Memupuk Generasi Milenial Moderat
A
A
A
Rohmat Mulyana Sapdi
Direktur Pendidikan Agama Islam, Ditjen Pendis Kemenag RI
HARI-HARI belakangan ini muncul istilah yang kerap dijadikan perbincangan di ruang publik. Tak hanya di dunia nyata, namun juga di dunia maya, yakni milenial atau generasi milenial. Ya, istilah yang menjadi padanan millennial generation ini memang sedang akrab di telinga kita. Jika ada sementara pihak yang tidak mengetahui kata ini, pasti akan segera disematkan kepadanya satu kata gaul lain, yakni "kudet" alias kurang update (up to date ).
Istilah milenial berasal dari kata millennials yang dicetuskan dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe, dalam beberapa karyanya. Generasi milenial atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers . Kelompok ini bisa ditandai dengan satu hal, yakni keakraban mereka dengan dunia maya atau dunia digital dan media sosial (medsos).
Sayangnya, meski mereka lekat dengan dunia maya, memiliki pengetahuan tinggi dalam menggunakan sejumlah platform medsos dan perangkat mobile , ternyata para generasi internet ini memiliki titik lemah. Tentu saja, titik lemah tersebut berdampak buruk terhadap keamanan generasi milenial di dunia maya. Salah satunya, ancaman siber yang siap menerkam para pengguna, khususnya kaum muda.
Dalam insight report yang dikeluarkan oleh Norton Cyber Security pada November 2016 tentang hal itu tergambar jelas. Laporan tersebut diperkuat dalam insight report 2018. Penelitian yang dilakukan secara daring itu melibatkan 20.907 responden dari 21 negara. Lantas, apa yang mesti kita tempuh? Sudah tentu, wajib diambil sebuah kebijakan strategis untuk memupuk generasi milenial agar mampu bangkit dari keterlenaan. Mereka terlena oleh arus deras teknologi informasi. Generasi milenial adalah calon pemimpin di masa mendatang sehingga harus diselamatkan.
Sebagaimana pernah penulis sampaikan melalui artikel yang terbit di media ini, lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di tengah kehidupan manusia ibarat pisau bermata dua. Bagi siapa yang mampu memanfaatkan iptek secara positif, ia akan memperoleh manfaat. Sebaliknya, mereka yang terjerumus pada efek negatif yang menyertainya niscaya akan merugi lantaran tertimpa mudarat. Untuk itu, sejatinya dibutuhkan generasi milenial yang cerdas, berjiwa literat, berpandangan moderat (KORAN SINDO , 2018).
Bangkitkan Kaum Milenial
Dalam buku Lead or Leave It, Jazak Yus Afriansyah (2015) menyebut setidaknya ada empat cara untuk membangkitkan kaum milenial. Empat teknik memimpin yang harus dipahami dan dikuasai para leader Generasi X dan Y dalam mengembangkan Generasi Z mencapai kinerja yang diharapkan, yakni mereka mampu dan mau berkontribusi bagi kemajuan mereka sendiri.
Pertama, bangkitkan mereka dengan cara encouraging ideas , dorong mereka menyampaikan ide-ide kreatif dan inovatif. Mengapa demikian? Jawabnya sederhana. Generasi milenial sangat loyal terhadap kepentingan mereka. Jika kita mampu bersinergi dengan kepentingan mereka, yakinlah mereka akan stay and stand strong bersama kita. Ini terbukti efektif meningkatkan motivasi lantaran mereka merasa dihargai dan dilibatkan. Harus kita akui bahwa keunggulan mereka dibanding Generasi X dan Y adalah kecepatan dan ketepatan mereka menemukan cara baru untuk menyelesaikan tugas.
Kedua, berikan sentuhan modifying ideas , modifikasi ide-ide mereka. Meski generasi milenial sangat kreatif dan inovatif, tentu tidak semua ide mereka applicable (bisa diaplikasikan). Dengan kata-kata lain, adakalanya ide mereka belum realistis. Jadi, belum tentu cocok dengan kondisi kekinian. Seburuk apa pun ide yang mereka kemukakan, jangan langsung ditelan mentah-mentah. Jangan pula cepat dibuang ke tong sampah. Jika terhadap ide-ide mereka kita berbuat demikian, tentu sangat kontraproduktif. Sebab, di satu sisi kita mendorong ide. Di sisi lain, kita matikan ide tersebut tanpa ampun.
Ketiga, providing feedback (menghadirkan umpan balik). Umpan balik jelas sangat berdaya guna memastikan semangat generasi muda terus membara dengan motivasinya yang tinggi sehingga mereka mulai "mengaum" kembali bak singa di rimba raya. Umpan balik akan membuat Generasi Z yang kita pimpin mampu belajar memahami siapa dirinya. Termasuk kekuatan dan kelemahan mereka dengan tetap menjaga harkat dan derajat mereka.
