Pengamat: Yang Menyadap Bukan Malaikat, Jadi Mesti Diatur

Kamis, 19 September 2019 - 08:22 WIB
Pengamat: Yang Menyadap Bukan Malaikat, Jadi Mesti Diatur
Pengamat: Yang Menyadap Bukan Malaikat, Jadi Mesti Diatur
A A A
JAKARTA - Dalam sistem hukum kenegaraan, proses penyadapan harus diatur secara jelas. Oleh karena itu, revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang mengatur penyadapan harus seizin Dewan Pengawas dinilai tepat.

"Sebab yang disadap dan menyadap ini bukan malaikat, bukan dewa, bukan apa. Jadi mesti diatur, supaya tidak disalahgunakan," kata pakar hukum tata negara, Margarito Kamis di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Mengenai izin penyadapan ke Dewan Pengawas KPK, dia menjelaskan di dalam sistem hukum anglo saxon seperti yang dianut di beberapa negara, seluruh proses hukum di pengadilan, tapi di Eropa segala proses hukum terletak pada pembuat undang-undang.

Dengan demikian, suka tidak suka, senang tidak senang, sistem hukum yang dihasilkan oleh pembuat UU harus dijalankan dan dipatuhi.

"Kadang-kadang orang harus menjustifikasi (izin penyadapan-red) harus ke pengadilan dengan argumen bahwa itu adalah part of atau part in criminal justice sistem, itu teori bukan hukum, bukan pasal, itu teori bilang-bilang doang dan itu belum tentu benar, di mana letak salahnya" kata dia.

Margarito juga menantang publik menunjukkan negara mana yang memerintahkan pengadilan melakuan penyelidikan dan penyidikan atau bahkan menangkap seseorang. Katanya, tugas pengadilan cukup memeriksa dan menyidangkan sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang.

"Tidak benar mengatakan bahwa penyidikan itu bagian dari criminalisasi sistem. Jadi sejak kapan itu diminta ke pengadilan, tidak benar sama sekali tidak benar," ujarnya.

Untuk itu, lanjut Margarito, dalam konteks hukum di Indonesia berpulang kepada pembuat undang-undang sejauhmana kualitas produk undang-undang yang dihasilkan bisa memberikan manfaat terhadap keadilan masyarakat.

"Karena kalau hukum diserahkan karena senang tidak senang maka tidak ada aturan, hukum itu memiliki kecenderungan-kecenderungan kau punya subyektifiktas itu terlokalisir. Makanya kita buat hukum supaya kita patuh aturan," tandasnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7986 seconds (0.1#10.140)