PPP Dorong Pemerintah Perkuat Diplomasi Sawit Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Produk kelapa sawit dan turunannya mempunyai tempat strategis dalam neraca perdagangan luar negeri Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Abdul Aziz berharap ekspor minyak sawit tidak terganggu dengan upaya diskriminasi Uni Eropa yang menerapkan bea masuk yang besar bagi produk sawit Indonesia.
“Saat ini Uni Eropa telah melakukan diskriminasi dengan menerapkan bea masuk sebesar 8-18 persen bagi produk sawit Indonesia. Diskriminasi ini harus dilawan dengan diplomasi perdagangan di badan perdagangan dunia (WTO) atau forum internasional lainnya, serta strategi lainnya” kata Aziz, Kamis (29/8/2019).
Aziz juga menyebutkan, Indonesia juga perlu melakukan kerja sama dengan negara lain penghasil sawit seperti Malaysia dan Thailand, bahkan juga menggalang solidaritas dari negara-negara ASEAN agar produk sawit tidak mengalami diskriminasi di dunia, khususnya Eropa.
Jika perlu, sambung dia, Indonesia bisa mengancam untuk melakukan boikot pembelian produk dari Benua Biru, Eropa.
“Boikot produk asal Eropa bisa membuat mereka melihat bahwa Indonesia mempunyai daya tawar tinggi di perdagangan internasional. Apalagi saat ini sebenarnya produk kelapa sawit dan turunanya banyak dibutuhkan masyarakat dunia,” jelas Aziz.
Terkait tuduhan bahwa perkembunan sawit Indonesia kurang ramah lingkungan dan banyaknya subsidi yang diterima pengusaha kelapa sawit, menurut Aziz hal itu hanya alasan Uni Eropa untuk membenarkan tindakan diskriminatif mereka.
Tujuan utama mereka, kata dia, hanya untuk melindungi komoditas pertanian mereka sendiri dengan melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan perdagangan dunia yang diawasi oleh WTO.
“Komoditas pertanian Eropa seperti bunga matahari terbukti tidak mampu bersaing dengan kelapa sawit untuk menghasilkan minyak dan produk lainnya,” tutur Aziz.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Abdul Aziz berharap ekspor minyak sawit tidak terganggu dengan upaya diskriminasi Uni Eropa yang menerapkan bea masuk yang besar bagi produk sawit Indonesia.
“Saat ini Uni Eropa telah melakukan diskriminasi dengan menerapkan bea masuk sebesar 8-18 persen bagi produk sawit Indonesia. Diskriminasi ini harus dilawan dengan diplomasi perdagangan di badan perdagangan dunia (WTO) atau forum internasional lainnya, serta strategi lainnya” kata Aziz, Kamis (29/8/2019).
Aziz juga menyebutkan, Indonesia juga perlu melakukan kerja sama dengan negara lain penghasil sawit seperti Malaysia dan Thailand, bahkan juga menggalang solidaritas dari negara-negara ASEAN agar produk sawit tidak mengalami diskriminasi di dunia, khususnya Eropa.
Jika perlu, sambung dia, Indonesia bisa mengancam untuk melakukan boikot pembelian produk dari Benua Biru, Eropa.
“Boikot produk asal Eropa bisa membuat mereka melihat bahwa Indonesia mempunyai daya tawar tinggi di perdagangan internasional. Apalagi saat ini sebenarnya produk kelapa sawit dan turunanya banyak dibutuhkan masyarakat dunia,” jelas Aziz.
Terkait tuduhan bahwa perkembunan sawit Indonesia kurang ramah lingkungan dan banyaknya subsidi yang diterima pengusaha kelapa sawit, menurut Aziz hal itu hanya alasan Uni Eropa untuk membenarkan tindakan diskriminatif mereka.
Tujuan utama mereka, kata dia, hanya untuk melindungi komoditas pertanian mereka sendiri dengan melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan perdagangan dunia yang diawasi oleh WTO.
“Komoditas pertanian Eropa seperti bunga matahari terbukti tidak mampu bersaing dengan kelapa sawit untuk menghasilkan minyak dan produk lainnya,” tutur Aziz.
(dam)