BNPB: Januari-September Terjadi 2.829 Kejadian Bencana
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dari bulan Januari hingga September 2019 terjadi 2.829 kejadian bencana. Dari kejadian itu menyebabkan 464 meninggal dari Januari sampai ke September.
"Dan kejadian paling banyak ada dari tanah longsor dan banjir, kemudian ada gempa bumi yang hanya 57 orang meninggal karena tidak terlalu besar gempa buminya,” ungkap Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo pada Konferensi Pers Penanganan Bencana Hingga Bulan Oktober 2019 di Ruang Serbaguna Dr Sutopo Purwo Nugroho, BNPB, Jakarta, Jakarta (2/10/2019).
Agus mengatakan kejadian bencana paling banyak karena hydrometerologi dan sisanya bencanya geologi seperti gempa bumi dan sebagainya. Bencana paling banyak terjadi di Jawa, disusul di Sulawesi Selatan, kemudian Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
“Kalau kita bandingkan dari data 2018 hingga 2019, ya mirip-mirip sekitar 2.500 an dan lebih banyak sekarang. Yang meninggal dan hilang juga banyak yang tahun ini, kalau dihitung hingga bulan September ini,” jelasnya.
Sementara untuk korban gempa di Maluku, BNPB mengoreksi bahwa jumlah korban meninggal berjumlah 28 orang. Jumlahnya masih berubah-ubah.
"Kemaren ada 31 hari ini dikoreksi menjadi 28 orang yang meninggal dunia. Tadi pagi, dari gubernur telah memutuskan bahwa ada tiga orang yang dianulir istilahnya karena meninggal di rumah sakit, meninggalnya karena sebelumnya sudah sakit. Meninggalnya dianggap bukan gempa, bukan karena hidup lagi. Korban luka-luka ada 150, mengungsi ini ada 115.290 orang,” papar Agus.
Agus mengatakan laporan dari Ambon bahwa kerusakan akibat gempa tidak terlalu parah tapi karena masyarakat ketakutan karena isu hoaks sehingga jumlah pengungsi cukup banyak. “Masyarakat takut bahwa ada isu hoaks yang sebenarnya tidak betul dan banyak juga gempa susulan sehingga masyarakat takut, ada getar-getar dari gempa susulan, sehingga mereka mengungsi,” kata dia.
Lalu, jumlah pengungsi terbesar terdapat di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan jumlah 36.391 jiwa, Maluku Tengah 50.250, dan Kota Ambon 28.649. Sementara itu, total rumah rusak berjumlah 6.184 unit dengan rincian di wilayah Maluku Tengah rumah rusak berat (RB) 1.635 unit, rusak sedang (RS) 956 dan rusak ringan (RR) 2.120. Rumah rusak di wilayah Seram Bagian Barat RB 259 unit, RR 681, sedangkan di wilayah Kota Ambon RB 96, RS 145 dan RR 292.
Hingga kini, kata Agus masing-masing wilayah yang terdampak gempa terus melakukan upaya penanganan darurat bencana. Masa tanggap darurat sementara ini akan berakhir pada 9 Oktober 2019 nanti.
“BNPB juga telah membantu ada 1 miliar rupiah dana siap pakai yang sampai tanggal 27 September lalu. Itu updatenya, pengungsi masih banyak tapi kita bekerja sama terus dengan BMKG untuk menenangkan masyarakat,” tutupnya.
"Dan kejadian paling banyak ada dari tanah longsor dan banjir, kemudian ada gempa bumi yang hanya 57 orang meninggal karena tidak terlalu besar gempa buminya,” ungkap Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo pada Konferensi Pers Penanganan Bencana Hingga Bulan Oktober 2019 di Ruang Serbaguna Dr Sutopo Purwo Nugroho, BNPB, Jakarta, Jakarta (2/10/2019).
Agus mengatakan kejadian bencana paling banyak karena hydrometerologi dan sisanya bencanya geologi seperti gempa bumi dan sebagainya. Bencana paling banyak terjadi di Jawa, disusul di Sulawesi Selatan, kemudian Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
“Kalau kita bandingkan dari data 2018 hingga 2019, ya mirip-mirip sekitar 2.500 an dan lebih banyak sekarang. Yang meninggal dan hilang juga banyak yang tahun ini, kalau dihitung hingga bulan September ini,” jelasnya.
Sementara untuk korban gempa di Maluku, BNPB mengoreksi bahwa jumlah korban meninggal berjumlah 28 orang. Jumlahnya masih berubah-ubah.
"Kemaren ada 31 hari ini dikoreksi menjadi 28 orang yang meninggal dunia. Tadi pagi, dari gubernur telah memutuskan bahwa ada tiga orang yang dianulir istilahnya karena meninggal di rumah sakit, meninggalnya karena sebelumnya sudah sakit. Meninggalnya dianggap bukan gempa, bukan karena hidup lagi. Korban luka-luka ada 150, mengungsi ini ada 115.290 orang,” papar Agus.
Agus mengatakan laporan dari Ambon bahwa kerusakan akibat gempa tidak terlalu parah tapi karena masyarakat ketakutan karena isu hoaks sehingga jumlah pengungsi cukup banyak. “Masyarakat takut bahwa ada isu hoaks yang sebenarnya tidak betul dan banyak juga gempa susulan sehingga masyarakat takut, ada getar-getar dari gempa susulan, sehingga mereka mengungsi,” kata dia.
Lalu, jumlah pengungsi terbesar terdapat di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan jumlah 36.391 jiwa, Maluku Tengah 50.250, dan Kota Ambon 28.649. Sementara itu, total rumah rusak berjumlah 6.184 unit dengan rincian di wilayah Maluku Tengah rumah rusak berat (RB) 1.635 unit, rusak sedang (RS) 956 dan rusak ringan (RR) 2.120. Rumah rusak di wilayah Seram Bagian Barat RB 259 unit, RR 681, sedangkan di wilayah Kota Ambon RB 96, RS 145 dan RR 292.
Hingga kini, kata Agus masing-masing wilayah yang terdampak gempa terus melakukan upaya penanganan darurat bencana. Masa tanggap darurat sementara ini akan berakhir pada 9 Oktober 2019 nanti.
“BNPB juga telah membantu ada 1 miliar rupiah dana siap pakai yang sampai tanggal 27 September lalu. Itu updatenya, pengungsi masih banyak tapi kita bekerja sama terus dengan BMKG untuk menenangkan masyarakat,” tutupnya.
(kri)