Pembinaan adalah Kunci
A
A
A
KEPUTUSAN Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang audisi bulutangkis yang digelar oleh Persatuan Bulutangkis (PB) Djarum menuai pro dan kontra. KPAI mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Berdasarkan PP di atas, Djarum dianggap melanggar. KPAI juga mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keputusan KPAI tersebut ditanggapi PB Djarum dengan menghentikan audisi pada 2020 nanti. Pihak yang kontra menganggap KPAI telah menghilangkan proses pembinaan. Ini diperparah ketika prestasi bulutangkis Indonesia yang belum membaik dan hanya mengandalkan ganda.
Terlepas dari pro-kontra tentang keputusan KPAI, pembinaan adalah awal bagi cabang olahraga untuk meraih prestasi. Pembinaan bak kunci awal membuka sebuah rumah atau halaman. Pembinaan sebuah langkah awal memasuki dunia prestasi. Dengan pembinaan, pintu dunia prestasi telah dibuka. Apakah dengan pembinaan yang baik akan menjamin prestasi yang baik? Tentu tidak. Pembinaan hanya satu faktor untuk merengkuh prestasi. Namun, pembinaan adalah faktor krusial atau penting. Begitu masuk ke sebuah ruangan dunia prestasi masih ada faktor lain seperti pola latihan, kompetisi, serta mental. Bayangkan tanpa pembinaan, maka cabang olahraga akan kesulitan mencari bibit-bibit atlet.
Pembinaan juga bak investasi. Keuntungannya akan diambil dalam jangka waktu yang lama. Tidak bisa diambil dalam waktu yang pendek. Tidak hanya materi yang harus diinvestasikan tapi juga waktu. Seperti di atas, apakah investasi ini akan menghasilkan prestasi yang bagus? Pembinaan bak investasi juga hanya salah satu faktor untuk mendapatkan keuntungan yang baik. Masih banyak faktor yang akan memengaruhi investasi tersebut. Bagaimana mengelola investasi tersebut, strategi seperti apa, siapa yang menggunakan investasi, dan lain-lain adalah faktor-faktor lain. Namun, pembinaan bak investasi ini adalah faktor utama. Tidak ada rumus dalam olahraga bahwa tiba-tiba lahir seorang atlet yang langsung berprestasi. Perlu proses yang panjang.
Pembinaan bukan faktor tunggal, melainkan faktor penting. Pun ketika pembinaan olahraga ada, belum tentu juga menghasilkan seorang atlet yang berkualitas. Pola pembinaan dini juga mempunyai cara yang tepat. Pada anak usia tertentu, juga harus mempunyai materi latihan dan kompetisi tertentu. Begitu juga ketika menginjak remaja, ada materi latihan dan kompetisi tertentu. Puncaknya ketika seorang atlet sudah memasuki dunia profesional, atau sekitar usia 18 atau 19 tahun. Biasanya puncak prestasi terjadi dalam usia 23-25 tahun. Pada usia 25-30 tahun mempertahankan prestasi, sedangkan pada usia di atas 30 tahun prestasi mulai menurun. Siklus ini memang tidak baku, namun umum terjadi di dunia olahraga. Dan, setiap tahapnya mempunyai faktor-faktor yang akan memengaruhi raihan prestasi.
Saat ini harus diakui, prestasi olahraga Indonesia masih jauh dari harapan. Bulutangkis pernah menjadi kebanggaan dengan mengusai kawasan Asia Tenggara, bahkan dunia. Namun sekarang, Indonesia hanya mampu bersaing di sektor ganda putra, sedangkan sektor yang lain masih butuh perjuangan. Sepak bola juga demikian. Dengan pembinaan usia dunia di mana-mana dan kompetisi yang rutin digelar,tohsepak bola Indonesia belum mampu berbicara banyak di dunia internasional. Untuk kawasan Asia Tenggara saja, Indonesia harus mengakui Thailand dan Vietnam yang mempunyai prestasi lebih dari Indonesia. Sedangkan cabang atletik, saat ini tumpuan pada Lalu Muhammad Zohri pada nomorsprint. Sedangkan nomor yang lain masih butuh perjuangan panjang. Begitu juga dengan cabang olahraga yang lain.
Sekali lagi, pembinaan bukan salah satu faktor namun penting. Ketika prestasi olahraga Indonesia butuh perjuangan, salah satunya dengan pembinaan yang benar, kunci atau investasi awal justru terganggu. Semestinya semua pihak bisa berpikir dan bertindak lebih komprehensif. Jangan hanya mendasarkan pada satu alasan saja. Banyak dampak yang harus dipikirkan dan diantisipasi. Lalu jika pembinaan sudah diganggu, apakah kita masih berharap olahraga Indonesia berprestasi? Semestinya pemerintah tidak boleh tinggal diam dan bisa menjadi pemberi solusi tentang pembinaan olahraga Indonesia yang (semakin) lemah.
