UMP Naik 8,51% Ditolak Pekerja

Sabtu, 19 Oktober 2019 - 08:00 WIB
UMP Naik 8,51% Ditolak...
UMP Naik 8,51% Ditolak Pekerja
A A A
KENAIKAN upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun depan sudah final. Pemerintah telah menetapkan sebesar 8,51% yang berlaku untuk seluruh provinsi. Kenaikan UMP yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) No B-m/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2019, mewajibkan gubernur mengumumkan secara serentak pada 1 November mendatang.

Gubernur menetapkan UMP dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi. Selanjutnya, pengumuman upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020 paling lambat 21 November 2019. Untuk kabupaten/kota yang mampu membayar upah minimum lebih besar dari UMP gubernur tidak wajib menetapkan UMK.

Selain itu, merujuk pada Pasal 63 Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang Pengupahan, ditegaskan bahwa bagi daerah yang upah minimumnya pada 2015 masih di bawah nilai kebutuhan hidup layak (KHL), wajib menyesuaikan upah minimum sama dengan KHL paling lambat pada penetapan upah minimum 2020. Berdasarkan data Kemnaker terdapat tujuh provinsi harus menyesuaikan UMP sama dengan KHL, meliputi Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

Bagi kepala daerah yang tidak mengumumkan kenaikan UMP dan UMK tepat waktu terancam kena sanksi, mulai sanksi tertulis hingga pemecatan dari jabatan. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 68 Undang-Undang (UU) No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur, serta oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.Apabila teguran tertulis sebanyak dua kali tidak diindahkan, maka diberhentikan sementara selama tiga bulan dan bisa berujung pada pemecatan. Sepertinya, para gubernur akan berhadap-hadapan dengan kalangan pekerja sebelum mengumumkan angka UMP di daerahnya.Pasalnya, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menolak mentah-mentah formulasi kenaikan UMP sebesar 8,15% versi pemerintah pada tahun depan. Pihak pekerja, sebagaimana dibeberkan Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menyatakan bahwa pihaknya memiliki hitungan sendiri di mana UMP 2020 seharusnya naik hingga 20%.
Pihak Aspek menilai, pemerintah dalam hal ini Kemnaker keliru menetapkan UMP karena berdasarkan PP No 78/2015 tentang Pengupahan yang pada hakikatnya bertentangan dengan UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, karena menghilangkan hak berunding para pekerja dengan pengusaha dan pemerintah dalam urusan biaya pengupahan.

Lantas dari mana angka kenaikan UMP 2020 sebesar 8,5% versi Kemnaker? Komponen kenaikan UMP berdasarkan upah minimum tahun berjalan, inflasi yang dihitung dari periode September tahun lalu hingga periode September tahun berjalan, serta pertumbuhan PDB dengan hitungan yang mencakup kuartal pertama dan empat tahun lalu dan periode kuartal pertama dan kedua tahun berjalan. Adapun data inflasi nasional sebesar 3,39% dan pertumbuhan PDB sekitar 5,12% yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan rumusan tersebut, maka keluarlah angka sebesar 8,51%.

Bila mengacu kenaikan UMP tahun depan, maka upah minimum paling tinggi adalah provinsi DKI Jakarta sebesar Rp4.276.349, selanjutnya Papua sebesar Rp3.516.700, lalu Sulawesi Utara sebesar Rp3.310.722 dan Bangka Belitung sebesar Rp3.230.022. Sebaliknya, upah minimum terendah dialami provinsi DI Yogyakarta sebesar Rp1.704.607, diikuti Jawa Tengah sebesar Rp1.742.015 dan Jawa Timur sebesar Rp1.768.777.

Sementara itu, kalangan pengusaha menilai usulan Aspek seputar kenaikan UMP 2020 hingga 20% dinilai tidak realistis. Keinginan Aspek ditolak keras oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani dengan alasan permintaan yang tidak wajar dan tidak didukung dengan argumen yang kuat.

Pihak Apindo sepakat dengan keputusan kenaikan UMP 2020 yang sudah ditetapkan Kemnaker. Persetujuan kalangan pengusaha itu disertai dengan catatan kenaikan upah minimum harus diimbangi peningkatan produktivitas. Upah naik tanpa dibarengi kenaikan produktivitas bakal berdampak pada daya saing yang rendah. Sebaliknya, tanpa kenaikan upah yang memadai, daya beli pekerja juga tidak bisa terdongkrak.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0996 seconds (0.1#10.140)