PKS: Pasal Penghinaan Presiden Bisa Jadi 'Pasal Karet'
A
A
A
JAKARTA - Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menuai kritik.
Pasal 262 hingga 264 dalam draf RKUHP itu dianggap bisa menjadi pasal karet. "Pasal ini bisa jadi pasal karet," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera kepada SINDOnews, Kamis (19/9/2019). (Baca Juga: Menghina Presiden Bisa Diancam Lima Tahun Penjara)
Menurut kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini, konstitusi sudah menyatakan kebebasan pendapat adalah hak warga negara.
"Presiden sebagai pejabat yang mengurus urusan publik wajar akan selalu jadi pusat komentar," ungkapnya.
Menurut dia, jauh lebih baik pendekatan literasi dan edukasi. "Bukan langkah bijak pasal ini," tuturnya.
Diketahui, dalam draf RKUHP, orang yang menghina presiden atau wakil presiden, bisa dijerat pidana maksimal lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 Juta.
Seperti diberitakan sebelumnya, siapa pun yang menghina Presiden akan dijerat pidana maksimal lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.
Aturan itu baru dimasukkan RKUHP yang finalisasi revisinya sudah disepakati DPR dan pemerintah dalam rapat pengesahan tingkat pertama di Ruang Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 18 September 2019.
Seluruh fraksi di DPR sepakat terhadap RKUHP tersebut. Selanjutnya RKUHP ini akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan pada 24 September 2019 mendatang.
Pasal 262 hingga 264 dalam draf RKUHP itu dianggap bisa menjadi pasal karet. "Pasal ini bisa jadi pasal karet," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera kepada SINDOnews, Kamis (19/9/2019). (Baca Juga: Menghina Presiden Bisa Diancam Lima Tahun Penjara)
Menurut kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini, konstitusi sudah menyatakan kebebasan pendapat adalah hak warga negara.
"Presiden sebagai pejabat yang mengurus urusan publik wajar akan selalu jadi pusat komentar," ungkapnya.
Menurut dia, jauh lebih baik pendekatan literasi dan edukasi. "Bukan langkah bijak pasal ini," tuturnya.
Diketahui, dalam draf RKUHP, orang yang menghina presiden atau wakil presiden, bisa dijerat pidana maksimal lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 Juta.
Seperti diberitakan sebelumnya, siapa pun yang menghina Presiden akan dijerat pidana maksimal lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.
Aturan itu baru dimasukkan RKUHP yang finalisasi revisinya sudah disepakati DPR dan pemerintah dalam rapat pengesahan tingkat pertama di Ruang Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 18 September 2019.
Seluruh fraksi di DPR sepakat terhadap RKUHP tersebut. Selanjutnya RKUHP ini akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan pada 24 September 2019 mendatang.
(dam)