Kuasa Hukum Tanggapi Kemungkinan KPK Jemput Paksa Melchias Mekeng
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum Melchias Markus Mekeng, Ambardi menanggapi pernyataan Juru Bicara KPK Febri Diansyah tentang kemungkinan akan dilakukan penjemputan paksa atas kliennya karena mangkir sebagai saksi untuk tersangka Samin Tan. Ambardi pun menyampaikan tanggapan dan klarifikasi terkait beberapa surat panggilan yang masuk kepada Melchias Markus Mekeng dari KPK.
“Dari KPK sudah empat kali surat panggilan,” kata Ambardi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Pertama, surat KPK tertanggal 9 September 2019 untuk pemanggilan Mekeng pada tanggal 11 September 2019 menghadap penyidik KPK untuk didengar keterangan sebagai saksi dalam penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Samin Tan.
Menanggapi Surat panggilan tanggal 9 September 2019, menurut Ambardi, Tenaga Ahli Mekeng pada tanggal 10 September mengirim surat dan meminta untuk penjadwalan ulang pemeriksaan sebagai saksi yang ditujukan kepada KPK dan menginformasikan bahwa Mekeng berdasarkan surat tugas Pimpinan DPR sedang menjalankan perjalanan dinas ke Bern, Swiss dalam rangka pembahasan UU Bea Meterai dari tanggal 7 September sampai 13 September 2019.
Lebih lanjut, Ambardi menjelaskan pada tanggal 11 September 2019, Deputi Penindakan KPK memanggil kembali Mekeng pada hari Senin 16 September 2019. Menanggpi surat panggilan tersebut, menurut Ambardi, maka pada tanggal 13 September 2019, Tenaga Ahli Mekeng telah mengirim surat pemberitahuan dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan sebagai saksi sekaligus menginformasikan bahwa kliennya sedang menjalankan perjalanan dinas ke Bern, Swiss dari tanggal 7 sampai 13 September 2019.
Kemudian, menurut Ambardi, KPK pada tanggal 16 September 2019 kembali memanggil Mekeng untuk menghadap pada tanggal 19 September 2019. “Surat panggilan Nomor Spgl/6000/DIK.01.00/23/09/2019, tertanggal September 2019 dimaksud pada bagian Kepala Surat tertulis 'Surat Panggilan Ke-2 (Dua), padahal Surat Panggilan dimaksud menjadi surat panggilan ke-3 (tiga), namun demikian Herman B Hayong, Tenaga Ahli Anggota DPR RI a.n Melchias Markus Mekeng tetap mengirim Surat Pemberitahuan dan meminta Penjadwalan Ulang Pemeriksaan dengan alasan Melchias Markus Mekeng sedang menjalankan perjalanan dinas ke Bern, Swiss sekaligus akan melakukan check up kesehatan jantung hingga 25 September 2019,” jelas Ambardi.
Ambardi menuturkan KPK selanjutnya mengirim surat panggilan tertanggal 3 Oktober 2019 kepada Mekeng untuk pemeriksaan sebagai saksi pada tanggal 8 September 2019. Namun oleh karena pada saat hendak memenuhi panggilan dimaksud Melchias Markus Mekeng mengalami kondisi kurang sehat maka ketidakhadiran pada pemeriksaan pada tanggal 8 Oktober 2019 diberitahukan kepada penyidik KPK melalui surat Pemberitahuan Berhalangan Hadir sebagai saksi.
Menurut Ambardi, menanggapi ketidakhadiran Mekeng terhadap surat panggilan untuk pemeriksaan tanggal 8 Oktober 2019, KPK mempertimbangkan untuk melakukan upaya jemput paksa atau akan melakukan pemanggilan secara biasa.
“Terhadap sikap penyidik KPK menanggapi ketidakhadiran Melchias Markus Mekeng pada tanggal 8 Oktober 2019 dimaksud, kiranya tidak dilakukan tindakan jemput paksa oleh karena tugas panggilan ketiga 3 Oktober 2019 untuk pemeriksaan tanggal 8 Oktober 2019, baru merupakan surat panggilan pertama yang disampaikan dan diterima secara patut oleh Melchias Markus Mekeng,” kata Ambardi.
Menurut Ambardi, penyidik KPK masih punya kesempatan dan kewenangan untuk memanggil kembali Mekeng pada kesempatan berikutnya dengan tetap saling menghormati hak-hak sebagai saksi dan penyidik untuk tersangka Samin Tan yang sangat diperlukan oleh penyidik.
Memperhatikan surat panggilan yang dikirim secara susul-menyusul, Ambardi merasa perlu untuk melakukan klarifikasi untuk meluruskan.
Pertama, surat panggilan pertama penyidik KPK tertanggal 9 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 11 September 2019, dengan tenggang waktu kurang dari tiga hari menurut Pasal 112, 227 dan 228 KUHAP. Oleh karena itu, surat panggilan penyidik KPK tertanggal 9 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 11 September 2019, tidak memenuhi syarat kepatutan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 112 dan 228 KUHAP.