Keempat, give alternative and limited direction (beri mereka alternatif dan arahan terbatas). Cara ini bisa digunakan jika ketiga cambukan di atas ternyata belum mampu membangkitkan semangat singa. Dengan kata-kata lain, mereka masih saja letoy , lunglai, dan mengembik seperti kambing.
Memberi alternatif dan arahan terbatas akan mampu memacu sekaligus memicu daya kreativitas serta inovasi mereka. Arahan terbatas akan mencegah mereka menjadi manja sekaligus terlena. Sebaliknya, arahan terbatas akan menyemangati mereka agar menunjukkan kemampuan terbaiknya. Menghadapi generasi Z atau generasi milenial mesti sabar. Jangan pernah menyerah dan berputus asa. Sebab, mereka adalah singa-singa muda yang punya bakat dahsyat dan potensi luar biasa. Kita harus memberi ruang seluas-luasnya kepada mereka untuk unjuk kreativitas sembari berlatih kemandirian.
Pentas PAI, Pupuk Kreativitas
Untuk memupuk tumbuhnya kreativitas dan kemandirian tersebut, Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan strategis yang sudah dilaksanakan selama sembilan kali sejak dirintis pada 2008, yakni Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam (Pentas PAI). Melalui Pentas PAI IX 2019 yang digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 9-14 Oktober 2019 lalu kami berikhtiar menjaring bibit unggul dan berprestasi sebagai tolok ukur kualitas pembinaan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada satuan pendidikan.
Selain itu, meningkatnya keberanian dan kemandirian peserta didik dalam menumbuhkan minat, bakat, dan kreativitas mereka di bidang keterampilan dan seni PAI. Pentas PAI setiap tahun merupakan sarana yang sangat tepat dan berharga bagi anak-anak untuk berkreasi, berinovasi, berprestasi, dan berkompetisi secara sportif. Tak kalah pentingnya, Pentas PAI dapat menjadi motivasi tersendiri bagi peserta didik agar lebih bersemangat dalam menekuni mata pelajaran PAI di sekolah. Kegiatan bertema Keberagamaan Generasi Milenial yang Moderat tersebut kami niatkan sebagai sarana dan wahana memupuk generasi milenial moderat.
Direktur Pendidikan Agama Islam, Ditjen Pendis Kemenag RI
HARI-HARI belakangan ini muncul istilah yang kerap dijadikan perbincangan di ruang publik. Tak hanya di dunia nyata, namun juga di dunia maya, yakni milenial atau generasi milenial. Ya, istilah yang menjadi padanan millennial generation ini memang sedang akrab di telinga kita. Jika ada sementara pihak yang tidak mengetahui kata ini, pasti akan segera disematkan kepadanya satu kata gaul lain, yakni "kudet" alias kurang update (up to date ).
Istilah milenial berasal dari kata millennials yang dicetuskan dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe, dalam beberapa karyanya. Generasi milenial atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers . Kelompok ini bisa ditandai dengan satu hal, yakni keakraban mereka dengan dunia maya atau dunia digital dan media sosial (medsos).
Sayangnya, meski mereka lekat dengan dunia maya, memiliki pengetahuan tinggi dalam menggunakan sejumlah platform medsos dan perangkat mobile , ternyata para generasi internet ini memiliki titik lemah. Tentu saja, titik lemah tersebut berdampak buruk terhadap keamanan generasi milenial di dunia maya. Salah satunya, ancaman siber yang siap menerkam para pengguna, khususnya kaum muda.
Dalam insight report yang dikeluarkan oleh Norton Cyber Security pada November 2016 tentang hal itu tergambar jelas. Laporan tersebut diperkuat dalam insight report 2018. Penelitian yang dilakukan secara daring itu melibatkan 20.907 responden dari 21 negara. Lantas, apa yang mesti kita tempuh? Sudah tentu, wajib diambil sebuah kebijakan strategis untuk memupuk generasi milenial agar mampu bangkit dari keterlenaan. Mereka terlena oleh arus deras teknologi informasi. Generasi milenial adalah calon pemimpin di masa mendatang sehingga harus diselamatkan.
Sebagaimana pernah penulis sampaikan melalui artikel yang terbit di media ini, lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di tengah kehidupan manusia ibarat pisau bermata dua. Bagi siapa yang mampu memanfaatkan iptek secara positif, ia akan memperoleh manfaat. Sebaliknya, mereka yang terjerumus pada efek negatif yang menyertainya niscaya akan merugi lantaran tertimpa mudarat. Untuk itu, sejatinya dibutuhkan generasi milenial yang cerdas, berjiwa literat, berpandangan moderat (KORAN SINDO , 2018).
