Orientasi Politik Kemaritiman

Kamis, 17 Oktober 2019 - 06:31 WIB
Orientasi Politik Kemaritiman
Orientasi Politik Kemaritiman
A A A
Muhamad KarimDirektur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Dosen Universitas Trilogi Jakarta
PADA 20 Oktober 2019, pasangan Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin bakal dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Pelantikan ini menandai awal kepemimpinan keduanya dalam pemerintahan Indonesia. Mereka bakal menjalankan agenda-agenda politik dan pembangunan nasional, termasuk melanjutkan agenda sebelumnya, salah satunya adalah poros maritim dunia (PMD).

Agenda ini amat penting karena implementasinya belum optimal. Publik menilai PMD hanya sukses mengatasi kejahatan perikanan. Terkait urusan budi daya perikanan terkesan terabaikan. Begitu pula soal budaya maritim. Selama periode 2014-2019, pemerintah cuma menyelenggarakan event-event saja, seperti Sail Morotai. Belum menyentuh proses internalisasi budaya maritim dalam politik, pemerintahan, dan pendidikan. Pendek kata, politik kemaritiman kita masih bersifat parsial.

Capaian


Meski demikian, perlu melihat capaian pembangunan kemaritiman selama periode 2014-2019. Pertama , rata-rata kontribusi perikanan terhadap PDB nasional 2014-2018 sebesar Rp214,64 triliun atau 2,51%. Pada triwulan I/2019 mencapai Rp62,31 (2,7%) dan triwulan II/2019 senilai Rp62,32 triliun (2,59%). Trennya dari 2014-2018 cenderung fluktuatif dengan laju pertumbuhan PDB rata-rata sebesar 6%.

Kedua , membangun infrastruktur transportasi laut antara lain pelabuhan dan tol laut, kapal perintis, kapal ternak, dan pelayaran rakyat berkembang. Selama 2015-2018, trayek tol laut bertambah dari 3 (2015) menjadi 18 (2018), perintis dari 84 (2015) menjadi 113 (2018), kapal ternak berjumlah 6 unit pada 2018. Didukung 328 pelabuhan laut di seluruh Indonesia. Dengan itu diharapkan menurunkan biaya logistik dan disparitas harga. Laporan Logistic Performance Indexs 2018 merilis peningkatan posisi Indonesia dari peringkat 63, menjadi 48.

Sayangnya, biaya logistik nasional masih relatif tinggi yakni 23,5% dari PDB. Memang ada perbaikan biaya angkutan. Trayek Surabaya-Manokwari dengan kapal swasta dari Rp13 juta menjadi Rp5,35 juta dengan tol laut. Namun, beberapa daerah di Indonesia bagian timur mengalami disparitas harga bahan pokok yang tinggi, di antaranya Kabupaten Aru, Maluku Tenggara Barat, Maluku Barat Daya yang melampaui 5% dari harga di sentral produksinya.

Ketiga, mengimplementasikan amanat ke-14 target pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) PBB terkait ekosistem laut. Indonesia meluaskan kawasan konservasi lautnya dari 16,45 juta hektare (2014) menjadi 19,14 juta hektare (2017) atau melonjak 16,35%.

Keempat, produksi perikanan nasional naik dari 20,84 juta ton (2014) menjadi 23,006 juta ton (2017) atau naik 2,2 juta ton (10,61%). Perikanan budi daya 6,89 juta ton dan tangkap 16,11 juta ton (KKP 2018). Kenaikan ini akibat stok sumber daya ikan bertambah dari 6,25 juta ton tahun 2011 menjadi 12,54 juta ton tahun 2017 (KKP, 20017).

Kelima, suksesnya pemberantasan kejahatan perikanan. Imbasnya, ekspor ikan negara ASEAN yang kerap mencuri di perairan Indonesia turun. Periode Januari-September 2015, ekspor tuna Thailand ke Amerika Serikat merosot 17,36% dan Filipina 32,59% dibandingkan 2014. Sebaliknya, ekspor Indonesia justru melonjak 7,73% periode Januari-Agustus 2015 dibandingkan 2014 (US-Comtrade, 2015). Situasi dikonfirmasi tren perdagangan perikanan Indonesia 2012-2017 naik 2,67 per tahun dibandingkan pesaingnya China 0,60%, Thailand turun 15,14%, Vietnam turun 21,39%, dan Filipina turun 6,57% per tahun (KKP, 2018).

Keenam, tingkat konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia naik dari 34,14 kg (2014) menjadi 50,69 kg (2018). Pemerintah menargetkan pada 2019 hingga 54,49 kg. Indikasinya, masyarakat Indonesia mulai gemar mengonsumsi pangan protein ikan yang sehat dan aman (KKP, 2018).

Ketujuh, nilai investasi penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri perikanan tangkap dan budi daya triwulan III/2017 mencapai Rp1,23 triliun (30,51%) atau naik 96,81% dibandingkan periode sama 2016. Sementara itu, investasi industri pengolahan mencapai Rp2,29 triliun (56,94%) atau naik 0,4% dibandingkan 2016.