Kedua, surat panggilan penyidik KPK tertanggal 11 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 16 September 2019 dan surat panggilan penyidik tertanggal 16 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 19 September 2019 sebagai surat panggilan yang dikirim sebagai surat kedua dan ketiga kalinya, akan tetapi oleh penyidik KPK surat panggilan tertanggal 16 September 2019 itu dijadikan sebagai surat panggilan kedua.
Ketiga, surat panggilan kedua dan ketiga menjadi mubazir dan cacat oleh karena pada tanggal 10 September 2019 penyidik KPK sudah mengetahui bahwasanya Mekeng masih berada di luar negeri dalam rangka tugas negara berdasarkan surat pemberitahuan secara resmi dari Tenaga Ahli Mekeng kepada penyidik KPK pada tanggal 10 September 2019.
Keempat pada tanggal 3 Oktober 2019, penyidik KPK mengirim surat panggilan yang ditujukan kepada Mekeng untuk pemeriksaan tanggal 8 Oktober 2019. Oleh karena surat panggilan tertanggal 3 Oktober 2019 ini dibuat dan dikirim dalam tenggang waktu yang patut dan saksi Mekeng sudah kembali berada di Indonesia. Oleh karena itu surat panggilan tertanggal 3 Oktober 2019 harus dipandang sebagai surat panggilan pertama yang memenuhi syarat kepatutan menurut KUHAP.
Kelima, atas dasar alasan bahwa saksi Melchias Markus Mekeng yang dipanggil sedang menjalankan tugas negara yang dibuktikan dengan surat tugas Pimpinan DPR RI untuk suatu waktu tertentu, maka penyidik seharusnya tidak lagi mengeluarkan surat panggilan kedua dan seterusnya selama yang bersangkutan masih menjalankan tugas negara. Sehingga dengan demikian surat panggilan penyidik KPK tertanggal 11 September 2019 dan tertanggal 16 September 2019 menjadi tidak urgen dan tidak beralasan hukum untuk dikeluarkan oleh penyidik saat yang bersangkutan masih menjalankan tugas negara.
“Kami percaya bahwa selama ini KPK memiliki catatan atas komitmen Melchias Markus Mekeng dalam pemberantasan korupsi termasuk selalu kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK untuk didengar keterangannya sebagai saksi, tidak hanya pada penyidikan kasus dugaan korupsi atas nama tersangka Samin Tan dan Eni Maulani Saragih, akan tetapi juga untuk tersangka-tersangka lainnya dari anggota DPR RI,” ucap Ambardi.
Menurut Ambardi, sikap ini menjadi bukti Mekeng memiliki komitmen tinggi untuk membantu penyidik KPK dalam mengungkap kejahatan korupsi, di samping sebagai wujud tanggung jawab memenuhi kewajibannya sebagai penyelenggara negara, sehingga selayaknya mendapatkan penghargaan dari KPK.
“Dari KPK sudah empat kali surat panggilan,” kata Ambardi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Pertama, surat KPK tertanggal 9 September 2019 untuk pemanggilan Mekeng pada tanggal 11 September 2019 menghadap penyidik KPK untuk didengar keterangan sebagai saksi dalam penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Samin Tan.
Menanggapi Surat panggilan tanggal 9 September 2019, menurut Ambardi, Tenaga Ahli Mekeng pada tanggal 10 September mengirim surat dan meminta untuk penjadwalan ulang pemeriksaan sebagai saksi yang ditujukan kepada KPK dan menginformasikan bahwa Mekeng berdasarkan surat tugas Pimpinan DPR sedang menjalankan perjalanan dinas ke Bern, Swiss dalam rangka pembahasan UU Bea Meterai dari tanggal 7 September sampai 13 September 2019.
Lebih lanjut, Ambardi menjelaskan pada tanggal 11 September 2019, Deputi Penindakan KPK memanggil kembali Mekeng pada hari Senin 16 September 2019. Menanggpi surat panggilan tersebut, menurut Ambardi, maka pada tanggal 13 September 2019, Tenaga Ahli Mekeng telah mengirim surat pemberitahuan dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan sebagai saksi sekaligus menginformasikan bahwa kliennya sedang menjalankan perjalanan dinas ke Bern, Swiss dari tanggal 7 sampai 13 September 2019.
Kemudian, menurut Ambardi, KPK pada tanggal 16 September 2019 kembali memanggil Mekeng untuk menghadap pada tanggal 19 September 2019. “Surat panggilan Nomor Spgl/6000/DIK.01.00/23/09/2019, tertanggal September 2019 dimaksud pada bagian Kepala Surat tertulis 'Surat Panggilan Ke-2 (Dua), padahal Surat Panggilan dimaksud menjadi surat panggilan ke-3 (tiga), namun demikian Herman B Hayong, Tenaga Ahli Anggota DPR RI a.n Melchias Markus Mekeng tetap mengirim Surat Pemberitahuan dan meminta Penjadwalan Ulang Pemeriksaan dengan alasan Melchias Markus Mekeng sedang menjalankan perjalanan dinas ke Bern, Swiss sekaligus akan melakukan check up kesehatan jantung hingga 25 September 2019,” jelas Ambardi.
