Pemerintah Tanpa Oposisi

Rabu, 09 Oktober 2019 - 06:07 WIB
Pemerintah Tanpa Oposisi
Pemerintah Tanpa Oposisi
A A A
PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memasuki babak baru. Setelah lima tahun memimpin, mantan Gubernur DKI Jakarta ini bakal melanjutkan memimpin Indonesia hingga 2024 mendatang. Berakhirnya lima tahun pertama dan memasuki lima tahun kedua atau terakhir, tentu akan ada perubahan ataupun penajaman kebijakan juga perubahan dalam susunan kabinet. Dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi mengatakan ada beberapa menteri yang akan dipertahankan dan wajah baru. Bahkan presiden kelahiran Solo, Jawa Tengah, ini akan menampilan menteri dari kalangan anak muda. Nomenklatur pun akan berubah disesuaikan dengan rencana kerja lima tahun mendatang.

Presiden Jokowi menegaskan lima tahun ke depan, pemerintahannya akan fokus pada pengembangan sumber daya manusia, melakukan reformasi birokrasi besar-besaran, dan meneruskan pembangunan infrastruktur. Pekerjaan rumah yang masih harus dijawab adalah peningkatan investasi di Tanah Air yang masih kalah dengan beberapa negara-negara di Asia Tenggara. Bahkan beberapa waktu lalu Presiden Jokowi agak marah karena banyak investor yang justru memilih Vietnam dibanding Indonesia. Tantangan ekonomi global yang tidak menentu juga akan menjadi tantangan pemerintahan Presiden Jokowi.

Beberapa tantangan di atas tentu harus ditunjang dengan tim yang kuat. Presiden Jokowi sepertinya akan tancap gas dan mengaku tanpa beban politik dalam pemerintahan lima tahun ke depan. Kasak kusuk siapa yang akan masuk kabinet periode 2019-2024 pun mencuat. Kabar tentang wakil menteri untuk melebarkan kompromi politik pun juga menyeruak. Bahkan lawan politik Presiden Jokowi dalam Pilpres 2014 dan 2019 yaitu Partai Gerindra, konon juga akan dirangkul. Bahkan beberapa media massa menyebutkan isu tentang jatah tiga menteri dari Partai Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto tidak membantah ataupun membenarkan isu tersebut. Jawaban dari pihak Partai Gerindra tampak klise yaitu pihaknya tidak dalam posisi meminta dan berada di luar atau di dalam pemerintahan sama saja.

Jika kita asumsikan bahwa Partai Gerindra masuk ke pemerintahan Presiden Jokowi, maka suara oposisi akan semakin lemah. Partai Gerindra selama ini adalah partai pemimpin oposisi dengan pengikutnya PKS, PAN dan Partai Demokrat. Partai Demokrat juga telah merapat ke pemerintahan dengan menjagokan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon menteri. Sedangkan PAN masih malu-malu untuk benar-benar masuk ke pemerintahan sedangkan PKS sepertinya akan tetap memilih di luar pemerintahan. Presiden Jokowi sepertinya menginginkan stabilitas politik dalam bekerja lima tahun ke depan. Tentu masuknya Partai Gerindra ke pemerintahan akan semakin membuat pemerintahan Presiden Jokowi kuat setelah kursi ketua DPR dan MPR adalah pendukung pemerintahan.

Artinya, jika kita berasumsi Partai Gerindra masuk ke pemerintahan Presiden Jokowi maka kontrol terhadap pemerintahan menjadi lemah. Menjadi semakin lemah ketua Parlemen juga dikuasai partai pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Kekuatan PKS ataupun PAN pun tampaknya kurang bertaji dalam melakukan kontrol pemerintah. Apakah dalam iklim demokrasi ini dikatakan sehat? Tentu dalam politik tidak ada jawaban yang pasti. Semua akan bergantung pada kepentingan masing-masing. Apalagi, apa yang dilakukan partai politik pada 2019 ini adalah ancang-ancang pada 2024 mendatang.

Lalu siapa yang akan mengontrol pemerintah jika oposisi lemah? Tentu rakyatlah yang akan melakukan kontrol. Ketika ada kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan rakyat tidak merasa mempunyai wakil untuk menyalurkan aspirasinya, maka rakyat akan bergerak sendiri. Unjuk rasa beberapa waktu lalu oleh belasan bahkan puluhan ribu mahasiswa di seluruh Indonesia adalah bukti. Tentu ini menjadi warning bagi pemerintahan Presiden Jokowi. Hasil pembangunan yang nyata tentu akan bisa meredam gejolak politik.

Komunikasi yang baik dengan rakyat juga akan meredam gejolak. Namun, jika itu gagal maka pemerintah akan berhadapan langsung dengan rakyat. Mungkin pemerintahan tanpa (lemah) oposisi akan lebih menguntungkan pemerintahan, namun ketika rakyat dikecewakan maka bisa jadi justru pemerintah berhadap-hadapan langsung dengan rakyat.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7380 seconds (0.1#10.140)