Melacak Asal Usul Manusia Indonesia
A
A
A
BANGSA Indonesia ditakdirkan lahir dengan beragam suku, agama, bahasa, dan budaya. Keragaman ini terus terpelihara dengan baik hingga kini dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Perekat dari keragaman itu bernama Bhinneka Tunggal Ika. Namun, belakangan kita mulai cemas karena ada upaya gangguan terhadap kemajemukan bangsa tersebut.
Hari-hari ini kita melihat politik identitas seringkali dijadikan komoditas untuk mencapai kepentingan tertentu. Perebutan kekuasaan dalam kontestasi politik di Tanah Air tak jarang menjadikan isu identitas sebagai alat demi mendapatkan kemenangan.
Para pelaku seolah tak peduli bahwa isu seperti itu sangat sensitif dan rentan menimbulkan gesekan horizontal. Akibat politisasi identitas di ruang publik ini, belakangan makin sering muncul istilah dikotomis misalnya pribumi dan nonpribumi, Indonesia asli dan warga keturunan.
Pertanyaannya, siapakah pribumi itu? Apa indikator yang sahih untuk mengukur kadar kepri bumian seseorang? Bagaimana dengan hasil penelitian para ahli pra sejarah yang menyatakan leluhur bangsa Indonesia berasal dari Yunan?
Berkaitan dengan persoalan ini, maka menarik kegiatan pameran asal-usul Indonesia yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Historia.id. Pameran bertajuk 'Asal-usul Orang Indonesia' ini digelar di Museum Nasional, Jakarta pada 15 Oktober hingga 10 November 2019.
Pameran ini menampilkan hasil tes deoxyribonucleic acid (DNA) terhadap sejumlah individu penduduk Indonesia. Sejumlah orang yang dipilih diambil DNA-nya untuk mengetahui sejarah dan asal-usulnya. Pengujian DNA ini dilakukan di laboratorium di Australia.
Hasilnya mengejutkan. Ternyata banyak di antara masyarakat Indonesia yang sekalipun secara fisik berbeda, baik anatomi tubuh maupun warna kulitnya, namun ternyata memiliki banyak kedekatan secara genetika. Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilman Farid mengatakan, tes DNA dipilih karena itu dianggap mampu memberikan jawaban dan data ilmiah soal komposisi ras dan penelusuran nenek moyang bangsa ini.
Apa yang dihasilkan dari penelitian ini sebenarnya sejalan dengan kenyataan kemajemukan bangsa ini. Sedikitnya ada 700 bahasa dengan 500 populasi etnik yang mendiami kepulauan Nusantara hingga hari ini. Artinya apa? Kita sebagai bangsa memang sejak dulu kala ditakdirkan majemuk.
Keragaman etnik dan budaya yang dimiliki ini seyogianya tidak lantas membuat kita merasa harus berbeda antara satu dengan lainnya. Karena, faktanya keberagaman tersebut mampu berjalan selama puluhan tahun kita merdeka.
Pendiri bangsa ini juga dengan sadar telah mendeklarasikan kemerdekaan bangsa ini di atas fakta keberagamannya. Maka, sangat naif jika asal-usul dan isu identitas kembali dikorek-korek oleh pihak tertentu hanya untuk tujuan jangka pendek, yakni demi perebutan kekuasaan dan sumber daya.
Beberapa waktu lalu tenun kebangsaan kita seolah terkoyak ketika sejumlah oknum melontarkan ucapan bernada rasis kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Insiden tersebut ternyata harus dibayar sangat mahal. Pascakejadian di Surabaya tersebut kerusuhan meledak di sejumlah daerah di Papua dan menewaskan puluhan orang.
Kejadian ini seharusnya memberi pelajaran kepada semua pihak bahwa jangan pernah bermain-main dengan isu identitas. Semua perlu menyadari bahwa kemerdekaan dan hasil pembangunan yang dicapai di saat ini adalah kontribusi dan hasil jerih payah seluruh anak bangsa tanpa perlu melihat asal-usul, etnik, agama, maupun budayanya. Semua adalah satu sebagai bangsa Indonesia. Ikrar ini bahkan sudah dikumandangkan oleh pemuda dari berbagai daerah Indonesia pada 28 Oktober 1928 melalui Sumpah Pemuda.
Demi mencegah tragedi di Papua terjadi, sangat penting bagi semua pihak, terutama pemerintah, untuk terus melakukan upaya-upaya penyadaran tentang perbedaan yang kita miliki. Penelitian Kemendikbud dengan melacak asal-usul bangsa Indonesia dengan melakukan tes DNA juga termasuk bagian dari upaya penyadaran tersebut. Riset tersebut pada akhirnya bisa menjadi acuan tentang bagaimana seharusnya pemerintah mengelola bangsa yang majemuk ini.
