DPR Minta Pemerintah Evaluasi Penyebab Defisit BPJS Kesehatan

Selasa, 10 September 2019 - 16:09 WIB
DPR Minta Pemerintah Evaluasi Penyebab Defisit BPJS Kesehatan
DPR Minta Pemerintah Evaluasi Penyebab Defisit BPJS Kesehatan
A A A
JAKARTA - Pemerintah memastikan tetap akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas I, II, dan III per 1 Januari 2020 mendatang. Kebijakan kenaikan iuran BPJS ini diambil sebagai solusi atas defisit keuangan yang dialami lembaga tersebut. Padahal, dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX dan XI DPR, para wakil rakyat sepakat menolak kenaikan iuran BPJS.

Anggota Komisi IX DPR Siti Masrifah mengatakan, sebenarnya untuk menutupi defisit, pemerintah tidak harus menaikkan iuran semua penerima BPJS Kesehatan. Namun, kenaikan cukup dilakukan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah sementara untuk BPJS mandiri diusulkan tetap.

”Kalau yang mandiri (dinaikkan), kita keberatan, semua DPR keberatan. Tapi kita bukan pada posisi untuk bisa menolak anggarannya karena itu ditentukan di undang-undang. Kita sampaikan konstituen kita keberatan,” tuturnya, Selasa, (10/9/2019).

Data yang dikeluarkan BPJS Kesehatan disebutkan, jumlah peserta per 1 Agustus 2019 mencapai 223.347.554 orang. Dari jumlah tersebut, PBI melalui APBN tercatat 96.591.479 orang. Sementara yang dibiayai APBD sebanyak 37.342.529 orang.

Selain itu, peserta BPJS Kesehatan yang merupakan Pekerja Penerima Upah-Pegawai Negeri (PPU-PN) sebanyak 17.230.127 orang, Pekerja Penerima Upah- Badan Usaha (PPU-BU) 34.129.984 orang. Kemudian peserta yang merupakan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)- pekerja mandiri sebanyak 32.588.888 orang dan peserta yang Bukan Pekerja sebanyak 5.157.942 orang.

”Kalau yang dinaikkan itu yang BPJS dari pemerintah itu kan nggak membebani masyarakat. Komisi IX dan XI semua setuju kalau itu. Tapi kalau yang mandiri kenaikannya kan menurut Kemenkeu 100% yang dari Rp80.000 menjadi Rp160.000. Kecuali kelas III dari Rp25.500 disamain menjadi Rp42.000,” urainya.

Politikus PKB ini menilai, belum adanya kenaikan iuran saja, saat ini BPJS Kesehatan kerap mengeluhkan karena banyak masyarakat yang tidak mau membayar dengan tertib. ”Saya sampaikan jangan kita inginnya menaikan itu untuk mengolek uang, tapi malah tujuan yang utama tadi tidak tercapai karena nggak mau bayar karena ada kenaikan. Karena itu, saya minta disisir ulang karena masih banyak data yang harus di-cleansing. Orang pindah, misalnya, ini yang membuat pembiayaan BPJS itu defisit. Itu harus di-clear-kan. Jangan-jangan ada warga yang benar-benar nggak mampu malah harus bayar mandiri. Kan tujuannya kita membantu yang miskin,” tuturnya.

Ada banyak faktor yang membuat BPJS Kesehatan mengatalami defisit keuangan. Misalnya masih adanya tunggakan yang itu kalau ditagih bisa mengurangi defisit. Kedua, banyak fasilitas kesehatan yang karena sistemnya paket, sehingga membuat anggaran membengkak.

”Ada memang beberapa oknum RS yang ternyata layanannya paket. Misalnya pasien belum sembuh total disuruh pulang, terus harus balik lagi. Ini kan dapat paket kedua. Ada yang namanya kapitasi. Puskesmas selama ini terima pasien atau tidak dia mendapatkan nilai kapitasi sejumlah orang yang dicantumkan makanya banyak puskesmas yang rebutan (pasien). Banyak juga yang hanya mau merujuk saja, nggak mengeluarkan (layanan). Ini harus dievaluasi,” tuturnya.

Hal lainnya misalnya ada kartu ganda karena pindah tempat tinggal atau ada peserta yang meninggal dunia tapi tidak lapor. ”Masyarakat kita nggak tertib secara administrasi. DPR semua menolak kenaikan itu, tapi kan ternyata masih dinaikan,” urainya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5638 seconds (0.1#10.140)