RUU Pemasyarakatan dan KUHP Dilanjutkan DPR Periode 2019-2024
A
A
A
JAKARTA - Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pas) batal disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR siang hari ini sebagaimana hasil kesepakatan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dan fraksi-fraksi di DPR dalam forum lobi Paripurna DPR dan juga rapat konsultasi dengan presiden untuk menunda pengesahannya. Penundaan juga berlaku untuk RUU KUHP.
Menurut Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, pengesahan RUU Pas dan RUU KUHP ditunda dan akan dibahas oleh DPR periode 2019-2024 sebagaimaan hasil rapat konsultasi antara pemerintah dengan DPR.
“Hasil kan sudah jelas. Kemarin kan ada rapat konsultasi antara Pimpinan DPR bersama Pimpinan Komisi III dan bersama pimpinan poksi (kelompok fraksi) Komisi III, fraksi sebagian ya. Dalam pembicaraan itu disepakati presiden menyatakan, udah kita tunda dulu pembicaraan karena ada pandangan dari masyarakat supaya kita jelaskan dan kita lihat nanti lebih dalam ke depannya. Itu saja, singkat,” ujar Yasonna seusai Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Menurut Yasonna, sikap presiden sudah jelas untuk menunda pengesahan dan karena RUu Pas ini sudah disahkan di forum tingkat pertama dan dibawa dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, maka mekanismenya harus dijalankan dengan benar yakni diambil keputusan terlebih dulu dalam Rapat Paripurna DPR. Berbeda dengan RUU KUHP yang belum dibahas dalam rapat Bamus.
“Kita berharap, pemerintah kan berharap di-carry over (diambil alih), ya kan, kita berharap di carry over biar kita selesaikan. Paling tidak kita jelaskan ke publik, enggak ada jalan-jalan di mal. Itu kan kebablasan,” tegas Yasonna.
Terkait dengan perubahan ketentuan di mana napi khusus dimudahkan dalam mendapatkan remisi, Yasonna tidak bisa menjawab secara tegas. Dia hanya menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang memuat ketentuan terkait syarat-syarat khusus pemberian remisi untuk napi pidana khusus berlaku dalam UU Pas yang lama. Tetapi, saat UU itu diubah maka PP itu harus tunduk terhadap UU yang baru.
“Nanti kita akan atur lagi PP-nya. Tetapi kan prinsip di dalam UU ini, bahwa semua orang punya hak. Bahwa pembedaannya nanti kita atur dalam PP yang berikutnya,” terangnya.
“Nanti kita lihat, kok sekarang berandai-andai, masukan banyak dari mana-mana, kiri, kanan, muka, belakang,” ucap Politikus PDIP itu.
Yasonna menegaskan bahwa keinginan pemerintah sudah disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan penundaan pengesahan 4 RUU yang di antaranya RUU Pas dan RUU KUHP dan akan dilanjutkan di DPR selanjutnya.
“Itu sudah langsung presiden yang menyampaikan ke publik. Sementara ini kami akan menjelaskan ke publik misintepretasi-misinterpretasi pemutarabalikan info yang enggak bener. Gitu,” terangnya.
Terkait surat presiden yang tidak dibacakan dalam Rapat Paripurna, Yasonna enggan menyebutkan secara spesifik isi surat tersebut. Dia hanya menegaskan bahwa isi suratnya adalah penundaan pengesahan RUU Pas dan RUU KUHP.
“Isi suratnya minta copy-nya ke DPR. Initinya minta penundaan, supaya kita bisa menjelaskannya,” tandasnya.
Menurut Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, pengesahan RUU Pas dan RUU KUHP ditunda dan akan dibahas oleh DPR periode 2019-2024 sebagaimaan hasil rapat konsultasi antara pemerintah dengan DPR.
“Hasil kan sudah jelas. Kemarin kan ada rapat konsultasi antara Pimpinan DPR bersama Pimpinan Komisi III dan bersama pimpinan poksi (kelompok fraksi) Komisi III, fraksi sebagian ya. Dalam pembicaraan itu disepakati presiden menyatakan, udah kita tunda dulu pembicaraan karena ada pandangan dari masyarakat supaya kita jelaskan dan kita lihat nanti lebih dalam ke depannya. Itu saja, singkat,” ujar Yasonna seusai Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Menurut Yasonna, sikap presiden sudah jelas untuk menunda pengesahan dan karena RUu Pas ini sudah disahkan di forum tingkat pertama dan dibawa dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, maka mekanismenya harus dijalankan dengan benar yakni diambil keputusan terlebih dulu dalam Rapat Paripurna DPR. Berbeda dengan RUU KUHP yang belum dibahas dalam rapat Bamus.
“Kita berharap, pemerintah kan berharap di-carry over (diambil alih), ya kan, kita berharap di carry over biar kita selesaikan. Paling tidak kita jelaskan ke publik, enggak ada jalan-jalan di mal. Itu kan kebablasan,” tegas Yasonna.
Terkait dengan perubahan ketentuan di mana napi khusus dimudahkan dalam mendapatkan remisi, Yasonna tidak bisa menjawab secara tegas. Dia hanya menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang memuat ketentuan terkait syarat-syarat khusus pemberian remisi untuk napi pidana khusus berlaku dalam UU Pas yang lama. Tetapi, saat UU itu diubah maka PP itu harus tunduk terhadap UU yang baru.
“Nanti kita akan atur lagi PP-nya. Tetapi kan prinsip di dalam UU ini, bahwa semua orang punya hak. Bahwa pembedaannya nanti kita atur dalam PP yang berikutnya,” terangnya.
“Nanti kita lihat, kok sekarang berandai-andai, masukan banyak dari mana-mana, kiri, kanan, muka, belakang,” ucap Politikus PDIP itu.
Yasonna menegaskan bahwa keinginan pemerintah sudah disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan penundaan pengesahan 4 RUU yang di antaranya RUU Pas dan RUU KUHP dan akan dilanjutkan di DPR selanjutnya.
“Itu sudah langsung presiden yang menyampaikan ke publik. Sementara ini kami akan menjelaskan ke publik misintepretasi-misinterpretasi pemutarabalikan info yang enggak bener. Gitu,” terangnya.
Terkait surat presiden yang tidak dibacakan dalam Rapat Paripurna, Yasonna enggan menyebutkan secara spesifik isi surat tersebut. Dia hanya menegaskan bahwa isi suratnya adalah penundaan pengesahan RUU Pas dan RUU KUHP.
“Isi suratnya minta copy-nya ke DPR. Initinya minta penundaan, supaya kita bisa menjelaskannya,” tandasnya.
(kri)