Kedelapan, pendapatan nasional bukan pajak sektor perikanan melonjak pesat dalam empat tahun terakhir dari Rp214,44 miliar pada 2014 menjadi Rp491,08 miliar pada 2017 atau kenaikan rata-rata Rp285,21 miliar per tahun. Total penerimaan hingga 2017 sebesar Rp1.140,87 miliar.

Kesembilan, neraca perdagangan sektor perikanan meningkat pesat. Neraca perdagangan perikanan bertambah dari USD3,61 miliar pada 2015 menjadi USD4,09 miliar pada 2017. Peningkatan ini didorong oleh bertambahnya nilai ekspor perikanan dari USD3,94 miliar pada 2015 menjadi USD4,52 miliar pada 2017.

Kesepuluh, indeks kesejahteraan masyarakat pesisir naik dari 40,5 (2015) menjadi 47,5 (2018) dan menargetkan 51 pada 2019. Kenaikan ini dikonfirmasi dengan nilai tukar nelayan (NTN) sebagai masyarakat pesisir. Pada 2014 NTN naik dari 104,63 menjadi 109,86 pada 2017. Kedua indikator ini menyiratkan kesejahteraan nelayan beranjak membaik (BPS, 2018).

Orientasi


Berbekal capaian di atas, orientasi politik kemaritiman kita adalah; pertama , mempertajam program aksi PMD sehingga kontribusi bagi perekonomian nasional melonjak signifikan hingga 2024. Pemerintah mesti mampu mendayagunakan dan mengapitalisasi potensi sumber daya ekonomi yang belum optimal. Di antaranya jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), selat, teluk, dan ekosistem estuaria untuk menciptakan gravitasi ekonomi maritim.

Kedua, menginternalisasikan budaya maritim lewat sistem pendidikan nasional mulai PAUD, pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Ini penting agar manusia Indonesia dapat mentransformasikan nilai-nilai, budaya, dan paradigma kemaritiman dalam politik, sosial-budaya, kepemimpinan, dan budaya kerja. Kekhasan budaya maritim ialah terbuka, outward looking , social enterpreneurship, berani mengambil risiko dan menghargai kemajemukan.

Ketiga, mengakselerasi perikanan budi daya, karena selama periode 2019-2024 ini terkesan terabaikan. Caranya lewat pengembangan teknologi terkini dalam budi daya perikanan yang bercirikan efisien penggunaan pakan dan tanpa limbah disertai digitalisasi sistem monitoring (suhu, salinitas, kandungan oksigen, dan kesadahan) hingga pemanenan.

Nantinya ini akan menghasilkan produktivitas dan efisiensi tinggi. Problem inefisiensi dalam penggunaan pakan bisa diatasi dengan teknologi daur ulang pakan model bioflock untuk membudidayakan udang dan ikan air tawar. Teknologi grow fish Anywhere ala Israel yang efisien membudidayakan ikan laut tanpa penggantian airnya, bebas bahan kimia, serta diaplikasikan di pelbagai kondisi lingkungan.

Keempat, membangun institusi pendidikan tinggi kemaritiman dekat ALKI, selat strategis, dan teluk. Umpamanya, di Sulawesi Utara atau Maluku yang dekat dengan ALKI III, Teluk Tomini, dan Teluk Ambon. Institusi ini bakal memproduksi SDM kemaritiman berkualitas, profesional ditopang kemajuan teknologi digital.

Kelima, mengonstruksi politik anggaran pembangunan kemaritiman berorientasi daerah kepulauan, ALKI, selat dan teluk strategis, serta wilayah perbatasan yang terukur. Sumber daya penopangnya bersumber dari pelayaran, perikanan, perkebunan hingga pertambangan lepas pantai.

Keenam, memperbaiki tata kelola pelayaran nasional dan pelayaran rakyat serta dukungan kebijakan fiskal dan moneter (pembiayaan). Imbasnya, armadanya tetap prima melayani masyarakat, mendistribusikan barang dan jasa di wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil, sungai, serta danau.

Ketujuh, memberlakukan kebijakan disinsentif bagi pencemar di lautan berbahan plastik. Ditambah adanya insentif bagi lembaga riset nasional dan universitas agar mengembangkan teknologi penghancur sampah plastik (bioremediasi) seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang. Mereka sukses menemukan bakteri penghasil enzim yang menghancurkan dan mencerna plastik jenis polyethylene terephthalate sejenis botol plastik.

Kedelapan, membangun sistem pertahanan dan keamanan nasional di wilayah laut berbasis ALKI, selat dan teluk strategis sebagai penopang terwujudnya gravitasi ekonomi maritim dunia. Melanjutkan pembangunan kemaritiman periode 2019-2024 menjadi keniscayaan agar menuju pusat gravitasi ekonomi maritim dunia. Lewat orientasi politik kemaritiman semacam inilah, PMD bakal berkelanjutan guna mewujudkan Indonesia sebagai pusat gravitasi ekonomi maritim dunia. Semoga!
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7473 seconds (0.1#10.140)