Fahri Hamzah: Presiden Jangan Lagi Gampang Ditekan di Periode Kedua
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta agar di periode kedua pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa bersikap lebih tegas dan tidak gampang ditekan oleh siapapun. Selama ini, Fahri menilai Jokowi masih gampang ditekan, bahkan oleh desakan publik. Seperti yang belakangan terjadi dalam proses Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akhirnya dibatalkan karena desakan publik.
”Presiden di periode kedua ini harus mantep. Jangan begini lagi. Gampang ditekan, gampang dibelokkan. Nggak boleh begitu,” ujar Fahri Hamzah usai sidang paripurna terakhir di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Menurut Fahri, Presiden Jokowi sudah mendapatkan mandat oleh rakyat untuk kembali memimpin Indonesia lima tahun mendatang. ”Yakin dong. Jangan mandat yang begitu besar jadi tidak mantap gara-gara presidennya gak yakin, harus yakin,” katanya.
Fahri menegaskan bahwa RUU KUHP resmi ditunda dan pembahasannya akan dilanjutkan (carry over) oleh DPR periode 2019-2024 bersama pemerintah. Penundaan dilakukan menyusul keinginan Presiden yang disampaikan melalui surat yang dikirim Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) ke DPR. Ke depan, RUU ini akan menjadi prioritas dalam pembahasan DPR bersama pemerintah ke depan.
”Diupayakan setelah sosialisasi, akan disahkan secepat-cepatnya dalam awal periode yang akan datang. Makanya ini menjadi tugas pemerintah dan DPR untuk mensosiasilisasikan karena sebenarnya RUU (KUHP) itu tidak ada masalah,” ujar Fahri.
Fahri mengatakan, Presiden Jokowi di awal periode kedua masa pemerintahannya, memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan bahwa Republik ini jika mau tenang dan tenteram maka harus ada kepastian hukum.
”Ya kalau mau ada keadilan maka segeralah undang-undang (produk) Belanda itu diganti dengan undang-undang yang kita buat sendiri. Itu saja sebenarnya. Dan saya kira kalau ada yang menentang dan masih ingin menggunakan undang-undang (produk) Belanda, itu keterlaluan. Tapi okelah, kita sudah tunda. Pemerintah nanti punya tugas mensosialisasikan karena ini usulan pemerintah,” katanya.
”Presiden di periode kedua ini harus mantep. Jangan begini lagi. Gampang ditekan, gampang dibelokkan. Nggak boleh begitu,” ujar Fahri Hamzah usai sidang paripurna terakhir di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Menurut Fahri, Presiden Jokowi sudah mendapatkan mandat oleh rakyat untuk kembali memimpin Indonesia lima tahun mendatang. ”Yakin dong. Jangan mandat yang begitu besar jadi tidak mantap gara-gara presidennya gak yakin, harus yakin,” katanya.
Fahri menegaskan bahwa RUU KUHP resmi ditunda dan pembahasannya akan dilanjutkan (carry over) oleh DPR periode 2019-2024 bersama pemerintah. Penundaan dilakukan menyusul keinginan Presiden yang disampaikan melalui surat yang dikirim Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) ke DPR. Ke depan, RUU ini akan menjadi prioritas dalam pembahasan DPR bersama pemerintah ke depan.
”Diupayakan setelah sosialisasi, akan disahkan secepat-cepatnya dalam awal periode yang akan datang. Makanya ini menjadi tugas pemerintah dan DPR untuk mensosiasilisasikan karena sebenarnya RUU (KUHP) itu tidak ada masalah,” ujar Fahri.
Fahri mengatakan, Presiden Jokowi di awal periode kedua masa pemerintahannya, memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan bahwa Republik ini jika mau tenang dan tenteram maka harus ada kepastian hukum.
”Ya kalau mau ada keadilan maka segeralah undang-undang (produk) Belanda itu diganti dengan undang-undang yang kita buat sendiri. Itu saja sebenarnya. Dan saya kira kalau ada yang menentang dan masih ingin menggunakan undang-undang (produk) Belanda, itu keterlaluan. Tapi okelah, kita sudah tunda. Pemerintah nanti punya tugas mensosialisasikan karena ini usulan pemerintah,” katanya.
(pur)