Perekat dari keragaman itu bernama Bhinneka Tunggal Ika. Namun, belakangan kita mulai cemas karena ada upaya gangguan terhadap kemajemukan bangsa tersebut.
Hari-hari ini kita melihat politik identitas seringkali dijadikan komoditas untuk mencapai kepentingan tertentu. Perebutan kekuasaan dalam kontestasi politik di Tanah Air tak jarang menjadikan isu identitas sebagai alat demi mendapatkan kemenangan.
Para pelaku seolah tak peduli bahwa isu seperti itu sangat sensitif dan rentan menimbulkan gesekan horizontal. Akibat politisasi identitas di ruang publik ini, belakangan makin sering muncul istilah dikotomis misalnya pribumi dan nonpribumi, Indonesia asli dan warga keturunan.
Pertanyaannya, siapakah pribumi itu? Apa indikator yang sahih untuk mengukur kadar kepri bumian seseorang? Bagaimana dengan hasil penelitian para ahli pra sejarah yang menyatakan leluhur bangsa Indonesia berasal dari Yunan?
Berkaitan dengan persoalan ini, maka menarik kegiatan pameran asal-usul Indonesia yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Historia.id. Pameran bertajuk 'Asal-usul Orang Indonesia' ini digelar di Museum Nasional, Jakarta pada 15 Oktober hingga 10 November 2019.
Pameran ini menampilkan hasil tes deoxyribonucleic acid (DNA) terhadap sejumlah individu penduduk Indonesia. Sejumlah orang yang dipilih diambil DNA-nya untuk mengetahui sejarah dan asal-usulnya. Pengujian DNA ini dilakukan di laboratorium di Australia.
Hasilnya mengejutkan. Ternyata banyak di antara masyarakat Indonesia yang sekalipun secara fisik berbeda, baik anatomi tubuh maupun warna kulitnya, namun ternyata memiliki banyak kedekatan secara genetika. Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilman Farid mengatakan, tes DNA dipilih karena itu dianggap mampu memberikan jawaban dan data ilmiah soal komposisi ras dan penelusuran nenek moyang bangsa ini.
Apa yang dihasilkan dari penelitian ini sebenarnya sejalan dengan kenyataan kemajemukan bangsa ini. Sedikitnya ada 700 bahasa dengan 500 populasi etnik yang mendiami kepulauan Nusantara hingga hari ini. Artinya apa? Kita sebagai bangsa memang sejak dulu kala ditakdirkan majemuk.
Keragaman etnik dan budaya yang dimiliki ini seyogianya tidak lantas membuat kita merasa harus berbeda antara satu dengan lainnya. Karena, faktanya keberagaman tersebut mampu berjalan selama puluhan tahun kita merdeka.
Pendiri bangsa ini juga dengan sadar telah mendeklarasikan kemerdekaan bangsa ini di atas fakta keberagamannya. Maka, sangat naif jika asal-usul dan isu identitas kembali dikorek-korek oleh pihak tertentu hanya untuk tujuan jangka pendek, yakni demi perebutan kekuasaan dan sumber daya.
Beberapa waktu lalu tenun kebangsaan kita seolah terkoyak ketika sejumlah oknum melontarkan ucapan bernada rasis kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Insiden tersebut ternyata harus dibayar sangat mahal. Pascakejadian di Surabaya tersebut kerusuhan meledak di sejumlah daerah di Papua dan menewaskan puluhan orang.
Kejadian ini seharusnya memberi pelajaran kepada semua pihak bahwa jangan pernah bermain-main dengan isu identitas. Semua perlu menyadari bahwa kemerdekaan dan hasil pembangunan yang dicapai di saat ini adalah kontribusi dan hasil jerih payah seluruh anak bangsa tanpa perlu melihat asal-usul, etnik, agama, maupun budayanya. Semua adalah satu sebagai bangsa Indonesia. Ikrar ini bahkan sudah dikumandangkan oleh pemuda dari berbagai daerah Indonesia pada 28 Oktober 1928 melalui Sumpah Pemuda.
Demi mencegah tragedi di Papua terjadi, sangat penting bagi semua pihak, terutama pemerintah, untuk terus melakukan upaya-upaya penyadaran tentang perbedaan yang kita miliki. Penelitian Kemendikbud dengan melacak asal-usul bangsa Indonesia dengan melakukan tes DNA juga termasuk bagian dari upaya penyadaran tersebut. Riset tersebut pada akhirnya bisa menjadi acuan tentang bagaimana seharusnya pemerintah mengelola bangsa yang majemuk ini.
(maf)