KPK Pasrah Presiden Tidak Terbitkan Perppu
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikap pasrah atas keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK.
Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK telah melakukan kajian secara utuh atas Undang-Undang (UU) baru KPK setelah revisinya disahkan pada Selasa (17/9/2019) oleh DPR periode 2014-2019.
(Baca juga: Masalah Radikalisme Dinilai Isu yang Tak Produktif)
Dari kajian tersebut KPK telah mengidentifikasi sedikitnya ada 26 poin dalam UU tersebut yang melemahkan KPK. Febri mengungkapkan, sebagaimana diketahui bersama kemudian UU tersebut berlaku meski tanpa tanda tangan Presiden Jokowi dan kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 19/2019.
(Baca juga: Tips dari Google untuk Memverifikasi Informasi)
Febri mengungkapkan, pihaknya telah membaca pernyataan Presiden Jokowi pada Jumat (1/11/2019) ini bahwa Presiden tidak akan mengeluarkan Perppu KPK. Bagi KPK, diterbitkan atau tidak diterbitkannya Perppu tersebut tentu menjadi domain dan kewenangan Presiden. KPK, tutur Febri, hanya merupakan pelaksana UU.
"Sikap KPK jelas ya, diterbitkan atau tidak diterbitkannya Perppu itu menjadi domain Presiden, karena itu kewenangan Presiden. Jadi terserah pada Presiden apakah akan memilih misalnya menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi dengan menerbitkan Perppu atau tidak," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2019) malam.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, KPK juga tidak mau berandai-andai apakah nanti akan bertemu dengan Presiden Jokowi untuk membahas dan meminta langsung agar Presiden menerbitkan Perppu atau tidak.
Yang pasti menurutnya, dengan berlakunya UU Nomor 19/2019 tentang KPK, maka potensi kerusakan terhadap KPK serta pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
"Fokus KPK saat ini adalah meminimalisir kerusakan atau pelemahan yang terjadi pasca UU tersebut berlaku. Itu yang kami kerjakan setiap hari melalui Tim Transisi. Jadi KPK menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden menerbitkan atau tidak menerbitkan Perppu. Terserah pada Presiden. KPK pelaksana undang-undang," bebernya.
Febri menegaskan, sehubungan dengan Presiden Jokowi yang akan menunjuk langsung Dewan Pengawas harusnya dilakukan secara hati-hati. Karena Pasal 69A ayat (1) hanya berbunyi 'Ketua dan anggota Dewan Pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia.
Bagi KPK, jangan sampai pengangkatan Dewan Pengawas dengan pengecualian tersebut menyalahi mekanisme yang ada. "UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 ini memang ada banyak pertentangan antara satu pasal dengan pasal lain. Saya kira ini yang harus kita cermati bersama secara hati-hati," ucapnya.
Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK telah melakukan kajian secara utuh atas Undang-Undang (UU) baru KPK setelah revisinya disahkan pada Selasa (17/9/2019) oleh DPR periode 2014-2019.
(Baca juga: Masalah Radikalisme Dinilai Isu yang Tak Produktif)
Dari kajian tersebut KPK telah mengidentifikasi sedikitnya ada 26 poin dalam UU tersebut yang melemahkan KPK. Febri mengungkapkan, sebagaimana diketahui bersama kemudian UU tersebut berlaku meski tanpa tanda tangan Presiden Jokowi dan kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 19/2019.
(Baca juga: Tips dari Google untuk Memverifikasi Informasi)
Febri mengungkapkan, pihaknya telah membaca pernyataan Presiden Jokowi pada Jumat (1/11/2019) ini bahwa Presiden tidak akan mengeluarkan Perppu KPK. Bagi KPK, diterbitkan atau tidak diterbitkannya Perppu tersebut tentu menjadi domain dan kewenangan Presiden. KPK, tutur Febri, hanya merupakan pelaksana UU.
"Sikap KPK jelas ya, diterbitkan atau tidak diterbitkannya Perppu itu menjadi domain Presiden, karena itu kewenangan Presiden. Jadi terserah pada Presiden apakah akan memilih misalnya menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi dengan menerbitkan Perppu atau tidak," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2019) malam.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengungkapkan, KPK juga tidak mau berandai-andai apakah nanti akan bertemu dengan Presiden Jokowi untuk membahas dan meminta langsung agar Presiden menerbitkan Perppu atau tidak.
Yang pasti menurutnya, dengan berlakunya UU Nomor 19/2019 tentang KPK, maka potensi kerusakan terhadap KPK serta pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
"Fokus KPK saat ini adalah meminimalisir kerusakan atau pelemahan yang terjadi pasca UU tersebut berlaku. Itu yang kami kerjakan setiap hari melalui Tim Transisi. Jadi KPK menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden menerbitkan atau tidak menerbitkan Perppu. Terserah pada Presiden. KPK pelaksana undang-undang," bebernya.
Febri menegaskan, sehubungan dengan Presiden Jokowi yang akan menunjuk langsung Dewan Pengawas harusnya dilakukan secara hati-hati. Karena Pasal 69A ayat (1) hanya berbunyi 'Ketua dan anggota Dewan Pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia.
Bagi KPK, jangan sampai pengangkatan Dewan Pengawas dengan pengecualian tersebut menyalahi mekanisme yang ada. "UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 ini memang ada banyak pertentangan antara satu pasal dengan pasal lain. Saya kira ini yang harus kita cermati bersama secara hati-hati," ucapnya.
(maf)