Polemik Larangan Celana Cingkrang, Pakar Bahasa: Maknanya Salah Kaprah

Sabtu, 02 November 2019 - 21:11 WIB
Polemik Larangan Celana...
Polemik Larangan Celana Cingkrang, Pakar Bahasa: Maknanya Salah Kaprah
A A A
TANGERANG SELATAN - Baru-baru ini publik dihebohkan dengan pernyataan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang mewacanakan pelarangan cadar dan celana cingkrang di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Sontak beragam kritik dilontarkan dengan pelarangan itu.

Banyak kalangan menilai tak ada kaitannya antara cara berpakaian seseorang dengan radikalisme. Karena radikalisme disebutkan lahir dari suatu pemikiran.

Di luar polemik pelarangan itu, rupanya ada kekeliruan dalam memahami makna kata "Cingkrang". Masyarakat luas sudah terlanjur menerjemahkan kalimat celana "Cingkrang" sebagai celana yang bagian bawahnya menggantung di atas mata kaki.

"Celana cingkrang itu tidak ada kaitannya dengan radikalisme. Karena arti cingkrang sudah kadung dipahami secara salah kaprah oleh masyarakat," ujar Pakar Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hilmi Akmal ketika dihubungi, Sabtu (2/11/2019).

Menurut Hilmi, jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata "Cingkrang" adalah terlalu pendek. Jadi, kata dia, bila celana cingkrang dimaknai sebagai celana panjang yang ujungnya menggantung di atas mata kaki maka itu tidak dapat dibenarkan. (Baca juga: Celana Cingkrang dan Cadar, Jokowi: Itu Pilihan Pribadi )

"Celana cingkrang yang secara maknawi tepat adalah celana yang terlalu pendek. Jadi lebih pendek dari celana pendek. Mungkin dalam dunia fesyen disebut dengan celana "hot pants" atau celana pendek yang ujungnya semakin jauh di atas lutut sehingga mendekati pinggang," jelasnya.

Jika demikian, lantas Hilmi menyangsikan apakah memang ada orang yang terpapar radikalisme terkait pemakaian celana cingkrang dimaksud, yaitu celana "hot pants" yang terlalu pendek hingga ke arah mendekati bagian selangkangan. "Saya rasa tidak pernah ada," tegasnya.

Selanjutnya, dia meluruskan pula penggunaan kata yang keliru dalam memaknai kalimat "celana sirwal". Masyarakat telah terbiasa memahaminya sebagai celana yang ujungnya menggantung di atas mata kaki. Padahal secara semantis, sirwal memiliki arti Celana.

"Menurut saya itu pun tidak tepat secara semantis, karena sirwal adalah bahasa Arab untuk celana, diambil dari kata sirwalun. Jadi celana 'sirwal' ya artinya celana 'celana'. Itu menggelikan maknanya," jelasnya lagi.

Lalu jika penggunaan kata-kata tersebut keliru, maka Hilmi pun mengusulkan agar menyebut istilah celana yang menggantung di atas mata kaki itu dengan kalimat celana "Suro" atau sunnah rosul sehingga tidak merusak pemaknaan dari kata sebenarnya. (Baca juga: Menteri Agama Singgung 'Celana Cingkrang' oleh ASN, Begini Nasihat MUI )

"Menurut saya, karena celana model seperti itu mengikuti sunah Rasulullah dalam berpakaian, mengapa tidak disebut saja sebagai celana suro, celana, sunnah rosul?," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1500 seconds (0.1#10.140)