yang disampaikan Anies dengan mengutip platform Ormas Nasdem terkait dengan pentingnya keberimbangan antara empat hal, dinamika dan ketertiban, kompetisi dan kesetaraan dan sebagainya, dan juga pentingnya penguatan demokrasi untuk mengatasi problem laten berupa kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia, Anies menawarkan narasi politik alternatif di luar narasi politik mainstream yang selama ini coba dibangung oleh Presiden Jokowi," tuturnya.
Namun Nyarwi Ahmad menyebut, meski memiliki semangat yang bagus soal penguatan demokrasi, kesetaraan, kesejahteraan, mengatasi problem kesenjangan dan pentingnya persatuan dalam menjaga keutuhan NKRI, Anies sebagaimana publik figur yang bukan pimpinan parpol lainnya punya kelemahan sama.
"Sulit bagi Anies untuk keluar dari cengkeraman para oligarki dan politik parpol. Sulit bagi Anies untuk sepenuhnya bisa merealisasikan ide-ide yang disampaikannya tersebut tanpa melakukan transaksi politik dengan mereka," katanya.
Terlepas dari situasi tersebut, tutur Nyarwi, baik Anies maupun Nasdem bisa sama-sama mendapatkan manfaat. "Cuma untuk beberapa tahun mendatang, pertanyaanya kemudian adalah siapa yang sebenarnya memanfaatkan siapa? Apakah Anies bisa memanfaatkan Nasdem atau Surya Paloh? Atau sebalik, Nasdem atau Surya Paloh yang bisa memanfaatkan Anies," tutur Nyarwi
(dam)