Data Produksi Pangan Dibenahi

Selasa, 29 Oktober 2019 - 08:00 WIB
Data Produksi Pangan Dibenahi
Data Produksi Pangan Dibenahi
A A A
SEBUAH kebijakan dijamin bernilai strategis apabila berdasar data yang akurat. Tidak terkecuali pembuatan kebijakan terkait ketersediaan pangan. Karena itu, data produksi pangan senantiasa harus disajikan secara akurat dan kredibel. Terkait data pangan, Syahrul Yasin Limpo yang baru hitungan hari menakhodai Kementerian Pertanian (Kementan) mulai “diteriaki” bagaimana secepatnya memperbaiki data produksi pangan yang masih karut-marut. Kalangan yang memberi perhatian khusus pada pengembangan bidang pertanian bahkan menilai perbaikan data produksi pangan menjadi satu di antara pekerjaan utama yang harus dituntaskan.

Mengapa mesti data produksi pangan yang mendapat prioritas untuk ditangani segera? Bukan bagaimana membuat kebijakan yang bisa menekan arus impor pangan yang menjadi satu di antara sumber masalah dalam neraca perdagangan Indonesia yang selalu catatkan defisit? Alasannya sangat mendasar sebab data pangan yang valid dan jelas dalam pembuatan kebijakan sektor pangan tidak akan melahirkan kegaduhan misalnya terkait kementerian atau lembaga lainnya hingga pengusaha yang bergerak pada bidang impor pangan.

Sepanjang Kementan di bawah kendali Amran Sulaiman, satu di antara persoalan yang selalu menjadi polemik di kementerian atau lembaga adalah persoalan data produksi pangan. Data siapa yang paling valid dan layak digunakan sebagai dasar kebijakan. Misalnya, data antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan tidak sinkron, begitu pula data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) – data resmi yang menjadi patokan pemerintah dalam melahirkan berbagai kebijakan.

Gayung bersambut, Syahrul Yasin Limpo yang lebih akrab dipanggil SYL sudah memasukkan perbaikan data produksi pangan sebagai program prioritas dalam 100 hari. Mantan gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) dua periode itu sepertinya sudah memetakan segala masalah pertanian di negeri ini sehingga akan fokus menyelesaikan masalah data produksi pangan. Sebelumnya, pada pertengahan tahun lalu, persoalan kegaduhan data produksi pangan mendapat sorotan dari Bambang Soesatyo yang ketika itu masih menjabat ketua DPR RI.

Selain persoalan data produksi pangan yang harus dibereskan, pada serah terima jabatan, pejabat lama Mentan Amran Sulaiman juga menitipkan sejumlah pekerjaan rumah terkait komoditas pangan strategis yang harus diperhatikan oleh pejabat baru Mentan SYL. Empat komoditas pangan yang senantiasa produksinya harus digenjot, yakni gula, kedelai, bawang putih, dan daging sapi. Komoditas yang disebutkan tersebut semuanya masih harus impor.

Meski sudah menjadi “orang luar” Kementan, Amran menyatakan bersedia kapan saja dipanggil sepanjang bantuannya dibutuhkan. Target Kementan pada 2045 Indonesia bisa menjadi negara lumbung pangan dunia. Hal itu tertuang dalam program swasembada delapan komoditas pangan utama, yang terdiri atas beras, bawang merah, cabai, jagung, kedelai, gula, daging sapi, dan bawang putih. Memang sejumlah pekerjaan rumah (PR) Amran Sulaiman belum terselesaikan, terbukti angka impor pangan masih tinggi. Dan, cita-cita untuk melahirkan swasembada pangan terpaksa harus dilanjutkan penerusnya.

Sebagai langkah awal untuk mewujudkan tugas-tugas pendahulunya, Mentan SYL akan membuat war room di kantor yang memantau daerah-daerah yang terancam gagal panen akibat kekeringan, melalui penginderaan satelit dan teknologi berbasis artificial intelligence. Selain itu, lewat teknologi canggih tersebut, juga bisa memonitor daerah mana saja yang bakal menggelar panen. SYL berjanji siap menjalin komunikasi dan koordinasi dengan seluruh unsur pemerintah di daerah, dari gubernur hingga kepala desa.

Kita berharap tekad SYL membenahi data produksi pangan dalam 100 hari ke depan bisa dilakukan tanpa kendala berarti sebab stabilitas pangan dimulai dari pembuatan kebijakan yang berbasis data produksi pangan yang valid. Sepanjang masalah itu tidak terselesaikan, yakinlah waktu Mentan SYL akan habis dalam perdebatan yang tidak berujung. Dan, senantiasa akan mengganggu stabilitas pasar pangan dalam negeri, terutama data produksi beras, gula, dan daging sapi. Data produksi pangan itu penting karena menjadi pijakan pemerintah dalam bertindak, terutama untuk impor pangan.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8473 seconds (0.1#10.140)