PLN Bayar Kompensasi Listrik Padam
A
A
A
PT PLN (persero) akhirnya memenuhi janjinya untuk membayarkan kompensasi kepada pelanggan akibat kasus listrik padam massal (blackout) yang terjadi pada Minggu (4/8/2019). Kebijakan ganti rugi ini patut diapresiasi sebagai bentuk tanggung jawab PLN kepada pelanggan yang telah dibuat menderita akibat insiden pemadaman tersebut.
Untuk mengganti kerugian pelanggan ini, PLN dipaksa merogoh kas cukup dalam. Tidak tanggung-tanggung, total biaya kompensasi yang dibayarkan per 1 September 2019 ini mencapai Rp865,22 miliar untuk 22 juta pelanggan. Pelanggan rumah tangga mendapatkan nilai kompensasi paling besar yakni Rp379,31 miliar. Rumah tangga yang listriknya mati saat kejadian mencapai 20,4 juta pelanggan. Kompensasi terbesar kedua diberikan ke industri senilai Rp231,55 miliar dengan 28.106 pelanggan. Setelah itu berturut-turut pelanggan bisnis dengan kompensasi Rp206,34 miliar, publik Rp27,85 miliar, sosial Rp12,24 miliar, layanan khusus Rp7,14 miliar, dan traksi atau kereta api Rp1,81 miliar.
Meski harus diakui, nilai kompensasi ini sebenarnya tidak seberapa jika dibandingkan dampak kerugian yang ditimbulkan. Bandingkan saja, durasi listrik padam di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, dan sebagian Jawa Tengah saat itu rata-rata lima jam. Dampak ekonomi yang ditimbulkan tentu sangat dahsyat. Bisa dibayangkan berapa banyak industri yang gagal berproduksi. Berapa banyak bahan baku yang rusak. Tidak hanya sektor industri, pelanggan rumah tangga juga harus menanggung kerugian yang parah.
Adapun nilai kompensasi yang bisa dipenuhi PLN hanya rata-rata 35% dari biaya abonemen/biaya beban, atau pemakaian minimal. Sebagai ilustrasi, untuk listrik golongan R1 2.200 VA (Volt Ampere), kompensasi yang diterima sebesar Rp45.000-an, sedangkan bagi pelanggan golongan 900 VA ada di kisaran Rp16.000-an.
Untuk mengetahui perincian besaran pasti kompensasi yang diterima, PT PLN melalui Vice President Public Relation Dwi Suryo Abdullah meminta agar pelanggan mengunjungi laman resmi PLN pada bagian "Informasi Tagihan dan Token Listrik" pada menu Pelanggan. Selain itu, PLN membuka layanan melalui contact center PLN di 123.
Kompensasi diberikan tidak dalam bentuk uang tunai. Tidak ada pencairan sebagai bentuk ganti rugi. Bagi pelanggan listrik pascabayar, kompensasi yang diberikan dalam bentuk pemotongan tagihan listrik untuk tagihan Agustus 2019. Adapun bagi pelanggan prabayar, kompensasi yang diberikan berupa tambahan daya saat pembelian token.
Meski yang diterima pelanggan kecil, total kompensasi yang harus dibayarkan PLN ini bisa jadi adalah yang terbesar dalam sejarah ganti rugi perusahaan negara di republik ini. Sebenarnya PLN secara rutin setiap tahun juga memberikan kompensasi Rp30 miliar akibat ketidakmampuan memenuhi Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) kepada pelanggan. TMP ini semacam standar pelayanan minimal.
Dari kasus ini, kita belajar betapa penting menjaga keandalan listrik karena besarnya kerugian yang harus ditanggung, baik PLN maupun pelanggan. Harapan bersama, ke depan kejadian serupa tidak terjadi lagi. Padahal, jika tak ada kasus blackout pada 4 Agustus lalu, dana kompensasi yang mendekati triliunan bisa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur kelistrikan.
PLN memang telah memenuhi kewajiban untuk membayar kompensasi. Namun, persoalan pokoknya sebenarnya tidak pada ganti rugi. Andaikan bisa memilih, pelanggan tidak ingin mendapatkan kompensasi, meskipun nilainya besar. Hal yang lebih diinginkan konsumen adalah adanya pasokan listrik yang stabil tanpa harus dipusingi dengan kasus pemadaman, entah karena insiden ataupun karena kebijakan pemadaman bergilir. Hak pelanggan untuk mendapatkan listrik berkualitas baik adalah mandat UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Karena itu, tidak seharusnya ada pemadaman, tegangan listrik naik-turun, apalagi padam total atau blackout .
Belajar dari pengalaman ini, kita harapkan PLN bisa meningkatkan keandalan infrastrukturnya, baik pada urusan pembangkitan maupun seperti transmisi, gardu, dan jaringannya. Kementerian ESDM sebagai regulator juga memiliki tanggung jawab menjaga keandalan listrik nasional. Keterlibatan masyarakat juga diperlukan. Dengan ikut menjaga keamanan jaringan dan infrastruktur ketenagalistrikan di tempat mereka berada, itu adalah bagian tanggung jawab.