Bangkitkan Kaum Milenial
Dalam buku Lead or Leave It, Jazak Yus Afriansyah (2015) menyebut setidaknya ada empat cara untuk membangkitkan kaum milenial. Empat teknik memimpin yang harus dipahami dan dikuasai para leader Generasi X dan Y dalam mengembangkan Generasi Z mencapai kinerja yang diharapkan, yakni mereka mampu dan mau berkontribusi bagi kemajuan mereka sendiri.
Pertama, bangkitkan mereka dengan cara encouraging ideas , dorong mereka menyampaikan ide-ide kreatif dan inovatif. Mengapa demikian? Jawabnya sederhana. Generasi milenial sangat loyal terhadap kepentingan mereka. Jika kita mampu bersinergi dengan kepentingan mereka, yakinlah mereka akan stay and stand strong bersama kita. Ini terbukti efektif meningkatkan motivasi lantaran mereka merasa dihargai dan dilibatkan. Harus kita akui bahwa keunggulan mereka dibanding Generasi X dan Y adalah kecepatan dan ketepatan mereka menemukan cara baru untuk menyelesaikan tugas.
Kedua, berikan sentuhan modifying ideas , modifikasi ide-ide mereka. Meski generasi milenial sangat kreatif dan inovatif, tentu tidak semua ide mereka applicable (bisa diaplikasikan). Dengan kata-kata lain, adakalanya ide mereka belum realistis. Jadi, belum tentu cocok dengan kondisi kekinian. Seburuk apa pun ide yang mereka kemukakan, jangan langsung ditelan mentah-mentah. Jangan pula cepat dibuang ke tong sampah. Jika terhadap ide-ide mereka kita berbuat demikian, tentu sangat kontraproduktif. Sebab, di satu sisi kita mendorong ide. Di sisi lain, kita matikan ide tersebut tanpa ampun.
Ketiga, providing feedback (menghadirkan umpan balik). Umpan balik jelas sangat berdaya guna memastikan semangat generasi muda terus membara dengan motivasinya yang tinggi sehingga mereka mulai "mengaum" kembali bak singa di rimba raya. Umpan balik akan membuat Generasi Z yang kita pimpin mampu belajar memahami siapa dirinya. Termasuk kekuatan dan kelemahan mereka dengan tetap menjaga harkat dan derajat mereka.
Keempat, give alternative and limited direction (beri mereka alternatif dan arahan terbatas). Cara ini bisa digunakan jika ketiga cambukan di atas ternyata belum mampu membangkitkan semangat singa. Dengan kata-kata lain, mereka masih saja letoy , lunglai, dan mengembik seperti kambing.
Memberi alternatif dan arahan terbatas akan mampu memacu sekaligus memicu daya kreativitas serta inovasi mereka. Arahan terbatas akan mencegah mereka menjadi manja sekaligus terlena. Sebaliknya, arahan terbatas akan menyemangati mereka agar menunjukkan kemampuan terbaiknya. Menghadapi generasi Z atau generasi milenial mesti sabar. Jangan pernah menyerah dan berputus asa. Sebab, mereka adalah singa-singa muda yang punya bakat dahsyat dan potensi luar biasa. Kita harus memberi ruang seluas-luasnya kepada mereka untuk unjuk kreativitas sembari berlatih kemandirian.
Pentas PAI, Pupuk Kreativitas
Untuk memupuk tumbuhnya kreativitas dan kemandirian tersebut, Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan strategis yang sudah dilaksanakan selama sembilan kali sejak dirintis pada 2008, yakni Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam (Pentas PAI). Melalui Pentas PAI IX 2019 yang digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 9-14 Oktober 2019 lalu kami berikhtiar menjaring bibit unggul dan berprestasi sebagai tolok ukur kualitas pembinaan Pendidikan Agama Islam (PAI) pada satuan pendidikan.
Selain itu, meningkatnya keberanian dan kemandirian peserta didik dalam menumbuhkan minat, bakat, dan kreativitas mereka di bidang keterampilan dan seni PAI. Pentas PAI setiap tahun merupakan sarana yang sangat tepat dan berharga bagi anak-anak untuk berkreasi, berinovasi, berprestasi, dan berkompetisi secara sportif. Tak kalah pentingnya, Pentas PAI dapat menjadi motivasi tersendiri bagi peserta didik agar lebih bersemangat dalam menekuni mata pelajaran PAI di sekolah. Kegiatan bertema Keberagamaan Generasi Milenial yang Moderat tersebut kami niatkan sebagai sarana dan wahana memupuk generasi milenial moderat.
(pur)