Tak Etis Paripurna Revisi UU MD3 dan KPK Hanya Dihadiri 77 Orang
A
A
A
JAKARTA - Rapat paripurna DPR hari ini yang menyetujui revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) menuai kritikan. Sebab, hanya 77 orang anggota DPR yang hadir secara fisik.
Koordinator Indonesia Parliamentary Center, Ahmad Hanafi mengatakan, DPR menganggap kuorum berdasarkan daftar hadir, bukan kehadiran fisik. Kemudian, kata dia, pengambilan keputusan juga berdasarkan pada pendapat fraksi.
"Meskipun sah secara mekanisme, akan tetapi secara etik ini tidak patut," ujar Ahmad Hanafi kepada SINDOnews, Kamis (5/9/2019).
Karena, kata dia, anggota DPR adalah pejabat publik, tentu harus memperhatikan moral publik. "Yang aneh dari paripurna kali ini adalah menyampaikan pendapat tertulis. Padahal ini pengambilan keputusan terhadap persetujuan usulan RUU oleh DPR," katanya.
Dia berpendapat, masyarakat perlu mendengar dan mengetahui apa yang menjadi argumen oleh partai-partai yang menyetujui RUU usulan DPR tersebut. "Persetujuan tertulis juga menyimpang dari peran DPR sebagai 'parle' yang berbicara," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam demokrasi, deliberasi dalam pengambilan keputusan sebagai hal penting. "Persetujuan tertulis sebagai bentuk pengabaian terhadap masyarakat yang direpresentasikannya," pungkasnya.
Sekadar diketahui, sebanyak 204 orang anggota DPR izin dari rapat paripurna tadi. Sehingga, pimpinan DPR mengungkapkan total 281 orang anggota dewan menghadiri rapat paripurna itu dan menganggap kuorum.
Koordinator Indonesia Parliamentary Center, Ahmad Hanafi mengatakan, DPR menganggap kuorum berdasarkan daftar hadir, bukan kehadiran fisik. Kemudian, kata dia, pengambilan keputusan juga berdasarkan pada pendapat fraksi.
"Meskipun sah secara mekanisme, akan tetapi secara etik ini tidak patut," ujar Ahmad Hanafi kepada SINDOnews, Kamis (5/9/2019).
Karena, kata dia, anggota DPR adalah pejabat publik, tentu harus memperhatikan moral publik. "Yang aneh dari paripurna kali ini adalah menyampaikan pendapat tertulis. Padahal ini pengambilan keputusan terhadap persetujuan usulan RUU oleh DPR," katanya.
Dia berpendapat, masyarakat perlu mendengar dan mengetahui apa yang menjadi argumen oleh partai-partai yang menyetujui RUU usulan DPR tersebut. "Persetujuan tertulis juga menyimpang dari peran DPR sebagai 'parle' yang berbicara," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam demokrasi, deliberasi dalam pengambilan keputusan sebagai hal penting. "Persetujuan tertulis sebagai bentuk pengabaian terhadap masyarakat yang direpresentasikannya," pungkasnya.
Sekadar diketahui, sebanyak 204 orang anggota DPR izin dari rapat paripurna tadi. Sehingga, pimpinan DPR mengungkapkan total 281 orang anggota dewan menghadiri rapat paripurna itu dan menganggap kuorum.
(maf)