Agung Laksono: Kunjungan PKC ke Golkar Tak Mengubah Ideologi
A
A
A
JAKARTA - Pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Kepala Politbiro Hubungan Internasional Partai Komunis China (PKC) Song Tao menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat.
Terkait hal itu, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menjelaskan, Partai Golkar sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia sudah memiliki sejarah panjang dalam hubungan luar negeri dengan partai lain. Bahkan dengan Partai Komunis China (PKC). Hubungan antara Golkar dan PKC sudah berjalan sejak era Presiden Soeharto memimpin Indonesia.
Menurut Agung, pertemuan di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 September 2019 lebih bersifat misi antara dua negara yang bersahabat, Indonesia dan China.
“Dalam pertemuan itu tidak dibahas tentang pertukaran kader, tetapi lebih pada misi kebudayaan, misalnya tukar souvenir. Jangan diartikan yang aneh-aneh. Kedua pihak juga setuju untuk saling berkunjung,” kata Agung.
Agungmenyatakan pertemuan antara Golkar sudah sesuai dengan amanat UUD 1945, yakni aktif menjaga perdamaian dunia. Dalam hubungan luar negeri Indonesia dan Golkar berpatokan pada kebijakan luar negeri "bebas dan aktif" yang bersifat non-blok dengan mencoba mengambil peran dalam berbagai masalah regional sesuai ukuran dan lokasinya.
Kunjungan Partai Golkar ke Partai Komunis China sudah dilakukan sejak lama. Bahkan saat Ketua Umum Partai Golkar Wahono, kata Agung, dirinya menjadi perwakilan yang berkunjung ke Cina, ke PKC.
“Sudah tiga kali saya berkunjung ke PKC, era Pak Wahono, era Pak Harmoko dan era Pak Akbar Tanjung. Yang kami lakukan adalah meninjau sekolah kader di PKC, dan melihat bagaimana mereka mengelola partai dan asetnya. Kemudian jamuan makan malam dan makan siang dengan pejabat di sana,” kata Agung.
Agung menyatakan tidak benar diera Airlangga Hartarto baru ada kerja sama dengan PKC dan tukar -menukar kader. Mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) ini menegaskan, jika kunjungan dan kerja ini sama sekali tidak mengubah dirinya untuk berpaham komunis. Kunjungan itu hanya semata-mata studi banding antara partai. “Saya tetap antikomunis, saya tetap Golkar,” tegas Agung.
Agung menyebut, Partai Golkar terakhir mengirimkan kadernya seperti Roro Esty, Sari Yulianti dan Melki Lakanena berkunjung ke China. “Sekarang malah lebih banyak bicara soal ekonomi. Berbicara soal jalur sutera atau One Belt One Road, bahkan saya lihat lebih banyak bicara soal kapitalis,” ungkap Agung.Hal ini menarik karena China yang berpaham komunis, tetapi ekonominya kapitalis. Menurut Agung, kunjungan ke PKC tak hanya dilakukan oleh Partai Golkar tapi juga partai lain seperti PDIP, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKS dan PPP serta PKB.
Bahkan saat berkunjung ke Indonesia, PKC juga menyempatkan diri bertemu PDIP dan Gerindra. Menurut Agung, ketiga partai itu secara khusus mereka kunjungi. "Jadi kenapa diributkan soal Golkar yang aneh-aneh. Kita tetap anti komunis, tetapi dari saling kunjung ini, kita tahu apa yang dilakukan PKC untuk negerinya. Ini sifatnya ilmiah. Jadi jangan keliru menterjemahkannya. Sampai-sampai kita terbawa-bawa Golkar dengan PKC yang komunis. Kita kerja sama bukan soal ideologinya. Akan tetapi lebih pada tata cara pengelolaan partai. Saya setuju untuk tetap diteruskan kerja sama ini,” tutur Agung.
Agung meminta semua pihak untuk tidak berprasangka buruk atas kunjungan PKC ke Golkar. “Jangan phobia, hubungan kita tetap terbuka dan Golkar selalu menjaga dan menghargai kedaulatan masing-masing. Saya kira PKC juga sama,” ucapnya.
Agung merasa perlu meluruskan hal itu karena ada pihak-pihak yang memakai momen kunjungan PKC ini untuk mendiskreditkan Airlangga Hartarto dan Golkar.
“Ini menjelang Munas Golkar, jadi ada yang berusaha goreng-goreng pertemuan seolah-olah Golkar melenceng. Perlu saya tegaskan, Golkar tetap partai moderat siapa pun yang memimpin. Golkar tetap partai tengah, tetap partai kebangsaan dan tetap partai kemajemukan dan ideologi Pancasila,” tegas Agung.