Berdasarkan PP di atas, Djarum dianggap melanggar. KPAI juga mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Keputusan KPAI tersebut ditanggapi PB Djarum dengan menghentikan audisi pada 2020 nanti. Pihak yang kontra menganggap KPAI telah menghilangkan proses pembinaan. Ini diperparah ketika prestasi bulutangkis Indonesia yang belum membaik dan hanya mengandalkan ganda.
Terlepas dari pro-kontra tentang keputusan KPAI, pembinaan adalah awal bagi cabang olahraga untuk meraih prestasi. Pembinaan bak kunci awal membuka sebuah rumah atau halaman. Pembinaan sebuah langkah awal memasuki dunia prestasi. Dengan pembinaan, pintu dunia prestasi telah dibuka. Apakah dengan pembinaan yang baik akan menjamin prestasi yang baik? Tentu tidak. Pembinaan hanya satu faktor untuk merengkuh prestasi. Namun, pembinaan adalah faktor krusial atau penting. Begitu masuk ke sebuah ruangan dunia prestasi masih ada faktor lain seperti pola latihan, kompetisi, serta mental. Bayangkan tanpa pembinaan, maka cabang olahraga akan kesulitan mencari bibit-bibit atlet.
Pembinaan juga bak investasi. Keuntungannya akan diambil dalam jangka waktu yang lama. Tidak bisa diambil dalam waktu yang pendek. Tidak hanya materi yang harus diinvestasikan tapi juga waktu. Seperti di atas, apakah investasi ini akan menghasilkan prestasi yang bagus? Pembinaan bak investasi juga hanya salah satu faktor untuk mendapatkan keuntungan yang baik. Masih banyak faktor yang akan memengaruhi investasi tersebut. Bagaimana mengelola investasi tersebut, strategi seperti apa, siapa yang menggunakan investasi, dan lain-lain adalah faktor-faktor lain. Namun, pembinaan bak investasi ini adalah faktor utama. Tidak ada rumus dalam olahraga bahwa tiba-tiba lahir seorang atlet yang langsung berprestasi. Perlu proses yang panjang.
Pembinaan bukan faktor tunggal, melainkan faktor penting. Pun ketika pembinaan olahraga ada, belum tentu juga menghasilkan seorang atlet yang berkualitas. Pola pembinaan dini juga mempunyai cara yang tepat. Pada anak usia tertentu, juga harus mempunyai materi latihan dan kompetisi tertentu. Begitu juga ketika menginjak remaja, ada materi latihan dan kompetisi tertentu. Puncaknya ketika seorang atlet sudah memasuki dunia profesional, atau sekitar usia 18 atau 19 tahun. Biasanya puncak prestasi terjadi dalam usia 23-25 tahun. Pada usia 25-30 tahun mempertahankan prestasi, sedangkan pada usia di atas 30 tahun prestasi mulai menurun. Siklus ini memang tidak baku, namun umum terjadi di dunia olahraga. Dan, setiap tahapnya mempunyai faktor-faktor yang akan memengaruhi raihan prestasi.
Saat ini harus diakui, prestasi olahraga Indonesia masih jauh dari harapan. Bulutangkis pernah menjadi kebanggaan dengan mengusai kawasan Asia Tenggara, bahkan dunia. Namun sekarang, Indonesia hanya mampu bersaing di sektor ganda putra, sedangkan sektor yang lain masih butuh perjuangan. Sepak bola juga demikian. Dengan pembinaan usia dunia di mana-mana dan kompetisi yang rutin digelar,tohsepak bola Indonesia belum mampu berbicara banyak di dunia internasional. Untuk kawasan Asia Tenggara saja, Indonesia harus mengakui Thailand dan Vietnam yang mempunyai prestasi lebih dari Indonesia. Sedangkan cabang atletik, saat ini tumpuan pada Lalu Muhammad Zohri pada nomorsprint. Sedangkan nomor yang lain masih butuh perjuangan panjang. Begitu juga dengan cabang olahraga yang lain.
Sekali lagi, pembinaan bukan salah satu faktor namun penting. Ketika prestasi olahraga Indonesia butuh perjuangan, salah satunya dengan pembinaan yang benar, kunci atau investasi awal justru terganggu. Semestinya semua pihak bisa berpikir dan bertindak lebih komprehensif. Jangan hanya mendasarkan pada satu alasan saja. Banyak dampak yang harus dipikirkan dan diantisipasi. Lalu jika pembinaan sudah diganggu, apakah kita masih berharap olahraga Indonesia berprestasi? Semestinya pemerintah tidak boleh tinggal diam dan bisa menjadi pemberi solusi tentang pembinaan olahraga Indonesia yang (semakin) lemah.
(pur)