Untuk mengganti kerugian pelanggan ini, PLN dipaksa merogoh kas cukup dalam. Tidak tanggung-tanggung, total biaya kompensasi yang dibayarkan per 1 September 2019 ini mencapai Rp865,22 miliar untuk 22 juta pelanggan. Pelanggan rumah tangga mendapatkan nilai kompensasi paling besar yakni Rp379,31 miliar. Rumah tangga yang listriknya mati saat kejadian mencapai 20,4 juta pelanggan. Kompensasi terbesar kedua diberikan ke industri senilai Rp231,55 miliar dengan 28.106 pelanggan. Setelah itu berturut-turut pelanggan bisnis dengan kompensasi Rp206,34 miliar, publik Rp27,85 miliar, sosial Rp12,24 miliar, layanan khusus Rp7,14 miliar, dan traksi atau kereta api Rp1,81 miliar.
Meski harus diakui, nilai kompensasi ini sebenarnya tidak seberapa jika dibandingkan dampak kerugian yang ditimbulkan. Bandingkan saja, durasi listrik padam di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Banten, dan sebagian Jawa Tengah saat itu rata-rata lima jam. Dampak ekonomi yang ditimbulkan tentu sangat dahsyat. Bisa dibayangkan berapa banyak industri yang gagal berproduksi. Berapa banyak bahan baku yang rusak. Tidak hanya sektor industri, pelanggan rumah tangga juga harus menanggung kerugian yang parah.
Adapun nilai kompensasi yang bisa dipenuhi PLN hanya rata-rata 35% dari biaya abonemen/biaya beban, atau pemakaian minimal. Sebagai ilustrasi, untuk listrik golongan R1 2.200 VA (Volt Ampere), kompensasi yang diterima sebesar Rp45.000-an, sedangkan bagi pelanggan golongan 900 VA ada di kisaran Rp16.000-an.
Untuk mengetahui perincian besaran pasti kompensasi yang diterima, PT PLN melalui Vice President Public Relation Dwi Suryo Abdullah meminta agar pelanggan mengunjungi laman resmi PLN pada bagian "Informasi Tagihan dan Token Listrik" pada menu Pelanggan. Selain itu, PLN membuka layanan melalui contact center PLN di 123.
Kompensasi diberikan tidak dalam bentuk uang tunai. Tidak ada pencairan sebagai bentuk ganti rugi. Bagi pelanggan listrik pascabayar, kompensasi yang diberikan dalam bentuk pemotongan tagihan listrik untuk tagihan Agustus 2019. Adapun bagi pelanggan prabayar, kompensasi yang diberikan berupa tambahan daya saat pembelian token.
Meski yang diterima pelanggan kecil, total kompensasi yang harus dibayarkan PLN ini bisa jadi adalah yang terbesar dalam sejarah ganti rugi perusahaan negara di republik ini. Sebenarnya PLN secara rutin setiap tahun juga memberikan kompensasi Rp30 miliar akibat ketidakmampuan memenuhi Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) kepada pelanggan. TMP ini semacam standar pelayanan minimal.
Dari kasus ini, kita belajar betapa penting menjaga keandalan listrik karena besarnya kerugian yang harus ditanggung, baik PLN maupun pelanggan. Harapan bersama, ke depan kejadian serupa tidak terjadi lagi. Padahal, jika tak ada kasus blackout pada 4 Agustus lalu, dana kompensasi yang mendekati triliunan bisa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur kelistrikan.
PLN memang telah memenuhi kewajiban untuk membayar kompensasi. Namun, persoalan pokoknya sebenarnya tidak pada ganti rugi. Andaikan bisa memilih, pelanggan tidak ingin mendapatkan kompensasi, meskipun nilainya besar. Hal yang lebih diinginkan konsumen adalah adanya pasokan listrik yang stabil tanpa harus dipusingi dengan kasus pemadaman, entah karena insiden ataupun karena kebijakan pemadaman bergilir. Hak pelanggan untuk mendapatkan listrik berkualitas baik adalah mandat UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Karena itu, tidak seharusnya ada pemadaman, tegangan listrik naik-turun, apalagi padam total atau blackout .
Belajar dari pengalaman ini, kita harapkan PLN bisa meningkatkan keandalan infrastrukturnya, baik pada urusan pembangkitan maupun seperti transmisi, gardu, dan jaringannya. Kementerian ESDM sebagai regulator juga memiliki tanggung jawab menjaga keandalan listrik nasional. Keterlibatan masyarakat juga diperlukan. Dengan ikut menjaga keamanan jaringan dan infrastruktur ketenagalistrikan di tempat mereka berada, itu adalah bagian tanggung jawab.
(wib)