Ambardi menuturkan KPK selanjutnya mengirim surat panggilan tertanggal 3 Oktober 2019 kepada Mekeng untuk pemeriksaan sebagai saksi pada tanggal 8 September 2019. Namun oleh karena pada saat hendak memenuhi panggilan dimaksud Melchias Markus Mekeng mengalami kondisi kurang sehat maka ketidakhadiran pada pemeriksaan pada tanggal 8 Oktober 2019 diberitahukan kepada penyidik KPK melalui surat Pemberitahuan Berhalangan Hadir sebagai saksi.
Menurut Ambardi, menanggapi ketidakhadiran Mekeng terhadap surat panggilan untuk pemeriksaan tanggal 8 Oktober 2019, KPK mempertimbangkan untuk melakukan upaya jemput paksa atau akan melakukan pemanggilan secara biasa.
“Terhadap sikap penyidik KPK menanggapi ketidakhadiran Melchias Markus Mekeng pada tanggal 8 Oktober 2019 dimaksud, kiranya tidak dilakukan tindakan jemput paksa oleh karena tugas panggilan ketiga 3 Oktober 2019 untuk pemeriksaan tanggal 8 Oktober 2019, baru merupakan surat panggilan pertama yang disampaikan dan diterima secara patut oleh Melchias Markus Mekeng,” kata Ambardi.
Menurut Ambardi, penyidik KPK masih punya kesempatan dan kewenangan untuk memanggil kembali Mekeng pada kesempatan berikutnya dengan tetap saling menghormati hak-hak sebagai saksi dan penyidik untuk tersangka Samin Tan yang sangat diperlukan oleh penyidik.
Memperhatikan surat panggilan yang dikirim secara susul-menyusul, Ambardi merasa perlu untuk melakukan klarifikasi untuk meluruskan.
Pertama, surat panggilan pertama penyidik KPK tertanggal 9 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 11 September 2019, dengan tenggang waktu kurang dari tiga hari menurut Pasal 112, 227 dan 228 KUHAP. Oleh karena itu, surat panggilan penyidik KPK tertanggal 9 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 11 September 2019, tidak memenuhi syarat kepatutan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 112 dan 228 KUHAP.
Kedua, surat panggilan penyidik KPK tertanggal 11 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 16 September 2019 dan surat panggilan penyidik tertanggal 16 September 2019 untuk pemeriksaan tanggal 19 September 2019 sebagai surat panggilan yang dikirim sebagai surat kedua dan ketiga kalinya, akan tetapi oleh penyidik KPK surat panggilan tertanggal 16 September 2019 itu dijadikan sebagai surat panggilan kedua.
Ketiga, surat panggilan kedua dan ketiga menjadi mubazir dan cacat oleh karena pada tanggal 10 September 2019 penyidik KPK sudah mengetahui bahwasanya Mekeng masih berada di luar negeri dalam rangka tugas negara berdasarkan surat pemberitahuan secara resmi dari Tenaga Ahli Mekeng kepada penyidik KPK pada tanggal 10 September 2019.
Keempat pada tanggal 3 Oktober 2019, penyidik KPK mengirim surat panggilan yang ditujukan kepada Mekeng untuk pemeriksaan tanggal 8 Oktober 2019. Oleh karena surat panggilan tertanggal 3 Oktober 2019 ini dibuat dan dikirim dalam tenggang waktu yang patut dan saksi Mekeng sudah kembali berada di Indonesia. Oleh karena itu surat panggilan tertanggal 3 Oktober 2019 harus dipandang sebagai surat panggilan pertama yang memenuhi syarat kepatutan menurut KUHAP.
Kelima, atas dasar alasan bahwa saksi Melchias Markus Mekeng yang dipanggil sedang menjalankan tugas negara yang dibuktikan dengan surat tugas Pimpinan DPR RI untuk suatu waktu tertentu, maka penyidik seharusnya tidak lagi mengeluarkan surat panggilan kedua dan seterusnya selama yang bersangkutan masih menjalankan tugas negara. Sehingga dengan demikian surat panggilan penyidik KPK tertanggal 11 September 2019 dan tertanggal 16 September 2019 menjadi tidak urgen dan tidak beralasan hukum untuk dikeluarkan oleh penyidik saat yang bersangkutan masih menjalankan tugas negara.
“Kami percaya bahwa selama ini KPK memiliki catatan atas komitmen Melchias Markus Mekeng dalam pemberantasan korupsi termasuk selalu kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK untuk didengar keterangannya sebagai saksi, tidak hanya pada penyidikan kasus dugaan korupsi atas nama tersangka Samin Tan dan Eni Maulani Saragih, akan tetapi juga untuk tersangka-tersangka lainnya dari anggota DPR RI,” ucap Ambardi.
Menurut Ambardi, sikap ini menjadi bukti Mekeng memiliki komitmen tinggi untuk membantu penyidik KPK dalam mengungkap kejahatan korupsi, di samping sebagai wujud tanggung jawab memenuhi kewajibannya sebagai penyelenggara negara, sehingga selayaknya mendapatkan penghargaan dari KPK.
(kri)