Pegawai KPK Diikat Ketentuan ASN dan Kode Etik
A
A
A
JAKARTA - Pegawai di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu hal yang diperdebatkan dalam revisi kedua Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Mereka dianggap melampaui batasan sebagai pegawai KPK.
Dalam UU KPK yang baru saja disahkan kemarin siang, pegawai KPK akan dijadikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga terikat dengan UU Nomor 5/2004 tentang ASN dan dan juga kode etik yang akan dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Pasal 1
(6) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.
Dalam melaksanakan tugasnya, Pimpinan KPK dan juga pegawai KPK akan terikat kode etik dan bisa disidang oleh Dewas KPK yang mana, pelanggaran etik itu bisa berasal dari pengawasan organ pengawas Dewas KPK atau laporan dari masyarakat.
Pasal 15 huruf f
KPK berkewajiban menyusun kode etik pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 37B ayat 1
Dewas KPK bertugas:
c. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;
d. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f. melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Soal status pegawai KPK dan mekanisme pengangkatannya sebagai ASN, diperjelas kembali dalam pasal-pasal berikut. Termasuk juga soal penyelidik dan penyidik KPK yang harus sudah mengikuti dan lulus pendidikan penyidikan dan penyelidikan.
Pasal 69B
(1) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai Pegawai ASN sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 69C
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 70A
Pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Baca Juga: Jokowi: Berstatus ASN, Pegawai KPK seperti Lembaga Independen Lain)
Dalam UU KPK yang baru saja disahkan kemarin siang, pegawai KPK akan dijadikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga terikat dengan UU Nomor 5/2004 tentang ASN dan dan juga kode etik yang akan dibuat dan ditetapkan oleh Pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Pasal 1
(6) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.
Dalam melaksanakan tugasnya, Pimpinan KPK dan juga pegawai KPK akan terikat kode etik dan bisa disidang oleh Dewas KPK yang mana, pelanggaran etik itu bisa berasal dari pengawasan organ pengawas Dewas KPK atau laporan dari masyarakat.
Pasal 15 huruf f
KPK berkewajiban menyusun kode etik pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 37B ayat 1
Dewas KPK bertugas:
c. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;
d. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f. melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Soal status pegawai KPK dan mekanisme pengangkatannya sebagai ASN, diperjelas kembali dalam pasal-pasal berikut. Termasuk juga soal penyelidik dan penyidik KPK yang harus sudah mengikuti dan lulus pendidikan penyidikan dan penyelidikan.
Pasal 69B
(1) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai Pegawai ASN sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah mengikuti dan lulus pendidikan di bidang penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 69C
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 70A
Pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Baca Juga: Jokowi: Berstatus ASN, Pegawai KPK seperti Lembaga Independen Lain)
(rhs)