Terkait hal itu, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menjelaskan, Partai Golkar sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia sudah memiliki sejarah panjang dalam hubungan luar negeri dengan partai lain. Bahkan dengan Partai Komunis China (PKC). Hubungan antara Golkar dan PKC sudah berjalan sejak era Presiden Soeharto memimpin Indonesia.
Menurut Agung, pertemuan di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 September 2019 lebih bersifat misi antara dua negara yang bersahabat, Indonesia dan China.
“Dalam pertemuan itu tidak dibahas tentang pertukaran kader, tetapi lebih pada misi kebudayaan, misalnya tukar souvenir. Jangan diartikan yang aneh-aneh. Kedua pihak juga setuju untuk saling berkunjung,” kata Agung.
Agungmenyatakan pertemuan antara Golkar sudah sesuai dengan amanat UUD 1945, yakni aktif menjaga perdamaian dunia. Dalam hubungan luar negeri Indonesia dan Golkar berpatokan pada kebijakan luar negeri "bebas dan aktif" yang bersifat non-blok dengan mencoba mengambil peran dalam berbagai masalah regional sesuai ukuran dan lokasinya.
Kunjungan Partai Golkar ke Partai Komunis China sudah dilakukan sejak lama. Bahkan saat Ketua Umum Partai Golkar Wahono, kata Agung, dirinya menjadi perwakilan yang berkunjung ke Cina, ke PKC.
“Sudah tiga kali saya berkunjung ke PKC, era Pak Wahono, era Pak Harmoko dan era Pak Akbar Tanjung. Yang kami lakukan adalah meninjau sekolah kader di PKC, dan melihat bagaimana mereka mengelola partai dan asetnya. Kemudian jamuan makan malam dan makan siang dengan pejabat di sana,” kata Agung.
Agung menyatakan tidak benar diera Airlangga Hartarto baru ada kerja sama dengan PKC dan tukar -menukar kader. Mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) ini menegaskan, jika kunjungan dan kerja ini sama sekali tidak mengubah dirinya untuk berpaham komunis. Kunjungan itu hanya semata-mata studi banding antara partai. “Saya tetap antikomunis, saya tetap Golkar,” tegas Agung.
Agung menyebut, Partai Golkar terakhir mengirimkan kadernya seperti Roro Esty, Sari Yulianti dan Melki Lakanena berkunjung ke China. “Sekarang malah lebih banyak bicara soal ekonomi. Berbicara soal jalur sutera atau One Belt One Road, bahkan saya lihat lebih banyak bicara soal kapitalis,” ungkap Agung.Hal ini menarik karena China yang berpaham komunis, tetapi ekonominya kapitalis. Menurut Agung, kunjungan ke PKC tak hanya dilakukan oleh Partai Golkar tapi juga partai lain seperti PDIP, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKS dan PPP serta PKB.
Bahkan saat berkunjung ke Indonesia, PKC juga menyempatkan diri bertemu PDIP dan Gerindra. Menurut Agung, ketiga partai itu secara khusus mereka kunjungi. "Jadi kenapa diributkan soal Golkar yang aneh-aneh. Kita tetap anti komunis, tetapi dari saling kunjung ini, kita tahu apa yang dilakukan PKC untuk negerinya. Ini sifatnya ilmiah. Jadi jangan keliru menterjemahkannya. Sampai-sampai kita terbawa-bawa Golkar dengan PKC yang komunis. Kita kerja sama bukan soal ideologinya. Akan tetapi lebih pada tata cara pengelolaan partai. Saya setuju untuk tetap diteruskan kerja sama ini,” tutur Agung.
Agung meminta semua pihak untuk tidak berprasangka buruk atas kunjungan PKC ke Golkar. “Jangan phobia, hubungan kita tetap terbuka dan Golkar selalu menjaga dan menghargai kedaulatan masing-masing. Saya kira PKC juga sama,” ucapnya.
Agung merasa perlu meluruskan hal itu karena ada pihak-pihak yang memakai momen kunjungan PKC ini untuk mendiskreditkan Airlangga Hartarto dan Golkar.
“Ini menjelang Munas Golkar, jadi ada yang berusaha goreng-goreng pertemuan seolah-olah Golkar melenceng. Perlu saya tegaskan, Golkar tetap partai moderat siapa pun yang memimpin. Golkar tetap partai tengah, tetap partai kebangsaan dan tetap partai kemajemukan dan ideologi Pancasila,” tegas Agung.
(cip)